webnovel

Open Your Heart Please!

Pernikahan yang pada dasarnya dilandasi oleh kebencian itu sudah terjalin selama 6 bulan dan tidak ada perubahan signifikan mengenai sikap Damario pada sang istri. Mereka masih tidur diranjang yang berbeda.

Hari ini Casta berencana mengunjungi perusahaan Damario. Ia tahu perusahaannya tidak terlalu jauh dengan rumah sakit Universitaro La Paz jadi ia akan memeriksa kesehatannya kemudian menuju ke perusahaan Damario.

Setelah mempersiapkan semua keperluannya, Casta menaiki taksi. Ia tidak ingin diantar oleh supir pribadi Damario.

"Kami sarankan agar anda segera melakukan operasi nyonya."

"Biarkan saja seperti ini. Aku merasa baik-baik saja. Penyakitku tidak membuatku lemah."

"Tapi nyonya. Jika anda membiarkannya, maka penyakit anda akan semakin parah."

"Aku cukup kuat untuk mengatasi masalah seperti ini."

Sang dokter menghela napas panjang.

"Saya tidak mengerti kenapa anda begitu keras kepala nyonya. Tapi saya harap anda dapat berpikir lebih baik. Ini mengenai keselamatan anda."

"Tentu saja dokter. Baiklah saya permisi dulu." Casta keluar sambil mengenggam sebuah kertas. Ia membaca isinya sekali lagi dan mendesah. Sisa uang tabungannya hanya cukup untuk check up sekali lagi dan setelah itu, ia tidak tahu harus memperoleh uang dari mana. Kredit? Ia sudah berulang kali melakukanya demi membantu biaya operasi ibunya dulu. Ia tidak bisa kredit lagi karena satu-satunya jaminan yang adalah rumahnya sudah di ambil alih oleh pihak bank 3 bulan yang lalu. Meminta uang Damario? Mustahil. Casta akan tampak semakin menjijikkan dimata pria itu jika ia berani meminta uang padanya. Lagi pula Damario tidak peduli pada apapun yang menyangkut dengan Casta.

Ia melanjutkan perjalanannya menuju perusahaan TelefÓnica. Perusahaan terbesar yang berjasa dalam bidang telekomunikasi milik Damario. Ia membawakan bekal untuk suaminya.

15 menit kemudian ia sampai.

"Disculpe."

Seorang wanita yang berjaga di pintu masuk mendongak dan melongo sambil memandang wajah cantik Casta.

"Bisakah saya menemui tuan Damario?"

"Ada perlu apa dengannya? Dia sedang sibuk dikantornya."

"Apa ada tamu?"

"Iya nyonya."

"Bagaimana dengan sekertarisnya?"

"Baiklah saya akan menelepon tuan Carlos."

"Nyonya silahkan menuju kelantai 20 dan berjalan terus kearah kiri. Disana anda akan bertemu tuan Carlos. Dia sudah mengetahui kedatangan anda".

Casta menaiki lift menuju lantai 20 dan berjalan kearah kiri. Disana, tampak seorang pria tinggi berambut ikal coklat sedang berdiri sambil tersenyum.

"Tuan Carlos?"

"Benar. Dan anda?" Casta hampir lupa kalau pernikahannya dengan Damario hanya diketahui keluarga besar saja. Jadi wajar Carlos tak mengenalinya.

"Saya Alegria Casta ."

Seketika wajah Carlos berubah pucat. Casta mengernyitkan dahinya dan berkata "Por Que?"

Carlos tak menjawab pertanyaannya. Ia berdiri mematung membuat perasaan Casta semakin tidak tenang. Casta menoleh dan mendapati pintu bertuliskan "Sin entrada!"

Karena rasa penasaran yang besar, Casta memutuskan untuk masuk. Ia membuka pintu pelan-pelan takut menganggu tamu didalam hingga tak mengeluarkan suara. Matanya membelalak dan jantungnya memacu dengan cepat. Damario dan wanita yang kini sedang menciumnya itu tidak menyadari kehadirannya. Sang wanita yang mengenakan pakaian serba terbuka itu menyerang Damario tanpa ampun dipangkuannya. Casta berusaha bersikap tenang meski matanya terasa sangat perih dan panas. Ia berdehem.

Kedua insan yang tengah dimabuk asmara itu terlonjak dan melerai ciuman mereka lalu menoleh ke sumber suara deheman itu. Sang wanita memandang wajah Casta dengan keheranan seakan tidak mengenali wajah nya. Sementara Damario menatapnya datar.

"Quien es ella?"tanya sang wanita yang masih mengalungkan lengannya dileher Damario.

"Aku….."

"Dia asisten dirumah." Casta terkejut mendengar pernyataan Damario. Apakah selama ini Damario tidak pernah menganggapnya sebagai istrinya?

Casta memejamkan matanya sejenak lalu berkata "Maaf menganggu kalian. Aku hanya ingin membawa bekal untukmu Damario."

Pria itu menatap sinis wajah Casta kemudian berkata "Taruh dimeja dan keluar dari sini!"

Dengan tangan gemetar Casta mengeluarkan kotak makanan lalu menaruhnya dimeja. Tanpa berlama-lama, ia segera meniggalkan Damario bersama wanita tadi. Perasaannya campur aduk. Ia tak menyangka bahkan tak pernah tebersit dipikirannya bahwa Damario memiliki wanita lain. Ia pikir dengan sikapnya yang begitu dingin, Damario selalu menjauh dari para wanita.

.....

Malam ini udara terasa dingin namun Casta belum menutup kaca jendela. Ia masih menikmati udara malam yang begitu tenang sampai sesuatu terdengar dari ruang utama. Gadis itu mengernyitkan dahinya.

"Sepertinya suara ayah dan Damario."

Ia keluar dari kamar dan menuju ke ruang utama. Disana, ia melihat Alano dan Damario berdiri berhadap-hadapan.

"Kau memang anak bodoh. Tidak berguna. Aku pikir kau akan serius dengan kehidupanmu sekarang." Damario tak menghiraukan ucapan ayahnya membuat membuat Alano geram.

"Kau benar-benar…"

"Ayah." Casta mengalihkan perhatian Alano yang hampir saja melayangkan pukulannya pada Damario.

"Casta. Aku pikir kau sudah tidur."

"Aku belum mengantuk ayah. Apa ayah ingin kubuatkan kopi?"

"Tidak usah aku sudah terlalu lama disini. Casta jawab pertanyaanku dengan jujur!"

Casta mengangguk sambil pandangannya tertuju pada Damario. Ada lebam diwajahnya dan darah disekitar hidung dan sudut bibirnya.

"Apa anak ini memperlakukanmu dengan buruk? Kau tidak perlu takut. Jawab saja!"

Casta memilin pakaiannya dan berkata "Ayah tidak perlu takut. Damario dan aku baik-baik saja." Damario menatap dingin wajah Casta.

"Kalau begitu aku pamit". Alano keluar dan terdengar suara ban mobil melaju meninggalkan rumah mewah itu.

Ketika Damario duduk di sofa, Casta pergi kedapur membawa air hangat dan kain serta obat. Ia duduk disamping pria itu dan tanpa menunggu perintah, ia menempelkan kain itu di wajah Damario.

Pria itu menatapnya sinis dan menepis tangannya.

"Kau terluka. Jika dibiarkan, akan semakin parah." Ia mencoba lagi dan pria itu menepis tangannya.

"Apa kau bodoh wanita murahan?"

"Terserah kau bilang apa tapi lukamu harus diobati."

Casta membiarkan pria itu menatap tajam padanya. Ia mengompres kain dan membersihkan wajah Damario. Ia berusaha menghindari tatapan tajamnya. Sementara Damario, entah kenapa ia menuruti saja kemauan Casta. Lagi pula, pikirannya sedang kacau dan ia benar-benar kelelahan.

"Lukamu harus dibersihkan agar tidak membekas dan cepat sembuh." Casta meletakkan baskom dimeja dan memilin-milin jari tangannya.

"Damario." Hening tak ada suara.

"Aku…bolehkah aku membuka galeri? Kalau tidak boleh, bagaimana dengan kursus seni? Aku ingin melanjutkan pekerjaan itu. kau tahu aku selalu kesepian disini." Casta memandang wajah Damario yang juga sedang memandanginya. Ia menyandarkan kepalanya di sofa dan memejamkan matanya.

"Apakah dua-duanya tidak boleh?"

Tak ada jawaban selain suara dengkuran halus. Casta menoleh dan mendapati Damario tertidur.

"Kau sudah tidur rupanya…" ia tersenyum sambil menyibakkan rambut Damario yang menutupi dahinya. Pria itu merasakan sesuatu yang menyentuhnya lalu membuka mata. Mata hazel dan mata biru laut itu saling bertatapan cukup lama. Damario merasakan sesuatu yang aneh di dadanya. Jantungnya seakan memompa 2 kali lebih cepat.

Casta tersenyum melihat ekspresi suaminya. Ia mengelus lembut pipi Damario sambil berkata "Tidurlah. Aku lihat kau sangat kelelahan. Masuklah kekamar!"

Entah angin apa yang melewatinya hingga pria itu menuruti keinginan Casta. Pria itu kini berbaring di kasur dan terus memandangi Casta.

"Besok kau akan kekantor bukan? Kau harus beristirahat sekarang." Casta tersenyum lembut sambil mengelus-elus kepala Damario.

"Selamat tidur." Katanya sambil mengecup dahi Damario. Baru saja ia hendak meninggalkan Damario, tiba-tiba pria itu menghentikkan langkahnya. Ia menarik tangan Casta.

Casta mengangkat keningnya lalu menyadari maksud Damario. Selama 6 bulan hidup dengan pria itu, Casta mulai mengenali Damario melalui tindakannya. Ia tahu Damario meminta Casta menemaninya dikamar.

"Tidurlah aku akan menemanimu." Casta tersenyum lembut sambil mengelus-elus kepala Damario. Ia tahu pria itu sedang banyak pikiran namun ia tak mau buang-buang waktu dengan menceritakannya pada siapapun. Meskipun Damario telah membuatnya terluka, ia tetap mencintai pria itu. Damario merasa tenang dan nyaman ketika Casta membelai lembut rambutnya. Tiba-tiba kantuk menyerangnya. Tunggu, bukankah ia mengalami gangguan tidur selama hampir 2 tahun ini? Ia bahkan telah memeriksanya dan memang benar dia positif penderita insomnia. Tapi sekarang, dengan mudahnya rasa kantuk menguasainya. Beberapa saat kemudian, napasnya mulai teratur. Casta tahu pria itu sudah tenggelam di alam mimpi. Dia suka sekali memandangi wajah Damario ketika ia tidur.

Setelah memastikan pria itu benar-benar terlelap, Casta mengecup dahinya sekali lagi dan keluar.

.

.

.

.

Notes :

Disculpe = permisi

Sin entrada! = dilarang masuk

Por Que? = Ada apa?

Quien es ella? = siapa dia?