"Semuanya sudah mabuk, Roiyan, kau juga minum sangat banyak, aku akan mengantarnya pulang," Xun menatap sambil membawa tangan Neko. Neko tampak terdiam memegang perutnya.
"(Sial... Aku hanya minum satu gelas besar itu saja dan kenapa ini benar benar membuat ku mual.)"
"Ayo Luna, aku akan mengantar mu," Xun menatap ponsel nya tapi ia terkejut. "Astaga, ini sial, taksinya butuh perjalanan kemari ternyata... (Aku harus tetap mengantar nya.... Aku ingin mengantar gadis cantik ini.)"
"Aku bisa pulang sendiri, aku hanya butuh mobil," kata Neko sambil mendorong Xun yang mulai merangkulnya tadi.
"Aku bisa mengantarmu dengan mobil," Roiyan memegang bahunya.
"Tidak perlu," Neko menyingkirkan tanganya, dia juga melirik Roiyan dengan kesal.
". . . Aku tahu Boss Beum tak ada tadi, maafkan aku... Sepertinya dia sedang sibuk tadi," kata Roiyan yang menatap meyakinkan Neko.
"(Apa Luna sedang mencari Bos? Kenapa dia ingin bertemu dengan Bos yang sibuk?)" Xun menatap menjadi curiga.
"Kau punya pekerjaan besok kan Roy, sepertinya taksi nya akan terlambat," Xun melihat ponsel nya.
Lalu mendadak saja, muncul Pei Lei berlari mendekat.
"Taksiku sudah tiba, aku akan mengantarmu Luna, kemarilah bersamaku," ia menatap dan mendekat.
"Pei Lei, apa kau mau menjauh dari sini?" Xun langsung mendekap Neko.
". . . Luna sedang mabuk sekarang, apa kau akan membiarkan nya menunggu taksi lama, taksi sudah menunggu lama, cepatlah," Pei Lei langsung menarik tangan Neko membuat Neko berjalan mengikutinya dengan lemas. Xun dan Roiyan hanya menjadi menatap mereka pergi.
"(Sial.... Lagi lagi Pei Lei... Aku benar benar kesal padanya,)" Xun menjadi kesal lalu ia mendengar Roiyan memanggilnya. "Hei."
Membuat nya menoleh pada Roiyan yang ada di samping nya. "Kau tadi hampir membuat Luna kesal, kau seharusnya tidak membuat nya mabuk."
"Apa yang terjadi? Bukankah jika dia mabuk, kita bisa melakukan apapun padanya, seharusnya Pei Lei yang polos itu tidak mengantar nya, aku jadi tak bisa menikmati gadis itu secara mabuk."
"Kau menganggap seperti gadis itu tidak perawan saja," Roiyan menatap tajam.
"Semua wanita tidak perawan kecuali mereka dapat melahirkan bayi hahaha.... Sial, aku juga hampir mabuk, aku akan pulang saja," Xun berjalan pergi meninggalkan Roiyan masih di sana.
Roiyan menatap langit langit, dia lalu menyalakan rokoknya dan menghela napas rokok itu ke atas menandakan dia lelah dengan masalah hidup nya. "(Amai... Sebenarnya, kau ada dimana? Apa kau harus membuat ku berpikir bahwa Luna adalah kau....)"
--
"Kau dingin, Luna," Pei Lei memberikan jasnya kepundak Neko yang duduk di taksi sampingnya. Neko terlihat lemas sedikit mabuk. "Ha.... Aku lebih cepat pulang karena kau, mungkin aku harus berterima kasih," Neko menatap.
"Tidak apa, Senior Xun memang selalu seperti itu, dia memang membuat orang baru harus mabuk dan dia akan mengantar orang itu dan kita tahu apa yang terjadi selanjutnya," kata Pei Lei.
". . . Lalu, kau juga begitu?"
"E... Aku tidak pernah melakukan itu," Pei Lei langsung menggeleng panik.
"Benarkah begitu?" Neko melirik dengan senyum kecil membuat Pei Lei terkejut melihat senyum itu tapi mendadak Neko memegang perutnya.
"Luna, kamu baik baik saja?" Pei Lei langsung khawatir.
"Ini baik baik saja, aku hanya tidak kuat dengan alkohol yang sebanyak itu," Neko juga menutupi mulutnya.
"Kau ingin muntah, aku bisa meminta supir untuk menghentikan mobilnya-
"Ini baik baik saja, hanya tahan aku," kata Neko menyela nya.
Pei Lei terdiam, dia lalu menelan ludah dan memegang bahu Neko dengan kata lain, dia merangkul Neko di dalam mobil itu.
"Luna, ngomong omong Luna, apa Kau punya keluarga?"
"Tidak ada, kenapa bertanya begitu?"
"Hm... Tidak apa apa, dari awal kau masuk kau bahkan sudah menarik semua perhatian karyawan, itu benar benar bisa dibilang hebat..." kata Pei Lei, tapi ia merasa Neko diam lalu menoleh, rupanya Neko tertidur. "(Dia sungguh tidur,)" Pei Lei mendekat menatap wajah Neko. Tapi tiba tiba saja taksi berbelok membuat kepala Neko tergeser tidur di bahu samping dada Pei Lei yang terkejut.
"Um... Luna... Dimana rumah mu, Luna.... Aku benar benar tidak tahu dimana kamu tinggal," Pei Lei sedikit membangunkan nya.
". . . Hanya dekat di sini, apartemen selatan," balas Neko.
Tak lama kemudian, sampai di apartemen yang besar. "Ini... Apartemen Luna," Pei Lei terdiam ketika keluar dari mobil.
Lalu supir taksi memanggilnya. "Tuan, tidakkah kau mau membawa pacar mu ini?" dia menunjuk Neko yang masih tertidur di bangku tengah.
"E... Dia bukan pacarku," Pei Lei mengambil Neko perlahan dan seketika menggendong Neko di dada.
"Kau begitu ringan Luna," kata Pei Lei sambil membawanya masuk ke apartemen Neko.
"Ugh...(Aku tak pernah semabuk ini,)" Neko menurunkan tubuhnya membuat Pei Lei terkejut.
"Luna, bertahanlah sebentar, Aku akan mengantarmu ke kasur," ia kembali mengangkat Neko. Namun Pei Lei terkejut melihat dada Neko yang terhiasi kalung setengah hati berwarna hijau yang terbuka sedikit karena kancing kemejanya terbuka. Pei Lei mencoba menahan dirinya dan mendorong Neko. Tapi hal itu membuat Neko akan terjatuh.
"Hah.... Luna!" Pei lei terkejut dan menahan pinggang Neko. "(Apa yang kulakukan?)" ia kembali membawa Neko ke kasur. Neko dibaringkan dan langsung tertidur. Pei Lei terdiam melihatnya, lalu tangan nya mengusap pipi Neko. "(Gadis yang hebat, minum gelas besar sialan dari Xun dalam semalam,)" ia tersenyum sendiri dan mendekatkan wajahnya melihat dari dekat wajah Neko.
"(Kulit yang begitu lembut dan bersih, bibirnya begitu menggoda... Ini benar benar berbeda dari yang lain nya,)" Pei Lei menatap, dia menyentuh bibir Neko dan mengelusnya perlahan membuat pemandangan dari bibir yang menggoda.
Di saat itu juga, dia ingin mencium Neko, sudah sangat dekat memegang dagu Neko.
Tapi mendadak Neko memiringkan diri tidur membelakangi nya. Pei Lei terhenti dan berdiri, ia tak jadi melakukanya dengan tubuh gemetar.
"(Apa yang baru saja ingin aku lakukan, aku hampir saja mau melakukan nya, aku.... Aku tidak bisa melakukan ini,)" dia menggeleng mencoba mengendalikan tubuhnya lalu berjalan keluar.
Tapi ia berhenti berjalan dan melihat ke sebuah rak besar hingga tingginya ke langit langit dan rupanya rak itu adalah rak buku yang sangat banyak. "(Luna, suka membaca? Jika dilihat, apartemen ini juga begitu besar dan tidak main main, apakah dia memang benar tinggal sendirian di apartemen sebesar ini?)" ia bingung lalu menoleh ke Neko yang terlihat tidur, ia kemudian berjalan pergi.
Dibalik itu rupanya Neko masih membuka matanya, ia seperti tak memiliki ekspresi mabuk. Tapi ia bangun duduk dan berjalan ke kamar mandi sambil memegang perutnya, hingga ketika sampai di wastafel, dia memuntahkan semuanya.
"Akh, cough.... Sialan.... Jika ini bukan karena aku harus pura pura meminum nya, aku juga tak akan sudi meminum alkohol murahan," ia mengusap bibirnya dengan menatap ke kaca wastafel bahwa wajahnya sedang kesal saat ini.
Ketika keluar dari kamar mandi, ponselnya berbunyi dari meja sofa membuat nya menganbilnya. Rupanya panggilan dari Kim membuat nya harus menerima nya.
"Nona Akai, apa anda sudah ada di apartemen?" tanya Kim melewati panggilan ponsel.
"Ya, aku sudah ada di sini."
"Bagaimana? Aku sudah meminta Jun dan Hyun untuk memberikan fasilitas kesukaan anda agar anda nyaman di sana," kata Kim.
Neko terdiam bingung dan melihat sekitar hingga ia melihat tempat itu rapi dan bersih dan ada juga rak besar tadi yang dilihat oleh Pei Lei.
"Hm.... Baiklah, kerja yang bagus," Neko membalas.
"Haha, syukurlah, baiklah, aku permisi," Kim menutup panggilan.
Neko kembali terdiam, dia lalu mengingat sesuatu, ia ingat saat Pei Lei akan mencium nya tadi.
"(Kau pikir kau siapa.... Ingin menyentuh ku begitu saja....)" Neko memasang wajah tambah kesal.
Lalu ia menoleh ke pintu balkon kaca yang memperlihatkan balkon luar. Ia lalu berjalan ke sana dan melihat kota luar yang malam dengan permen yang ia buka bungkusnya.
Ia benar benar keluar di balkon teras sambil mengemut permen tusuknya. "(Akan segera kudapatkan itu, museum itu, oh sebentar, aku akan mendapatkan gedung kekuasaan museum, dan soal Matthew, aku benar benar belum bertemu dengan nya ha...)" ia melamun dan menjadi kesal sendiri, dia lalu memegang matanya.
"Sangat sakit... Memakai kontak lensa membuat ku sangat sakit," dia langsung melepas kontak lensa itu dan membuang nya begitu saja.
Di saat itu juga, mata miliknya meneteskan air, tapi itu bukan air tetapi darah.
Darah yang mengalir dari mata kirinya. Membuat pipinya harus teraliri darah bercampur dengan air mata.
Wajahnya biasa saja sambil masih mengemut permen nya, lalu menutup matanya merasakan angin malam yang menerpa rambut nya.
"(Aku benar benar harus berpikir apa memang nya, dari awal aku ke gedung kekuasaan, aku tak menyangka akan bertemu dengan lelaki itu, tepatnya putra pertama Tuan Ezekiel, aku dari dulu memang tidak mengharapkan nya, dia juga yang membuat ku terusir saat itu, kau yang dulu menganggap ku gadis buatan menjadi menginginkan ku menjadi gadis yang masuk dalam kartu keluarga nya, bagaimanapun juga, aku sama sekali tak membutuhkan kata dari keluarga.)"
Lalu tak sengaja melihat seorang gadis keluar dari dalam dan juga berdiri di balkon teras, Neko tak sengaja melihatnya dari atas, karena apartemen gadis itu ada di bawah sampingnya.
Gadis itu menutup telinganya dengan headset. Ia tampak menikmati musik nya dengan menggoyang pelan kepalanya.
Mata dari gadis itu sangat cantik dan kulitnya begitu pucat, meskipun begitu, senyum yang dia buat untuk dirinya sendiri menjadi menghiasi bahwa dia begitu manis dan cantik.
"(Kulitnya pucat, dia pastinya sedang sakit,)" Neko masih tetap melihatnya.
Gadis itu memang seperti mendengarkan musik. Dia bahkan tak sadar bahwa Neko melihat nya.
Tapi Neko hanya menatap dingin dia. "(Tak peduli,)" ia berjalan masuk kembali.
Dan ketika merasakan sesuatu, ia bingung dan menengadah melihat apartemen atas. Tak ada orang sama sekali. "(Aneh, aku tadi merasa ada yang melihat ku?)"