Yana menetap Surya lekat-lekat untuk mencari sedikit saja kebohongan di sana, tapi yang Yana temukan hanyalah kejujuran.
Surya sangat mengenali Yana, dia pasti juga mengerti dan paham apa yang sedang dicari oleh kekasih hatinya itu.
"Kamu nggak bohong, 'kan?" tanya Yana sekali. Dan Surya seperti tak mengenal lelah dia hanya mengangguk sebagai pembenaran atas pertanyaan Yana barusan.
"Iya, kamu boleh pergi kok." Surya merekahkan senyum renjananya sambil menarik Yana untuk kembali masuk ke dalam dekapannya.
Tapi kebersamaan mereka itu tidak berlangsung lama. Semuanya terhenti saat gawai Yana berdering dan ada nama sang suami di sana. Surya hanya bisa memutar bola matanya jengah saat Yana memperlihatkan nama Hilal di sana.
Setelah melabuhkan kecupan di bibir Surya, Yana pun membawa dirinya untuk duduk di sofa yang terdapat dalam ruangan orang nomor satu di Gemilang Corp tersebut.
Sedangkan Surya kembali membawa dirinya untuk duduk di kursi kebesarannya. Dia memilih untuk kembali menyibukkan diri dengan tumpukan berkas yang menggunung di mejanya. Sambil sesekali atensinya teralihkan untuk menatap Yana yang tengah asyik bertukar kabar dengan sang suami.
Surya tidak hanya dibuat takjub dengan pesona yang dimiliki oleh Yana, tapi juga kemampuan Yana dalam memperagakan dua peran sekaligus. yona bisa menjadi istri yang sangat manis dan perhatian, tapi Yana juga bisa menjadi kekasih untuk Surya dalam waktu yang bersamaan.
~~~
Nabastala malam ini tampak sejuk. Ada semilir angin yang menghembus masuk secara paksa ke dalam pori-pori kulit.
Malam ini Surya kembali mengemudikan kereta besinya menuju rumah utama keluarga Dimitri. Biasanya Surya akan pulang saat hari kamis, ini masih senin padahal.
KREK~~~
Pintu utama terbuka lebar menampilkan sosok pewaris tahta Gemilang Corp, kedua kening Surya bertautan satu sama lain saat mendapati kondisi rumah utama yang tampak kosong melompong tanpa satu pun penghuninya.
Surya lalu mengangkat pergelangan tangannya sekedar untuk memastikan ini belum masuk jam tidur.
"Apa mungkin masih sholat isya?" gumam Surya.
Tapi asumsinya itu terbantahkan saat dia samar-samar mendengarkan ada suara tangisan dari ruang kerja Dimitri.
Hati Surya tampak ragu untuk beranjak ke ruang kerja sang papa, tapi otaknya seperti berkhianat. Dan pada akhirnya melangkahlah Surya menaiki anak tangga demi anak tangga untuk bisa sampai ke sana.
Semakin mendekati ruang kerja Dimitri suara tangisan itu semakin jelas ditangkap oleh kedua indra pendengar Surya. Dan suara itu? Suara wanita yang telah melahirkan dia 27 tahun yang lalu.
"Mama … mama kenapa?" gumam Surya.
Surya kamu tidak akan tahu apa yang terjadi dengan surgamu itu kalau kamu tidak masuk.
BRAK~~~
Pintu ruang kerja Dimitri terbuka lebar menampilkan sosok Surya yang tampak kacau karena mendengar suara tangis Aisyah.
"Mama … mama kenapa? Mama kenapa nangis?" tanya Surya dengan polosnya sedangkan semua orang yang di ruangan ini tampak sedang di balut nelangsa.
Tapi Aisyah tak sedikit pun menjawab pertanyaan sang putra sulung. Dia hanya terus tertunduk sambil menangis. Kedua pangkal bahu Aisyah bergerak naik turun seirama dengan isak tangisnya.
Surya lalu menatap satu persatu anggota keluarganya yang lain. Dimitri tampak sama kacaunya dengan Aisyah. Dan satu-satunya orang yang bisa dia tanyai hanya sang adik, Adi Badai Dimitri.
"Dek, ini kenapa sih?" tanya Surya penuh dengan nada tuntutan.
Bukan jawaban yang Surya dapatkan tapi sebuah dekapan yang sangat erat dari putra bungsu di keluarga Dimitri tersebut.
"Kak Gerhana, Kak …." Badai seperti kesusahan untuk melanjutkan ucapannya.
Mendengar nama sang saudara kembar disebutkan perasaan tak enak hati lantas menyelimuti hati Surya. Biar bagaimanapun Gerhana adalah saudara kembarnya. Pastilah telepati antara mereka sangat kuat.
Dengan sangat terpaksa Surya melepaskan dekapan sang adik bungsu. Dia perlu jawaban pasti tentang Gerhana.
"Bilang ke aku, Gerhana kenapa?" Kali ini tidak ada lagi saudara Surya yang terdengar lemah lembut. Suara Surya mulai meninggi. Urat-urat hijau di pelipisnya menyembul keluar, rahang bawahnya tampak mengeras. Meskipun dia dan Gerhana selalu tidak akur tapi jika sudah begini keadaanya tetap hubungan saudara mengatasnamakan kepedulian, mengikis rasa benci masing-m-masing.
"Bilang!" teriak Surya sekali lagi.
Sadar kalau sebentar lagi sang kakak sebentar lagi akan menjadi jelmaan hulk, Badai segera mengunci tubuh sang kakak dengan sangat kuat tapi sayang kekuatan yang dimiliki oleh Badai beda jauh dengan yang dimiliki oleh Surya.
Gawai milik Badai berdering dengan sangat nyaring, memberi sedikit jeda untuk pembahasan tentang Gerhana.
Ada nama Sagita Aryanti di sana. Gita--sehari-harinya dia dipanggil adalah kekasih dari Badai yang berprofesi sebagai dokter ahli dalam. Sungguh beruntung Badai memiliki dia sebagai kekasih. Muda, cantik, pintar, dokter ahli pula.
"Ha--lo …," ucap Badai dengan terbata-bata karena dia mengerti apa yang akan disampaikan oleh Gita adalah hal yang pasti berhubungan dengan sang kakak.
"Apa? Nggak, ini nggak boleh terjadi sayang. Kak Gerhana harus selamat. Tolong aku untuk sekali ini saja, selamatkan dia."
Dimitri lantas menyergah gawai yang masih berada di sebelah telinga Badai.
"Gita, ini Om. Sekarang kamu jelaskan pelan-pelan kondisi Gerhana saat ini bagaimana? Dia baik-baik saja kan?" Siapapun yang mendengarnya pasti terenyuh hatinya.
Surya yang masih diselimuti tanya saja begitu miris melihat keadaan sang papa. Surya tahu kalau saat ini Gerhana sedang dalam keadaan yang tak baik-baik saja. Tapi bukan itu titik atensi Surya saat ini. Melainkan Dimitri.
Pria paruh baya itu sangat jarang sekali memperdulikan Gerhana, dia terkesan menaruh rasa cuek yang teramat besar untuk sang putra kedua antara sifat pembangkang yang dia miliki.
Setiap anak mempunyai kurang dan lebihnya masing-masing. Surya yaang penurut dan Gerhana yang pembangkang. Gerhana yang pandai memilih pasangan dan Surya yang rada-rada kurang dalam melabuhkan hati.
Kini perlahan tapi pasti Gerhana mulai menjadi anak yang penurut semua itu berkat campur tangan sang kekasih, Mentari Chamissya Damayanti.
Bersambung ….