webnovel

Chapter 55 The Worked Hard

"Jadi apa yang bisa ku bantu?" Dokter menatap.

"Ha, hatiku, hatiku terus saja berdegup dari kemarin," kata Yechan menunjukan dada nya.

"Hm -_-... Apa maksud mu, tubuh mu bugar begitu tidak mungkin jantungan kan?" Dokter menatap tak percaya.

"Um... Tapi... Itu terus saja membuat ku tidak nyaman."

"Hem... Baiklah, sebaiknya kita x-ray saja kalau begitu," kata Dokter.

Tak lama kemudian, dokter menujukkan hasilnya. "Ini semua normal, tidak ada penyakit dalam hatimu," Dokter melihat hasil x-raynya

"Tapi, aku benar benar merasa hanya di area ini saja. Muncul tidak menentu dan rasanya lemas jika jantung ku berdegup begitu."

"Hem... Apa kau melihat seseorang dan hatimu berdegup begitu?"

Seketika Yechan terkejut mengingat Neko, ia langsung memegang dadanya. "Ugh.... Sekarang muncul lagi... (Oh astaga.... Kenapa ini sangat aneh...)"

"Baiklah, kalau begitu itu arytmia," kata dokter.

"Arytmia!!" Yechan menjadi terkejut.

Lalu setelah itu dia keluar dengan kecewa dan terdiam melihat Neko yang terkerubung perawat perawat itu yang mencubit pipinya dan memegang helaian rambutnya sementara dia sendiri mencoba memberontak.

Lalu menoleh ke Yechan. "Yechan.... Tolong aku," ia menatap.

Yechan terdiam kaku melihat itu.

"Haha, kamu benar benar sangat manis dan lucu," Perawat perawat itu terus mengunek unek Neko yang mulai terganggu.

"(Apa yang aku lihat ini... Mereka itu perempuan...) Ehem... Akai..." Yechan mengulur tangan, Neko terdiam menatap wajah Yechan.

Mereka sama sama menatap tapi ada tangan perawat itu yang mencubit pipi Neko membuat wajah yang imut dan Yechan yang melihat nya menjadi tertawa.

"Pwahaha..." tapi tiba tiba jantung nya berdebar lagi membuat nya terpaku dan langsung berlutut. "(Akhhh.... Kenapa terjadi lagi.... Kenapa setiap kali melihat wajah Akai aku menjadi begini, jantung, berhentilah bersikap begini....)"

Yechan yang berlutut membuat semua terdiam menatapnya termasuk Neko dan para perawat itu.

"(Apa yang sedang dia lakukan, dia membuat malu....)"

Hari selanjutnya, Yechan menatap Neko yang memakai pakaian celana hitam panjang dan kemeja putihnya lalu menoleh ke Yechan. "Kenapa diam saja?"

"Um.... Apa yang mau kamu lakukan?"

"Kita ke kampus..."

"Eh, tapi, kondisi mu."

"Aku sudah lebih baik.... (Aku harus segera menyelesaikan hal ini, aku harus cepat menemukan orang dari Cheong itu, jika tidak, aku akan kehilangan nya dan Chairwoman mengamuk padaku.)"

"Kamu yakin, Akai?" Yechan menatap masih ragu, seketika Neko menatap tajam membuat Yechan terpaku.

Lalu Neko melempar kunci dan Yechan menangkap nya.

"Kendarai mobilku, ayo cepat pergi," kata Neko berjalan duluan.

Sesampainya di kampus, Yechan keluar dan melihat Neko di dalam, tapi ia terkejut karena tak ada Neko. "Hah?! Kemana Akai?!" ia melihat sekitar dan rupanya Neko sudah berjalan duluan.

"Akai... Tunggu!" ia berjalan mengikutinya. Tapi Neko terdiam dan langsung menoleh.

"Yechan, ada apa?" Neko menoleh bingung.

". . . Kamu... Kamu masih terluka..." Yechan menatap khawatir.

Neko terdiam dan menaikan lengan kemeja di bagian tangan kirinya. "Lihat ini, aku sudah baik baik saja," dia menunjukan lengan nya yang terperban dan tertutup lengan panjang nya.

"Bukan hanya itu, tapi.... Bagaimana dengan luka dalam mu?"

". . . Ini baik baik saja.... Aku sudah bisa bernapas dengan baik," balas Neko sambil memegang bagian bawah dada nya. "Sudahlah, kita berbeda kelas, jadi sampai jumpa," Neko berjalan pergi begitu saja membuat Yechan masih terdiam.

"(Akai... Ada apa sebenarnya...)" dia terdiam, lalu menoleh ke taman dan kebetulan melihat bunga mawar yang hampir tumbuh bersamaan.

"(Oh, ini musim mawar.... Oh benar, aku punya mawar yang aku tanam di rumah, pasti sudah mekar, aku dari kemarin belum melihatnya karena di tempat Akai, mungkin nanti,)" pikirnya.

Setelah selesai kampus, Neko tampak berjalan dengan suram. "(Ha... Mereka benar benar membuat ku terganggu.... Aku jadi tidak bisa menemukan orang yang berhubungan dengan Cheong...)" ia menghela napas panjang pasrah.

Di saat itu juga Yechan datang. "Akai... Aku tahu kamu akan keluar jam segini," dia mendekat dengan ceria.

Neko hanya biasa saja sambil berjalan.

"Um.... Akai, apa hari mu buruk?" Yechan menatap, lalu Neko berhenti berjalan dan menatapnya.

"Aku.... Ha.... Cukup sulit jika keinginan tak sesuai takdir...." kata Neko, lalu dia berjalan pergi membuat Yechan masih terdiam. "(Aku tahu, dia mungkin sedang mengalami hal yang tidak sesuai dengan dirinya.)"

Di rumah, Neko terdiam menghela napas panjang sambil duduk di sofa, dia kembali menatap langit langit. "(Jika di pikir pikir... Kenapa aku tidak sama seperti mereka... Kenapa aku tidak bisa tertawa bersama banyak orang yang bersikap ramah bahkan padaku sekalipun, bagaimana caraku merubah ini semua, tidak, aku tidak perlu mengubah ini sendiri, yang aku butuhkan hanyalah seseorang yang membuat ku takut dan berpikir bahwa semua orang jelas berbeda,)" pikirnya, dia menutup mata.

Sementara itu Yechan ada di rumahnya, dia berjalan ke halaman rumahnya dan seketika tersenyum senang karena dia memiliki kebun kecil yang hanya berisi bunga cantik, yakni mawar putih yang begitu cantik.

Mawar putih itu benar benar langka di tempat itu. "Akhirnya kalian mekar, benar benar sangat susah untuk membuat kalian tumbuh," dia berlutut menatap, lalu melihat di tangkai bunga bunga itu ada banyak duri.

"Hm..." ia terdiam dan di saat itu juga, secara tiba tiba dia langsung memikirkan wajah Neko membuat nya berwajah merah memegang dada nya.

"(Astaga... Jantung ku,)" dia mengalami jantung berdebar lagi. "(Apa aku trauma? Kenapa aku belum menemukan jawaban dari sakitnya jantung ku, berdebar tidak beraturan... Aku benar benar sangat takut,)" dia cemas, tapi ia kembali menatap ke mawar itu dan tersenyum kecil.

"(Kebetulan Akai sedang kesal akan harinya, mungkin aku bisa memberikan beberapa bunga ini...)" pikir Yechan. Lalu dia mengambil sarung tangan kuat dan mengambil beberapa tangkai bunga mawar itu dan di saat itu juga ibunya datang. "Yechan, ayo ke ladang," tatapnya.

Tapi ia bingung melihat putranya itu sedang menatap sesuatu. "Apa yang kau lakukan?" tatapnya.

"Ah ibu, bagaimana caranya membuat tangkai bunga yang cantik?" Yechan menatap.

"Oh jadi ini musim mawar,  sini, biar ibu tunjukan caranya," Ibunya mendekat.

Di sisi lain Neko masih terdiam di tempatnya.

"(Kenapa.... Kenapa aku sangat susah menemukan mu?)" dia memikirkan Matthew dan langsung menggigit bibirnya sendiri dengan banyak pikiran.

"(Tujuan ku kemari, aku bekerja keras kemari karena untuk mencari mu.... Aku ingin mencari mu, dan harus aku katakan, aku merindukan mu... Matthew....)" Neko menatap kecewa, hingga ada suara. "Woof!" Suara Dongsik yang berlari mendekat dan langsung mendekat, anehnya dia membawa setangkai mawar merah di bibirnya.

Neko terdiam, dia melihat mawar itu dan Dongsik duduk di depan nya, tepatnya di bawah sofa.

Neko terdiam mengangkat satu alis ketika melihat bibir Dongsik agak berdarah, ia lalu mengulur tangan dan Dongsik memberikan mawar itu yang rupanya masih berduri.

"Ha.... Kau benar benar bodoh," Neko meletakan mawar itu di meja sofa dan melihat bibir Dongsik.

"Woof... Woof," Dongsik melepas tangan Neko dan menjilat bibirnya sendiri lalu berjalan pergi dari sana membuat Neko hanya menggeleng.

Tapi ia menoleh ke mawar merah itu. "(Kenapa? Apa maksud mu membawa mawar kotor?)" dia menatap tajam ke mawar itu, lalu mengambilnya perlahan meskipun dia juga terkena duri perlahan.

Ia mencium aroma mawar itu, mendadak saja dia membuka mata lebar karena mengingat wajah Matthew.

Ia langsung memegang kepalanya. "Sial..." dan meletakan mawar itu di meja sofa.

"(Jika aku harus melihat warna merah seperti itu, kenapa aku teringat perkataan nya... Perkataan yang tak akan pernah hilang,)" ia memegang kepalanya dengan kesal.

Mari ingat perkataan apa saja yang dikatakan Matthew soal warna merah.

"Neko, mata milik mu merah, itu terlihat sangat cantik."

"Aku suka pada warna mata milik mu, sementara aku membenci warna mataku."

"Apa kesukaan mu darah, kenapa kau menggigit leherku?"

"Permen milik mu, berwarna merah..."

"Bukankah merah cantik... Sama seperti mawar merah, yang penuh duri..."

--

"Sialan.... Hentikan itu...." Neko mengambil mawar itu dan langsung melemparnya di tempat sampah. "Sialan kau Matthew... Kau seharusnya tidak suka warna merah!!" dia bernapas cepat dengan aura kemarahan lalu menatap tangan nya yang berdarah karena duri mawar tadi.

Ia kembali kesal dan berjalan pergi dari tempat itu, tapi siapa sangka, ada yang membuka pintu.

"Akai, aku datang," rupanya Yechan yang datang dengan ceria.

Ia terdiam menatap Neko, Neko berdiri di hadapan nya karena tadi Neko ingin pergi.

". . . Apa?" Neko menatap tajam seperti tidak mau di ganggu.

"Em.... Un... Apa kamu tahu ini musim apa?" Yechan menatap.

". . . Jika kau tak ada bahan untuk di bicarakan yang lebih bagus, aku pergi," Neko berbalik akan masuk ke dalam tapi Yechan menghentikan nya.

"Tunggu Akai... Um... Kebetulan di rumahku, benda ini mekar jadi... Aku berikan untuk mu beberapa," kata Yechan dengan wajah merah, dia memberikan Neko mawar putih itu, mawar putih itu ada di vas kaca yang cantik dan transparan dengan air di dalam nya.

Neko terdiam menatap itu, tapi matanya terbuka lebar ketika baru tahu bahwa itu mawar putih.

"Ini Akai, oh aku akan meletakan di sini saja," Yechan masuk ke sana dan meletakan vas itu di meja dapur.

Nampak cantik dan begitu indah. Neko terdiam masih di tempatnya. "Kenapa kau memberikan ku warna itu?" tatap Neko.

"Ah, ada beberapa faktor kenapa aku lebih memilih mawar putih, selain melambangkan kesucian, dia juga merupakan mawar putih yang tulus, sangat bersih dan begitu baik, aku memilih ini juga karena kulit mu sama cantiknya dengan mawar putih ini," kata Yechan.

Neko terdiam. "Jadi... Kau suka kulit ku?" Neko menatap dengan datar.

"E... Um.... Aku tidak bisa mengatakan itu, aku tak pantas mengatakan itu, jadi... Um... Sampai jumpa...!" Yechan langsung berjalan pergi, Neko terdiam, ketika Yechan sudah pergi. Dia menatap mawar itu. "(Kulit ku?)"