webnovel

Entering a Dream

Mereka bertemu empat tahun lalu. Dan tidak ada yang menyuruh mereka untuk saling mendekat. Dimulai dari seorang teman kerja, perlahan muncul rasa ketertarikan, dan tidak lama pun muncul rasa kasih dan benih cinta di antara keduanya. Teman mereka mendukung, bos mereka juga tidak menentang, dan bisa dibilang kedua orang tua mereka sudah memberi ijin. Tapi sebagai seorang artis, yang setiap harinya harus berakting di depan kamera... Berakting adalah pekerjaan mereka dan itu adalah sesuatu yang mereka ingin lakukan dengan sepenuh hati. Tapi, apa akting itu sendiri juga harus mereka lakukan di kehidupan pribadi mereka? Haruskah mereka melanjutkan akting ini untuk menutupi cinta mereka? Akhir seperti apa yang menanti mereka dengan menutupi jalinan kasih mereka di depan banyak orang? Hidup di dunia yang penuh kepura-puraan ini, mau tidak mau mereka ikut terseret ke dalamnya. Yang pada akhirnya hanya membuat keduanya saling terluka. Meski sekali lagi itu bukan salah mereka.

Mikina09 · สมัยใหม่
เรตติ้งไม่พอ
9 Chs

3 - Sister's Bonding (I)

*Ding-dong-ding-dong-ding-dong*

*Ding-ding-ding-ding-dong-dong*

*Ding-ding-dong-ding-ding-do-*

"STOP! JANGAN MAIN-MAIN DENGAN BELNYA LAGI!"

Alora berteriak dari interkom ke orang yang sedari tadi memainkan bel apartemennya. Dia tidak perlu memeriksa siapa yang datang, karena cuma ada satu orang yang akan berbuat seperti itu. Dan dia menebak dengan benar. Orang ini sekarang sedang balas melihatnya dari interkom.

"Bangun juga kau akhirnya," kata si orang yang tadi memainkan bel, yang tidak lain adalah Lucia Nohreen, manajer 'tercinta' Alora. "Muka bantalmu itu sangat tidak enak dilihat."

"Kak Lu, tolong jangan mulai. Ini masih pagi." Alora menjawab dengan nada malas. Dia menguap lebar yang membuat Lucia berdecak.

"Hei, buka pintunya. Sampai kapan aku harus berdiri di sini?"

"Iya, tahu. Tunggu sebentar."

"Awas kalau kau tidur lagi."

Alora memutar bola matanya. "Yes, madam."

---

"Woah, kau pesta minum bir semalam?" Lucia berjalan ke ruang tamu dan melihat beberapa kaleng bir tergeletak di atas meja. "Kenapa kau tidak memanggilku kemarin?"

"Vanya yang membawanya kemarin. Dan aku cuma minum setengah kaleng. Kaleng yang satunya itu bekas Vanya." Alora mengikuti dari belakang sambil menjawab Lucia. "Lagipula kan seharusnya kemarin kau seharian bersama Mercy? Gimana caranya kau bisa ikut minum denganku sekaligus ada dengan Mercy?"

"Gampang. Mercy kan bisa kuajak ke sini. Akh!" Tiba-tiba Lucia berteriak kaget, seperti teringat sesuatu. "Kenapa tadi dia tidak sekalian kuajak ke sini? Aish! Menjadi manajer kalian berdua itu sudah sangat membuatku sibuk." Lucia menggerutu terang-terangan. "Apa... kuminta sekalian dia ke sini, supaya aku tidak bolak-balik ke tempatnya lagi untuk menjemputnya, ya?"

Menjadi satu manajer untuk dua artis sebenarnya bukan hal yang aneh, apalagi kalau artis yang dibina adalah artis baru. Lucia adalah manajer Alora dan juga Mercy Agda, salah satu artis yang juga ada di satu agensi dengan Alora.

"Memangnya dia boleh pergi sendirian? Lagipula Pak Leo sudah bilang kalau kita semua yang di agensi tidak boleh sering-sering keluar dan bertemu sekarang ini kan? Ingat, virus rocona? Memang kalian ada rencana ke mana berdua?"

"Pak Leo itu urusan mudah. Aku tahu cara untuk membuat dia menuruti kemauanku." Lucia menjawab sambil tersenyum, dan Alora tahu kalau Lucia tersenyum seperti itu dia sedang merencanakan 'sesuatu', dan dia tidak mau ikut-ikutan.

"Hentikan tersenyum seperti itu. Membuatku merinding."

"Apa? Kau tidak setuju?"

"Dia itu masih bosmu, bukan, bos kita semua Kak Lu. Jangan berbuat macam-macam."

"Memangnya kau pikir aku mau melakukan apa, hah?" Lucia menantang Alora dengan menaikan alis. Lucia berusia beberapa tahun di atas Alora dan baru menjadi manajernya sejak dua tahun lalu, tapi hubungan mereka berdua lebih mirip antara dua orang kakak adik yang punya hubungan dekat dibanding antara manajer dan seorang artis. Ini bukan pertama kalinya mereka 'berargumen' seperti ini. Termasuk cara Alora 'menyapa' Lucia waktu sebelum masuk tadi, itu juga adalah rutinitas mereka.

"Yang pasti aku tidak mau ikut-ikutan atau terseret dalam rencanamu."

"Akan kuajak Mercy kalau begitu."

"Coba saja kalau bisa. Mercy itu jauh lebih keras kepala dariku kalau kau belum sadar."

"Huh... Dasar tidak asik."

"Kak Lu, ingat u-"

"Kau akan menyesal kalau menyelesaikan perkataanmu barusan."

"-murmu. Kau masih saja bersikap kekanakan. Padahal kau LEBIH tua dariku."

"ALORA!"

"Ya, ya. Aku tahu kau sayang padaku."

"Ukhh! Kenapa semua artis yang ku-handle itu semuanya susah diatur!"

"Itu karena kau sayang kami, kan?" Alora mengerjapkan mata dan memberi senyum 'tidak' berdosanya.

"Darah tinggiku bisa meroket kalau terus mengurusi kalian semua." Lucia dengan kesal menjatuhkan dirinya ke sofa dan mengambil kaleng bir yang belum terbuka.

"Hei, ini masih pagi. Dan bukannya kau akan bertemu dengan Mercy habis ini?"

"Bukan urusanmu. Hanya bertemu Mercy saja tidak masalah buatku. Salahmu sendiri sudah bikin aku kesal. Jangan menggangguku sana." Lucia tidak peduli dengan protes Alora. Dia menenggak bir yang dia buka sampai habis. "Ahh! Enaknya."

Alora menggelengkan kepala melihat kelakuan Lucia. Dia juga ikut duduk di sofa sebelah yang Lucia duduki. "Kenapa kau harus bertemu dengan Mercy lagi? Bukannya setahuku jadwalnya sudah kosong."

"Memang jadwalnya kosong. Tapi aku ada sedikit perlu untuk mendiskusikan tentang jadwalnya bulan ini. Sepertinya ada sedikit masalah dengan pemotretan yang dia lakukan buat cover majalah minggu lalu. Aku tadi ditelepon pihak majalahnya dan mereka bilang kalau ada satu foto yang kurang. Dan mereka mau menjadwal ulang. Blah-blah-blah. Nanti saja aku diskusikan dengan Mercy. Aku akan bertemu dengan Mercy nanti siang. Satu pagian ini aku akan ada di sini." Lucia berkata dengan santai.

"Kau tidak takut dengan virus rocona?"

"Kalau aku kena ya kena. Kalau tidak ya itu karena aku tidak akan kena. Aku kasihan dengan mereka yang terjangkit virus ini, tapi aku tidak mau membatasi diriku cuma karena aku takut akan kena juga."

"Aku tidak tahu apa harus kagum atau berpikir kalau kau itu bodoh setengah mati dengan rasa beranimu itu."

"Setidaknya aku tidak seberani seseorang yang akhirnya memutuskan untuk putus dengan pacar yang dia perjuangkan setengah mati selama dua tahun ini."

Alora melihat Lucia dengan mata membelalak. Tubuhnya kaku seketika. "Kenapa-?"

"Kenapa aku bisa tahu? Itu karena tadi aku dibangunkan SUBUH-SUBUH sekali dengan gedoran pintu apartemen paling heboh yang hampir membuat pintu depanku roboh. Bisa kau tebak siapa yang menggedor?" Alora menggeleng pelan. "Siapa lagi kalau bukan Felice yang melihatku dengan wajah horor waktu aku tanya setan apa yang bikin dia berani membangunkanku sesubuh itu."

Lucia menatap lurus ke Alora. Tubuh artis yang dia handle ini terduduk tegak dan sepertinya dia sedang menahan nafasnya. "Dengan susah payah akhirnya Felice bilang padaku kalau Adrian meng-unfollow akun swittermu."

Felice adalah manajer Adrian dan dia selalu mengikuti dan coba mengaturkan akun sosmed milik Adrian. Adrian bebas untuk mengepost apapun di akun switter resminya, tapi jika ada yang 'berbahaya', Felice biasanya akan bilang ke Adrian untuk menghapus apa yang dia posting. Dia selalu memantau apa postingan Adrian dan mengecek berapa follower yang Adrian punya atau siapa yang sudah Adrian follow. Dan pagi itu, jantung Felice Ronia, terhenti sekian detik waktu dia sadar Adrian sudah meng-unfollow Alora.

"Mentang-mentang aku ini manajermu dan kebetulan kamar apartemenku dan dia bersebelahan, langsung saja dia menggedor pintuku seperti orang gila dan akhirnya bertanya apa kau dan Adrian sudah putus."

Meski Alora dan Adrian tidak mengatakan pada publik terang-terangan kalau mereka pacaran, tapi sudah jadi rahasia umum dan semua orang di agensi, SEMUA rekan kerja dan orang-orang yang bekerja sama dengan mereka tahu kalau mereka berdua adalah pasangan kekasih.

"Dia meng-unfollow akun swittermu. Tapi waktu aku cek akun swittermu, dia masih ada di list temanmu. Apa ini cuma asumsiku atau apa yang sebenarnya terjadi?"

Ada aturan tidak resmi yang beredar di kalangan pengguna sosial media. Jika seseorang meng-unfollow atau sudah tidak jadi teman dengan satu orang yang tadinya adalah teman sosmednya, maka itu berarti sesuatu sudah terjadi. Karena itu, Felice terkejut setengah mati waktu tahu kalau Adrian sudah meng-unfollow akun resmi Alora.

"Alora...? Kau baik-baik saja?" Lucia bertanya dengan hati-hati dan perlahan. "Tarik nafasmu perlahan dan jangan lupa hembuskan. Kau kelihatan seperti orang yang kekurangan oksigen dengan muka membiru seperti itu."

Alora memejamkan matanya, lalu dia melakukan apa yang Lucia sarankan. Untuk kembali bernafas.

Keluarkan... Hirup... Keluarkan... Hirup...

Dia melakukan itu beberapa kali sebelum akhirnya dia membuka mata dan menatap lurus Lucia.

"Ya... aku dan Adrian sudah putus... kemarin." Alora menjawab dengan datar, tapi mulutnya terlihat sedikit bergetar.

"Biar kutebak, Vanya datang ke tempatmu kemarin karena hal ini?"

Alora mengangguk pendek.

"Kau yakin putus dengan Adrian?" Lucia tahu dengan pasti apa yang terjadi antara Adrian dan Alora. Dan tentu saja dia TAHU perjuangan dan hal apa saja yang sudah Alora lakukan, yang sudah Alora tahan untuk tetap bisa bersama Adrian.

"Kak Lu... memangnya aku salah sudah putus dengan Adrian?" Alora bertanya lirih. "Dari semalam pertanyaan ini terus muncul di kepalaku dan aku belum bisa menjawabnya "

"Aku tidak bisa menjawab itu," kata Lucia langsung. "Karena yang putus itu kau, bukan aku. Dan itu antara kau dengan Adrian. Kau yang paling tahu Adrian seperti apa. Dan aku tidak bisa membantumu menjawab karena cuma kau sendiri yang tahu jawabannya."

"Tapi aku benar-benar tidak tahu jawabannya."

"Tidak semua jawaban akan datang dengan instan. Mungkin ada yang bisa langsung ditemukan, mungkin juga ada yang baru bisa ketemu setelah lama dicari. Yang pasti kutahu, orang yang punya sebuah masalah adalah orang yang akan menemukan jawaban dari masalahnya itu. Entah dia sadar atau tidaknya, itu tergantung masing-masing orang."

"...Oh."

"Kemari kau. Tunggu, aku saja yang ke sofamu." Lucia bangun dari sofanya dan menghampiri Alora. Dia duduk di sebelah Alora dan menarik bahu Alora dalam pelukan. "Kau putus dengannya kemarin?"

"Iya."

"Bagaimana kau putus?"

"Aku putus dengannya lewat telepon."

"Apa kau bisa tidur kemarin?"

"...Sedikit "

"Apa kau masih nafsu untuk makan?"

"Tidak tahu. Dari kemarin siang aku belum makan apa-apa. Semalam aku cuma minum setengah kaleng bir dan tidur setelahnya. Well, mencoba tidur lebih tepat."

"Untung saja sekarang ini jadwalmu sedang bersih karena wabah virus. Pintar juga kau pilih waktu untuk putus."

"Kak Lu, hal ini bukan untuk dibuat bercanda."

"Oke, oke. Aku minta maaf." Lucia mengelus kepala Alora untuk menghiburnya. "Kau harus makan, nafsu atau tidak. Aku akan memasak sedikit untukmu, oke?"

"...Akan kuusahakan."

"Kau ini artis yang kubina. Tidak akan kubiarkan artis binaanku sakit cuma gara-gara putus dari pacar. Jangan kau coba-coba berani bikin reputasiku di dunia profesional jadi jelek."

"Siapa juga yang berani?" Alora tertawa pelan.

Lucia melepas pelukannya dan tersenyum hangat pada Alora. "Tersenyum lebih baik dalam keadaan seperti ini. Kau tunggu sebentar. Aku mau lihat apa saja isi di kulkasmu."

Lucia bangun dan berjalan menuju dapur yang terletak di samping ruang tamu. Dia membuka kulkas dua pintu milik Alora dan matanya melihat apa saja isi di kulkas itu. Untung saja Alora baru mengisi kulkasnya beberapa hari yang lalu. Kalau tidak, sekarang dia pasti sudah akan dipelototi oleh dua mata tajam milik manajer 'tercinta'nya itu.

Dan sebenarnya Alora sedang berpikir apa dia masih sedang bermimpi waktu dia melihat Lucia memasak di dapurnya. Karena dia tidak pernah melihat Lucia sekalipun memasak di dapur apartemennya sendiri. Jadi waktu Lucia bilang dia akan memasak, Alora hampir tidak percaya kalau dia mendengar hal itu.

Itu sama saja dengan bermimpi di siang bolong.

Mungkin itu juga sebabnya dia sekarang sedang tersenyum geli, karena sepertinya 'mimpi'nya masih akan berlanjut sebentar lagi.

Buat soal virus rocona, tolong liat di AN bagi yang belum baca. AN nya baru ditambahin soalnya. Dan akun resmi sosmed juga diganti, yang tadinya sebut merk (editan pertama), sekarang udah disamarkan.

Thank u :)

Mikina09creators' thoughts