webnovel

Did he do this?

Pagi harinya, Damario terbangun dengan perasaan damai. Ia tidak menduga setelah 2 tahun menderita insomnia, akhirnya ia bisa tertidur pulas semalam.

Hari ini ia akan kekantor jam 10. Itu artinya ia masih punya waktu 2 jam yang akan ia gunakan untuk berolahraga di ruangan gym nya. Ia duduk dan mendapati sepiring Trotilla de Patatas serta segelas susu. Ia tahu Casta yang melakukannya. Gadis itu sepertinya sudah tahu selera Damario.

Ia menginterkom Fernando dan berbincang dengannya.

"Baik tuan." pelayan itu keluar dan membiarkan Damario menikmati sarapannya.

Damario keluar menuju ruangan gymnya. Tak sengaja ia melihat Casta berendam di kolam renang sambil memejamkan matanya. Ia melirik sebentar dan membiarkannya.

Sementara Casta, ia terpejam sambil membayangi wajah orangtuanya. Meskipun jarang terlihat menangis, Casta begitu rapuh dari dalam. Seandainya mereka masih ada, Casta yakin mereka tidak akan membiarkan hal buruk menimpanya. Pasti sekarang ia sedang bersenang-senang bersama murid lesnya jika ia ada di Barrio de las letras.

...…....

Damario sudah berangkat ke kantor. Kini suasana kembali sepi. Casta tak bisa membayangkan betapa membosankannya jika ia terus berada dirumah. Meskipun Damario menyediakan semuanya, Casta tidak tertarik. Ia bukan wanita penggila pakaian mahal dan aksesoris. Asalkan memiliki pakaian yang cukup itu sudah sangat berarti bagi Casta. Ia pun tak pernah mengenakan make up kecuali skin care rutin.

Ia berencana memeriksa kesehatannya akan tetapi uangnya tidak cukup untuk pemeriksaan selanjutnya. Akhirnya ia memutuskan untuk check up dua bulan lagi.

"Nyonya mari ikut saya!"

"Ada apa Maria?"

"Ikut saja!"

Casta mengikuti Maria. Mereka keluar dan berjalan sekitar 100 meter.

"Rumah tuan memang sepi. Jadi jika anda mau keluar, anda harus berjalan sejauh ini nona."

Casta mengangguk-anggukan kepalanya. Ia baru tahu ternyata ada tempat ramai di dekat rumah Damario meskipun jarak terdekatnya 100 meter lebih.

Maria membawanya kesebuah rumah kecil yang dihiasi kaca disisi kanan dan kirinya. Ketika memasuki ruangan itu, casta terpana. Ia melihat berbagai alat musik dan rak besar berisi berbagai buku serta satu lemari kaca lebar yang dihiasi benda-benda antik. Dindingnya dihiasi berbagai lukisan era 80an buatan seniman terkenal Eropa dan Amerika.

"Kau suka nyonya?"

"Tentu saja. Kenapa kau tidak beritahu kalau didekat rumah ada galeri ini. Aku tidak perlu repot-repot mengunjungi museum."

"Tempat ini baru saja dibuat nyonya."

Casta mengerutkan dahinya.

"Ahh sepertinya tuan muda belum memberitahu anda. Rumah ini sudah dijadikan tempat kursus seni dan diberikan pada mu nyonya".

Casta terperangah. Apakah ia tidak salah dengar? Damario baru saja membuat rumah kursus seni untuknya? Apakah Damario mengabulkan permintaannya semalam?

"Tuan bilang kau ingin memiliki rumah kursus seni. Karena itu dia menyuruh Fernando mempersiapkan ini semua."

Mata Casta berkaca-kaca. Ia tak menduga Damario akan mengabulkan keinginannya yang sebenarnya tidak dimintanya dengan serius.

...….....

Damario memijit pelipisnya beberapa kali. Ia melirik jam tangannya yang kini menunjukkan pukul 7 malam. Ia benar-benar lapar.

"Makanlah tuan. kau terlihat sangat kelelahan."

Damario menuju meja makan dan mendapati makanan kesukaannya. Ia duduk dan menyantap makanan dengan tenang. Ia menyadari sesuatu yang berbeda. Cita rasa makanannya berbeda. Ia melirik Maria yang sedang menuangkan minuman. Seakan mengerti dengan pemikiran tuannya, Maria tersenyum dan berkata "Nyonya belum pulang sejak tadi pagi tuan. dia sangat menyukai rumah barunya didepan. Tadi dia ingin memasak untukmu tapi aku menolak karena kulihat dia sedang menikmati kegiatannya jadi aku yang memasak."

Pantas. Damario benar-benar hafal cita rasa masakan Casta. Dan ia merasa ada yang beda. Ternyata wanita itu tidak memasak. Ia kembali melirik pelayan didepannya dan senyum tersungging di bibir wanita tua itu.

"Nyonya bilang dia akan makan disana tuan."

Maria tahu gerak-gerik tuannya. Bekerja dirumah tuan besar Agusto Alano Patricio selama 20 tahun sambil menjaga tuan muda Gabino Damario Patricio membuatnya memahami setiap gerak gerik Damario. Sejak berusia 3 tahun, Damario sudah ditinggal sang ibu Merisca Azucena. Sejak saat itu, setiap tahun ayah dan ibunya berlomba-lomba mengenalkan pria dan wanita pada Damario. Namun pria yang terbiasa hidup sendiri itu tidak pernah menghiraukan setiap wanita atau pria yang dikenalkan orangtuanya. Ayahnya juga terus memaksanya agar tak keluar rumah kecuali sekolah. Ia terus ditekan untuk belajar. Hingga tiba saatnya ia kuliah, ia sengaja memilih Harvard University jurusan kedoteran dan manajeman sekaligus. Disanalah ia merasakan kehidupan yang sebebas-bebasnya. Ia mengencani begitu banyak wanita jadi tak heran jika ia dikenal oleh para dosen dan mahasiswa sebagai pelajar tampan dan pandai serta playboy.

...…....

Jam menunjukkan pukul 10 malam dan Damario masih terjaga dikasur. Ia terus membolak-balikkan tubuhnya berusaha mencari posisi ternyaman agar bisa tidur. Aneh. Semalam ia bisa tidur nyenyak tapi sekarang, jangankan tidur, menenangkan pikirannya saja ia tak bisa. Sejak tadi satu nama terus terngiang-ngiang dipikirannya. Casta. Kenapa gadis itu tampak biasa saja seolah tidak terjadi masalah. Padahal jelas-jelas Damario melihat kesedihan dimatanya ketika Ariana menciumnya. Tapi semalam, jangankan marah, membahasnya saja tidak.

Damario belum mendengar pintu depan terbuka. Itu artinya, Casta belum kembali. Apakah gadis itu begitu sukanya pada rumah barunya hingga tidak peduli lagi pada dirinya sendiri?

Ia membuka pintu rumah itu pelan-pelan dan mencari seseorang. Ia tidak mendapatinya di ruang depan itu artinya dia ada di samping ruangan itu. Ia berjalan perlahan dan mendapati wanita itu tertidur begitu lelap di sebuah meja mahogani. Satu tangannya menjadi bantal dan tangan yang satu memegang kuas. Damario memperhatikan sekeliling meja dan mendapati beberapa lukisan indah berserakan. Bahkan ada yang jatuh dilantai. Lukisan-lukisan itu sangat indah. Dan sebuah lukisan menarik perhatiannya. Dilukisan itu, tampak seorang pria tampan tengah berbaring sambil membaca buku. Itu wajahnya. Salah satu sudut bibir Damario terangkat. Lukisan itu tampak nyata. Pandangannya teralih pada si pelukis yang wajahnya penuh cat air berwarna-warni. Damario mengambil kamera di lemari kaca dan mengambil gambar langka itu. Ia mengibas-ngibaskan selembar foto lalu meletakkannya di saku celana. Ia mendekati wanita itu dan mengecupnya.