Hello semuanya.
Happy reading!
____________
New York City.
"Apa kalian tahu kabar Danu sekarang?." Tanya Aaron dengan serius.
"Aku belum menghubungi nya dalam beberapa hari ini." Jawab Ansel sebelum dia menyesap minuman kesukaannya yaitu Brandy.
"Terakhir kali aku menelponnya, dia sedang berada di London sekarang." Jawab Aiden sambil menekan rokoknya di atas ashtray atau asbak.
"Benarkah? Berarti dia sudah kembali lagi ke London setelah pergi ke Swedia untuk berburu aurora." Ucap Ansel terkejut.
"Ahh.. Pasti karena obsesinya pada photography yang semakin parah dari hari ke hari." Ucap Aaron sambil mendengus tidak percaya.
"Dia benar-benar serius dengan hobby nya yang satu itu." Ucap Axton dengan salut.
"Katanya hobby memotret nya itu dia dapatkan saat dia masih di sekolah menengah dulu." Ucap Aaron dengan wajah yang serius.
"Ohh.. Itu karena mantan pacarnya yang terlalu cantik jadi dia selalu ingin mengabadikan momen berharga itu dan salah satu caranya adalah dengan photo." Ucap Ansel dengan santai.
"Dia punya mantan yang cantik?!." Tanya Aaron dengan terkejut.
"Kenapa kau sangat terkejut?." Tanya Aiden sambil menatap Aaron dengan tatapan heran.
"Aku pikir Danu sama sekali tidak tertarik dengan wanita karena kita semua tidak pernah melihatnya berkencan dengan seorang wanita." Jawab Aaron sambil menatap Aiden.
"Tentu saja dia pernah berkencan. Dia itu pria normal." Ucap Aiden sambil tertawa.
"Syukurlah kalau Danu adalah pria yang normal." Ucap Aaron sambil tertawa.
"Memangnya kalau tidak pernah berkencan dengan seorang wanita, seorang pria bisa dianggap tidak normal? Yang benar saja, bro. Aku juga tidak pernah berkencan tapi aku adalah pria yang normal." Ucap Ansel dengan penuh protes.
"Tentu saja akan dianggap seperti itu. Bagaimana kami dapat menilai apakah kau pria yang normal atau tidak jika kami tidak pernah melihatmu berkencan dengan seorang wanita." Ucap Aaron dengan serius.
"Hey.. Ayolah, bro. Aku tidak berkencan bukan berarti aku tidak tertarik dengan wanita. Aku hanya lebih suka hubungan yang panas tanpa adanya ikatan sama sekali." Ucap Ansel dengan cengiran lebarnya.
"Kau juga harus cek kesehatan ke rumah sakit nanti." Ucap Axton sambil menatap Ansel.
Sontak Aaron dan Aiden langsung tertawa terbahak-bahak karena komentar Axton yang menurut mereka sangat lucu. Sebenarnya mereka semua sudah tahu kalau Ansel adalah pria yang hanya suka bersenang-senang dengan wanita daripada menjalin sebuah hubungan yang serius atau terlibat dalam sebuah komitmen.
Mereka hanya mau mengganggu adik kecil mereka yang kini sudah beranjak dewasa. Dulu saat mereka pertama kali bertemu dengan Ansel. Mereka semua sangat terkejut dengan umur Ansel yang sangat muda. Pria itu berhasil masuk ke dunia perkuliahan saat dia masih sangat muda karena kepintaran yang dia miliki.
Hanya saja perilakunya sangat jauh sekali dengan kepintaran yang dia miliki sehingga seringkali orang-orang jadi merasa takut pada Ansel jika suatu hari nanti dia malah akan menyalahgunakan kepintaran yang dia miliki untuk hal-hal yang buruk.
Namun nampaknya ketakutan orang-orang benar-benar terjadi. Buktinya saja sekarang dia malah mendirikan banyak klub malam yang paling besar dan mewah di beberapa negara yang ada di dunia ini daripada membangun bangunan-bangunan indah yang mungkin bisa menjadi sejarah baru dunia di masa depan.
Itulah kenapa dia dianggap sebagai produk gagal dari keluarga besar Ritchie yang terkenal akan reputasi serta kehormatan yang sangat luar biasa tinggi berkat kemampuan mereka mendesain bangunan-bangunan bersejarah di seluruh dunia tapi bukankah Ansel juga mencetak sejarah baru untuk keluarganya?.
"Dasar kalian ini." Ucap Ansel sambil mendengus kesal.
"Bro, apa Danu bilang padamu kapan dia akan kesini lagi?." Tanya Aaron pada Aiden.
"Dia bilang padaku kalau dia akan kembali kesini namun dia belum bisa memastikan kapan." Ucap Aiden lagi setelah meneguk habis Whiskynya.
"Aku merasa sangat kasihan padanya karena hidup dalam peraturan ketat keluarga nya." Ucap Aaron dengan prihatin.
"Dia sebenarnya punya pilihan." Ucap Axton setelah menghembuskan asap rokok yang ada di dalam mulutnya ke udara.
"Aku rasa tidak. Dia tidak memiliki banyak pilihan dalam hidupnya." Ucap Aiden tidak setuju.
"Kenapa dia tidak punya banyak pilihan dalam hidupnya?." Tanya Ansel penasaran.
"Dia adalah anak laki-laki satu-satunya dalam keluarganya. Keputusan orang tuanya untuk keluar dari lingkungan kerajaan saja sudah membuatnya berada didalam posisi yang sulit dan ditambah lagi dengan tekanan dari paman dan bibinya karena dia adalah generasi penerus yang tidak boleh melakukan hal-hal ceroboh atau merugikan nama keluarga besar ayahnya." Jawab Aiden dengan rinci.
"What the hell.." Ucap Ansel dengan nada tidak percaya.
"Aku tidak bisa membayangkan jika aku lahir di dalam keluarga seperti itu." Ucap Aaron yang tiba-tiba merasa ngeri saat membayangkan kehidupan Danu.
"Tapi menurutku dia bisa saja memilih untuk menjalani kehidupan yang dia inginkan karena dia bukanlah anggota keluarga kerajaan lagi. Orang tuanya sudah memutuskan untuk keluar dari lingkungan itu saat mereka menikah dulu jadi Danu berhak melakukan apapun yang dia inginkan tanpa perlu memikirkan reputasi nama keluarganya." Ucap Axton dengan serius.
"Benar juga." Ucap Aaron setuju.
"Apapun keputusan nya, kita hanya bisa mendukungnya sebagai teman." Ucap Aiden dengan bijak.
"Ya, kau benar." Ucap Ansel setuju begitu juga dengan Axton dan Aaron.
"Ax, bagaimana kelanjutan cerita mu tadi. Kau sama sekali belum menyelesaikan cerita mu." Ucap Aaron tiba-tiba.
"Kau sangat penasaran sekali dengan kehidupan pribadi Axton." Ucap Ansel sambil terkekeh.
"Kapan lagi kita bisa mendengar Axton banyak berbicara." Ucap Aaron sambil tersenyum lebar hingga gigi putih dan rapinya terlihat.
Aiden menatap Axton sambil tersenyum miring. Kalau melihat dari ekspresi wajah Axton, sepertinya pria itu enggan melanjutkan cerita masa lalunya yang mungkin masih terasa sangat menyakitkan untuk dia ingat kembali. Walaupun Axton terlihat kuat dan menyeramkan namun terkadang dia juga ingin menangis dan berkeluh kesah pada seseorang.
Sesempurna apapun dia di mata orang lain, tetap saja dia hanyalah seorang manusia biasa yang punya banyak sekali dosa. Dia tidak sesempurna yang orang lain bayangkan. Dia punya banyak kelemahan yang kebetulan tidak pernah dia tunjukkan pada orang lain. Dari kecil sampai sekarang, dia selalu dituntut untuk bersikap sempurna demi nama keluarga besarnya.
Mungkin hal itu juga yang membuat Axton menjadi orang yang dingin dan tak banyak mengekspresikan perasaannya secara terang-terangan pada orang lain. Dia cenderung menutup dirinya rapat-rapat agar menghindari kesalahan yang mungkin bisa saja dia lakukan tanpa sadar. Apapun yang terjadi, dia harus selalu ingat bahwa reputasi keluarga berada diatas segalanya.
"Baiklah." Ucap Axton sambil mengangkat salah satu alisnya ke atas.
"Wow, bro." Ucap Aaron dan Ansel dengan kagum dan terkejut.
"Tidak ada salahnya membahas masa lalu." Ucap Axton dengan santai lalu menyelipkan sebatang rokok di antara bibir atas dan bawah tipisnya.
"Kau banyak berubah, bro. Keren!." Ucap Ansel dengan bangga.
"Aku banyak belajar dari sifat kalian semua dan mengambil semua hal baik yang masuk akal untukku." Ucap Axton setelah menghembuskan asap rokok yang ada di dalam mulutnya ke udara.
"Cara berpikir orang jenius memang berbeda, sangat berbanding terbalik dengan orang bodoh yang ada disekitar kita." Ucap Aaron dengan sambil melirik Ansel.
"Iya, contohnya kau." Ucap Ansel sambil tertawa.
"Sebenarnya tidak ada manusia bodoh di dunia ini. Yang ada itu manusia malas. Manusia kurang pendidikan. Manusia yang tidak mau belajar dari kesalahan dan manusia yang menganggap diri mereka lebih hebat dari orang lain padahal kenyataannya tidak." Ucap Aiden.
"That's right." Ucap Axton setuju.
"Aku bangga punya teman seperti kalian." Ucap Ansel dengan bangga dan terharu.
"Tapi kami malu punya teman sepertimu." Ucap Aaron sambil menatap Ansel.
"Kenapa malu?! Aku tidak pernah melakukan hal yang aneh kok!." Ucap Ansel yang tidak terima dengan perkataan Aaron.
"Kami malu karena kau selalu mengadakan pesta dan berakhir dengan masuk headline news karena kau selalu membuat kekacauan yang melibatkan kami saat sedang mabuk!." Ucap Aaron dengan emosi.
"Hah, aku tidak ingat, bro. Hehehe." Ucap Ansel sambil cengengesan tanpa rasa bersalah.
"Maka dari itu hilangkan lah kebiasaan burukmu itu! Kau benar-benar sangat menyusahkan kami!." Ucap Aaron dengan kesal.
"Bahkan sampai sekarang, aku masih mengingat dengan jelas saat dimana media menyerangku dengan berita kencan palsu saat aku berada di club malam milikmu karena kau meneleponku malam itu." Ucap Aiden saat dia mengingat kembali masa kelam miliknya.
"Ah itu, hahaha." Ucap Aaron sambil tertawa dengan keras.
"Hey ayolah, bro. Aku kan sudah minta maaf padamu dan menghapus semua berita negatif itu dari namamu." Ucap Ansel dengan nada yang terdengar takut.
"Memang sih.. Tapi tetap saja orang-orang yang telah membaca berita palsu itu pasti masih mengingat dengan jelas rumor palsu itu." Ucap Aiden sambil memegang dadanya yang mendadak sakit.
Bukan sakit karena penyakit atau hal aneh lainnya ya. Dia menyentuh dadanya karena dia masih sakit hati dengan media yang memberitakannya dengan sangat kejam bahkan sampai sekarang dia masih trauma dengan wartawan maupun media sosial. Kejadian itu benar-benar membekas didalam hatinya sampai-sampai dia trauma pada flash kamera atau apapun itu yang berhubungan dengan media.
"Aku juga tidak bisa melupakan hal itu." Ucap Axton yang ternyata juga merasa trauma dengan kejadian itu.
"Hahaha, bahkan aku juga merasa trauma sekarang." Ucap Aaron sambil tertawa.
"Oh c'mon, bro. Kejadian itu sudah sangat lama sekali. Kenapa kalian masih mempermasalahkannya sampai sekarang?." Ucap Ansel dengan gemas.
"Kejadian itu sangat melukai harga diriku sebagai seorang laki-laki sejati." Jawab Aiden dengan kesal.
_____________
To be continuous