webnovel

23

Kereta itu sedikit berguncang saat jalan yang dilalui banyak sekali kerikil. Lihua menyangga dagu nya dengan sebelah tangan menatap hamparan hutan yang lebat melalui jendela kecil.

Lihua memikirkan tentang mimpi itu, ia menyadari jika takdir mungkin tidak akan berjalan sesuai dengan kehendaknya. Bisa saja suatu saat ia akan tetap menemui akhir tragis sebagai putri terbuang, atau selir menyedihkan.

"Di dunia lain mengapa aku sangat menggemari cerita semengerikan ini?" Lihua mencebik mengingat hampir semua ceritanya tidak memiliki akhir yang menyenangkan. "Jika aku tahu akan tertarik ke dalam buku. Aku akan membuat diriku sebagai putri kesayangan dengan kerajaan yang kuat, dan memiliki cinta yang kekal."

Sudah terlanjur basah, mengapa ia tidak menikmati saja hidup nya disini? Tidak ada jaminan jika Lihua akan kembali ke dunia asalnya bahkan setelah kamatian nya di dunia ini

Ketika pangeran Zhen berkuda disisinya, Lihua cemberut menatap lelaki itu sebal. "Kakak akan membunuhmu jika berdekatan denganku." Kata Lihua.

Zhen hanya menoleh sekilas sebelum kembali menatap jalan di depan nya. "Tidak mungkin." Sahut nya cuek.

Lihua menumpukan dagu nya pada pinggir jendela, menggembungkan pipi nya. "Kau terlalu percaya diri," Lihua mendengar derap kuda yang mendekat kearah mereka, kemunculan pangeran Lijuan ditandai dengan suara geplakan dan bentakan khas pria.

"Jauh-jauh dari Lihua."

"Apa urusanmu?"

Lijuan menarik nafas dalam-dalam sebelum menghembuskan nya keras-keras. Ia menatap sahabatnya itu bengis. "Aku tidak mengizinkanmu mendekati adikku, karena kalian tidak terikat hubungan apapun."

Zhen tersenyum miring sambil melirik kearah gelang merah dipergelangan tangan Lihua yang masih terpasang apik. Lijuan mengikuti pandangan nya dan langsung menipiskan bibir nya masam, ayolah gelang itu sudah menunjukan status Lihua.

Lihua melihat drama persahabatan itu jengah. Mengapa mereka melihat dirinya seperti kompetisi bisu? Wajah Zhen yang seolah-olah mengemukakan kemenangan, serta wajah sang kakak yang terlihat sangat kesal tapi tak bisa berkata-kata.

"Ada apa?" Tanya Lihua heran.

Lijuan menghela nafas, malas menjelaskan apapun pada adik bodoh nya ini. Ia mendorong kening Lihua agar tidak bersandar lagi pada kusen jendela. "Masuk dan tidur!"

"Tapi aku sudah tidur seharian."

"Tidur lagi dan jadilah gendut seperti babi!"

"Aku belum mengantuk dan... Hei!" Lihua melengokan kepalanya keluar dari jendela berteriak pada kakak nya. Tetapi aksi protes nya dibungkam oleh Lijuan dengan mendorong wajah Lihua masuk ke dalam kereta, lalu menutup jendela nya.

"Yang satu terlalu polos seperti kelinci dan yang satu lagi selalu mengintai seperti serigala licik." Lijuan merasakan kepalanya sakit. Ia menekankan kata licik sambil melirik Zhen yang terlihat tidak peduli.

***

Langit mulai menggelap menyisakan warna oranye kehijauan. Menutup hari dengan warna nya yang memanjakan mata. Gemerisik daun yang dihembus oleh angin, suara burung yang bersahut.

Lihua menyaksikan semua itu di dalam kereta nya. "Jika saja aku memiliki pulpen dan buku kecilku, Pasti sekarang aku sudah membuat adegan romansa."

"Sepasang kekasih yang berpisah setelah matahari tenggelam, menyisakan air mata yang lebih deras dari rintikan hujan. Hanya dengan sebuah pelukan mereka dipisahkan oleh Bimasakti." Lihua bergumam sendiri, menyusun plot-plot dramatis dalam otak nya yang sadis. "Cinta yang manis berakhir dengan tragis."

[Saat senja tenggelam]

Gadis penenun itu tersenyum kearah pakaian yang telah jadi ditangan nya, lipatan kain sutra halus itu membuat nya tersenyum manis setiap kali melihat nya. Hampir sebulan ia menyelesaikan pakaian itu hanya demi kekasih nya yang sebentar lagi akan pulang setelah berperang.

Sekarang telah memasuki musim gugur dan seharusnya kaisar bersama para prajurit nya kembali setelah memperoleh kemenangan. Gadis itu tak bisa menahan senyuman nya kala mengingat janji sang kekasih yang akan menikahi nya setiba mereka bertemu kembali.

Dada nya terasa sesak karena berdebar-debar. Ia khawatir sekaligus senang dengan kembali nya sang kekasih. Selama berbulan-bulan ini mereka tidak pernah berkomunikasi karena segala keterbatasan. Tapi ia selalu percaya jika kekasih nya akan baik-baik saja disana.

Ia melihat lautan senja diatas langit, warna yang mengingatkan nya dengan pertemuan pertama mereka yang manis. Dan dibawah pohon itu mereka menghabiskan waktu, dimana ia akan menenun dan kekasih nya akan merangkai sebuah mahkota bunga untuk nya.

"Aku mungkin bukanlah Raja yang bisa menjadikanmu seorang Ratu, tapi aku berjanji menjadikanmu satu-satunya Ratu di hatiku."

Gadis itu tersenyum, mendekap kain itu erat. Ia sudah berjanji untuk menenunkan sebuah kain terbaik sebagai hadiah atas kemenangan kekasihnya.

Ia tidak sabar melihat wajah itu setelah sekian lama tidak melihat senyuman hangat yang sangat dirindukan nya pun terasa membuat jantung nya berdebar-debar. Ia kembali kerumah lalu berusaha tidur dengan senyuman yang masih bertahan di wajah nya

Tetapi pada keesokan hari nya..

Seakan-akan mendapatkan firasat, gadis itu hanya terpaku melihat iring-iringan kaisar yang letih namun berbinar. Sorak-sorai tak mampu menggugah hati nya kala tak menemukan seseorang yang sedari tadi dicarinya.

Tubuh gadis itu ditarik seseorang yang tiba-tiba keluar dari barisan prajurit. Gadis itu berusaha meronta tak kala orang yang dikenalnya ini menarik nya setengah berlari, tetapi prajurit itu meminta nya tenang dan mengatakan kalau ia adalah sahabat kekasihnya.

"Dia telah gugur, kami tak dapat membawa jasad nya kembali. Jadi kami memakamkan nya disana. aku benar-benar minta maaf."

"Kau bercanda ... Dia berjanji setelah perang bahwa kami akan ... akan-" gadis itu menghentikan perkataan nya, merasakan leher nya seperti terganjal oleh sesuatu.

Tanpa sadar bulir air mata menggenang dan turun melewati pipi nya. Gadis itu menangis tanpa ekspresi terlalu terkejut mengetahui kekasih nya gugur di medan perang.

Air mata itu jatuh membasahi kain yang dalam pelukan nya. Tetapi cepat-cepat gadis itu mengusap air mata nya, menunduk dan berkata. "Terimakasih tapi aku akan menunggunya."

Gadis itu langsung pergi ke Padang rumput dimana ia pertama kali bertemu dengan kekasih nya. Disana ia berdiri diam menatap langit, menunggu, dan terus menunggu hingga petang, tetapi kekasih nya tidak pernah datang. Perlahan tubuh itu bergetar tangis yang sejak tadi ditahan-tahan nya mulai pecah, ia terjatuh dengan isakkan.

"Kau berbohong! Kau berbohong padaku..!" Gadis itu berteriak ditengah Padang rumput yang membisu tak ada yang mengetahui atau menenangkan hati nya terluka. "Kau memintaku untuk menunggu, tapi setelahnya kau yang meninggalkanku! Kau pembohong!"

Sebuah bayangan lelaki bersimpuh dihadapannya, mengenakan pakaian yang persis seperti yang di tenun oleh nya.

"Maaf, maaf karna tidak menepati janji." Suara itu terdengar sama persis.

Gadis mengerjapkan matanya. "Ini benar kau..?"

Pria itu mengangguk pelan terlihat sangat menderita.

"Kenapa tidak memelukku? Tidakkah kau merindukanku?" Gadis itu bertanya tak mendapatkan sahutan. perlahan-lahan gadis itu mengangkat tangan nya, berusaha menyentuh wajah kekasih nya.

Ia memejamkan matanya sesak saat tangan nya menembusi wajah itu. "Jika begini bagimana caraku untuk tetap hidup? Mengapa tak mengajakku?" Gadis itu membelai udara kosong.

Pria itu menggeleng lalu tersenyum. ia menarik tubuh gadis itu kedalam pelukan nya dan secara ajaib mereka dapat bersentuhan. "Tetaplah hidup sayang, karna aku akan selalu memperhatikanmu." Katanya membuat si gadis terisak makin kuat.

Perlahan-lahan tapi pasti, pria berwujud transparan itu perlahan menghilangkan seperti butiran cahaya saat senja mulai tenggelam.

"Aku mencintaimu.." suara pria itu sebelum perlahan menghilang sepenuhnya.

"Aku juga.. sangat mencintaimu." Gadis itu masih mendekap kain.

Tak seorang pun tahu, seseorang memegang kendi abu itu masih terdiam melihat pertemuan sekaligus perpisahan dari sepasang kekasih itu.

Keesokan harinya si gadis ditemukan meninggal di kamar nya. Tidak ada tanda-tanda bunuh diri ataupun pembunuhan, diduga gadis itu meninggal saat tidurnya.

Dan kedua kendi abu itu diletakan berdampingan dibawah pohon dimana pertama kali sepasang kekasih itu bertemu.

Seseorang dari kejauhan melihat sepasang anak tengah duduk bersisihan yang tampak seperti lukisan. Si gadis penenun bersama dengan prajurit istana, dan ketika didekati sosok itu hilang terganti dengan dua kendi abu.

Sejak saat itu semua orang mengagumi cinta dua orang tersebut. Lalu menamai bukit itu sebagai, "keabadian"

....

"Bodoh! Mengapa matamu harus berkaca-kaca hanya karna sebuah cerita khayalan?!" Lihua merutuki dirinya dan otak nya yang mengkhayalkan jalan cerita baru.

Lihua menepuk wajah nya, mencegah dirinya untuk menangis. "Oh ayolah, bukankah aku terlalu lemah?"

Tepat pada saat itu juga suara Lijuan yang mengumumkan bahwa mereka akan berhenti dan beristirahat terdengar.

Pintu kereta nya terbuka menampilkan Zhen yang melihat nya heran. "Kenapa kau menangis?" Tanya nya.

Lihua menggeleng tapi matanya tidak mau diajak kerjasama.

Zhen menarik tangan Lihua, membuat tubuh nya terdorong kedepan dan langsung ditangkap mulus oleh Zhen. Pria itu menggendong tubuh Lihua keluar, membiarkan Lihua membersihkan air mata nya menggunakan lapisan luar hanfu nya.

Zhen membawa Lihua duduk didekat lingkaran api unggun untuk menghangatkan diri, sebelum masuk kedalam tenda masing-masing.

Lihua bergumam terimakasih, dan hanya menatap kobaran api dengan nanar. "Zhen, jika suatu saat kau pergi berperang dan mati disana. Bagaimana denganku?"

"Kau akan menjadi janda." Sahut Zhen yang entah sejak kapan mendapatkan sup yang terlihat menggiurkan itu.

Lihua melupakan rasa lapar nya. "Janda? Aku saja belum menikah bagaimana bisa menjadi janda."

Zhen hanya akan mengangkat bahu nya, lalu menyuapkan sup kepada Lihua yang dituruti oleh gadis itu. Sambil menelan makanan nya Lihua kembali bertanya, sama sekali tidak merasakan tatapan berbeda dari Zhen yang melihat nya makan dengan patuh.

"Kalau suatu saat kau mendapati sesuatu yang salah denganku lalu pada akhirnya aku mati, bagimana pendapatmu?" Tanya Lihua kini mengenai mimpi nya.

Zhen tetap diam, menyuapi Lihua dengan banyak sendok sup.

Merasa tidak ditanggapi Lihua akan berbicara, tetapi Zhen telah lebih dulu membungkam nya dengan bibirnya. Menghentikan semua kalimat yang akan membuat nya marah.Lijuan yang tengah memakan sup nya didekat mereka tanpa sadar tersedak, ia cepat-cepat merebut tubuh adik nya. Memeluknya erat-erat.

Ketika ciuman itu dipaksa usai Lihua meraup udara sebanyak-banyaknya. Terengah-engah.

"Bisakah kau jahit mulutmu itu?! Setidaknya sampai kita kembali ke kerajaan?" Murka pangeran Lijuan yang kini memanggil tubuh Lihua.

"Kakak kau akan membuat sup di perutku keluar lagi!" Lihua memukuli punggung kakak nya ketika merasakan posisinya yang terbalik, berayun-ayun mengikuti pergerakan tubuh sang kakak.

"Biarkan! Sekalian saja menghilangkan jejak si berengsek itu dari mulutmu!"

"KAK!"

sedangkan Zhen yang ditinggalkan begitu saja memandangi kepergian dua orang tersebut dalam diam. Ia menjentik kan jari hingga seseorang dari kegelapan datang menemui nya.

"Dimasa depan habisi semua orang yang berniat menyakitinya."

"Baik yang mulia." Kata orang tersebut sebelum menghilang diantara kegelapan malam yang pekat.