"(Aku mungkin harus mulai bertanya sesuatu padanya.... Soal hal yang sangat aneh...)" Neko terdiam, dia lalu melirik ke Felix yang tampak fokus mengemudi, tapi siapa sangka, Felix menoleh padanya. "Kenapa? Kau ingin mengatakan sesuatu?" tatap nya.
". . . Kenapa.... Kenapa kau mengantar ku?" Neko menatap.
". . . Aku tidak bilang akan mengantar mu," kata Felix, seketika Neko terkejut. "Lalu?!"
"Mari kita lihat, apakah waktu bisa di buat habis hanya membuat kita mengobrol masing masing," tambah Felix. Di saat itu juga Neko terdiam, tapi mata milik nya melebar dan begitu berkaca.
"(Mengobrol?)"
"Oh aku baru ingat sesuatu, jika kau tidak suka uang milik seseorang, lalu kau lebih suka seseorang yang apa?" tatap Felix.
"Kenapa bertanya seperti itu?"
"Tidak kah kau punya seorang tipe?" Felix menatap.
". . . Hanya.... Seseorang yang ada, dan di takdirkan untuk ku apa adanya."
"Benarkah begitu, bagaimana jika kau mengingkari itu? Kau akan marah, kesal bahkan pada takdir mu sekalipun hanya karena memberikan seseorang yang begitu menjengkelkan."
". . . Itu hal yang wajar jika aku harus marah maupun kesal jika pemberian takdir tidak sesuai untuk ku..."
"Maksud mu, kau butuh proses? Jadi kau akan baik baik saja jika di siksa oleh orang pilihan takdir mu?"
". . . Berhentilah bertanya!! Kau seperti memprovokasi ku!!" Neko langsung kesal. Tapi suasana terdiam karena Felix juga terdiam, dia kembali fokus ke pandangan nya.
Hal itu membuat Neko terdiam tidak nyaman.
"(Apa dia baru saja melakukan yang aku bilang... Kenapa dia tidak tersenyum atau memasang wajah yang begitu enak di pandang... Haruskah aku bertanya sesuatu juga...?)" Neko terdiam ragu hingga ia bertanya. "Lalu..."
Mendengar satu kalimat itu saja membuat Felix langsung melirik padanya untuk mendengarkan.
". . . Lalu, bagaimana dengan mu... Apa tipe seseorang untuk mu?" Neko menatap, namun wajahnya agak malu dengan garis merah di bawah mata milik nya.
Di luar, ada seorang wanita tua duduk menjaga dagangan sayur nya di jalanan kecil. Tiba tiba ada mobil putih berhenti tepat di depan nya membuat nya terkejut langsung berdiri. "Tunggu, jika kamu parkir di sini, itu akan-
Di bersama kaca dari supir turun dan wajah suram menatap nya sambil memanggil. "Ma'am..." tatap Felix membuat wanita tua itu terkejut kaku.
"P... Pria muda.... E... Jika kamu.... Parkir di sini.... E... Aku hanya memperingati mu... Bahwa...." dia malah gemetar.
Lalu Felix bicara. "Apa yang kau punya?"
"Aku hanya menjual sayuran saja..."
"Kalau begitu aku ambil semua," kata Felix.
"Tunggu, ini hanya sayur...."
"Kenapa? Kau pikir aku tak punya seseorang yang dapat memasak?" Felix menatap tajam dan Neko yang ada di samping nya menjadi terdiam mendengar itu. "(... A... Apa maksud nya....)"
Lalu plastik penuh sayur itu di berikan padanya dari tangan Felix. "Kau bisa memasak bukan?" tatap Felix.
Neko hanya menerima itu dengan rasa bingung. Lalu Felix kembali menoleh ke wanita tua itu. "Ma'am, dimana tempat parkirnya?" ia sekali lagi menatap dengan suram di pandangan wanita tua itu yang kembali gemetar.
"Ad... Ada di sana...." dia menunjuk.
--
Tak lama kemudian, ada kucing hitam lewat dengan polos, tiba tiba tangan besar mengambilnya dan mengangkat nya ke atas membuat kucing itu ketakutan. "Bagaimana kau bisa ada di sini.... Kenapa kau jadi kucing?" ia menatap nya, sepertinya kucing itu dijadikan mirip dengan Neko.
"Aku ada di sini..." Neko menatap suram dengan ejekan itu, padahal dia ada di samping Felix.
Lalu Felix memberikan kucing itu padanya.
"Tidak mau!!" Neko menatap kasar.
"Baiklah, kau lihat, dia menangis karena di tolak oleh mu."
"Lepaskan kucing itu, dia ketakutan di tangan mu...." Neko melirik tajam sambil berjalan duluan meninggalkan Felix.
"(Sialan....Kenapa dia malah menghentikan mobilnya dan membuat kita berjalan begini... Apakah dia memang sengaja melakukan ini... Ck...)" Neko melajukan jalan nya dengan kesal. Langkah kaki nya yang cepat dengan buru buru dan mengira telah meninggalkan Felix dengan jauh, tapi rupanya tidak.
Felix bisa melangkah beberapa kali lipat dari langkah kaki Neko. Neko sekarang tak menyadari nya. "(Hm hm... Dia pasti sudah tertinggal,)" ia menoleh ke belakang tapi siapa sangka. Ia malah melihat perut yang begitu bidang dan besar di hadapan nya membuat nya terkejut menengadah.
"Gadis kecil, lain kali aku akan memberikan mu sepatu high," tatap Felix sambil menundukkan badan nya untuk mendekat ke Neko.
"Cih, pergilah dari ku!!" Neko berteriak kesal. Dia langsung berbalik dan berjalan pergi.
Felix terdiam, dia lalu mulai berjalan juga mengikuti nya, hingga ia melemparkan kalimat yang membuat Neko terdiam. "Lepas dari pernikahan yang tidak di pastikan oleh takdir, untuk apa sekarang sendirian?"
Seketika Neko terdiam kaku berhenti berjalan, dia langsung menoleh ke Felix dengan tatapan kaku. Sementara Felix memasang wajah datar, dia tampak seperti mengancam Neko.
"(Apa yang dia katakan... Kenapa... Kenapa kalimat nya... Kalimat nya sangat...)" Neko gemetar. Kenapa? Karena hal itu membuat nya teringatkan pada Beum yang bahkan juga sama mengerikan nya.
Lalu Felix berjalan mendekat dan menunduk menatap. "Akhirnya kau diam juga, gadis kecil."
"Apa yang barusan kau katakan? (Apa jangan jangan dia tahu soal aku dan Beum?)"
Felix berdiri tegak dan melihat sekitar. "Aku hanya mengatakan kalimat saja... Tak bermaksud apapun," kata dia, lalu berjalan ke samping yang rupanya mendekati mesin kotak penjual minuman.
"Bagaimana jika minum dulu," tatap nya.
Neko masih terdiam, dia lalu menggeleng.
"(Sebaiknya aku berpikir dia tidak mengetahui apapun.) Mustahil, kau tidak akan bisa membeli itu," Neko menatap.
Felix menjadi terdiam, dia lalu melihat di lubang penerimaan uang yang rupanya hanya bisa uang koin yang boleh masuk. "Sial... Jadi mesin ini tidak menerima kartu," dia melihat setiap celah.
"Hei, kau ada uang koin?" dia menoleh ke Neko yang terpaku. "Sekarang, itu terlihat seperti mu...."
"Seperti nya tak ada sesuatu di sini..." Felix bahkan juga melihat di celah bawah mesin kotak itu, tapi tak ada uang koin apapun, itu karena dia menggunakan kartu untuk menyimpan uang nya.
"Hei, soal tadi," Neko menatap dengan tatapan ragu.
Felix terdiam, dia lalu menyalakan rokoknya sambil mengatakan sesuatu. "Kau pasti sangat menyayangi uang mu."
"Tidak, bukan begitu," Neko menyela. Lalu Felix menatap nya, wajah Neko benar benar menahan sesuatu, dia agak memerah. "Soal itu tadi... Kalimat yang kau bicarakan itu..."
". . . Bukan begitu?" Felix menghadap nya dan berjalan mendekat sambil menjatuhkan rokok yang belum ia nyalakan tadi, dia memegang dagu hingga pipi Neko dengan tangan nya. "Aku melakukan apa yang kau inginkan, termasuk tidak tahu soal apa yang terjadi sebelum ini semua terjadi," kata Felix. "Kenapa kau memasang wajah itu?" tambah nya.
Seketika wajah Neko terpaku. Karena Felix mulai membuat nada dan kalimat yang memojok. "Apa kau ingin agar aku tidak mengetahui soal hubungan yang sangat keji dari viktor yang memaksa mu menjadi milik nya? Lalu kau hanya pasrah saja karena tidak bisa berpikir bahwa akan ada orang yang menyelamatkan mu dari takdir yang sudah tidak seharusnya," tatapnya. Dia terus dan terus mendekat hingga mencium bibir Neko.
"Ump... Tungg!!" Neko terkejut, ia terdorong kehilangan keseimbangan tapi Felix menahan pinggang nya dan langsung mengangkat Neko dengan masih berposisi mencium bibir dengan dalam.
"Tunggu!!" Neko menarik kepala nya sendiri dengan panik dan air liur yang terjatuh di antara bibirnya.
"Mengapa?"
"Apa yang sebenarnya kau lakukan!! Ini publik!!"
"Ha.... Kalau begitu, mari kembali ke mobil," kata Felix, lalu ia berjalan pergi.
"Tunggu, turunkan aku... Turunkan aku... Aku tidak mau!!"
--
Di sisi lain, tepatnya pada Matthew yang duduk di sofa rumah nya. Dia menghela napas panjang dan menyenderkan tubuhnya lalu menatap langit langit yang gelap tanpa lampu dengan pemikiran yang terus ada tanpa batas. "(Neko....)"
Di tangan nya, ada kalung liontin setengah hati berwarna merah yang masih bisa menyala.
"(Neko... Harus kau tahu.... Aku masih ingin lebih bersama dengan mu, maafkan aku jika sikap ku seperti ini, itu karena aku tak pernah di ajari soal hal yang seperti ini... Neko, aku mohon... Mengapa kau membuat ku begitu gila dengan banyak pemikiran ini...)" ia tampak putus asa.
Lalu melihat gelas cangkir di meja depan nya, dia akan mengambilnya dengan tangan yang gemetar, ketika akan meminum nya, mendadak, gelas itu langsung jatuh ke bawah dan pecah. Pecahan itu langsung mengenai kaki nya yang telanjang tanpa apapun.
Hal itu membuat nya terdiam dengan menggigit bibirnya sendiri. "Neko.... Neko... Kau membuat ku gila..." ia benar benar tak percaya dengan apa yang terjadi.
"(Ketika aku bertemu dengan nya, aku memiliki keinginan yang bahkan tak pernah aku sebut sebagai takdir yang di inginkan... Tapi mengapa.... Mengapa ketika aku melihat nya, keinginan ini menjadi terus muncul dan menghantui ku. Aku ingin mengenal mu dan terus mengenal mu, ingin membuat mu tetap mengingatku dengan memberikan apa yang kau mau, termasuk membiarkan mu memakan darah ku, menggigit leher ku berkali kali dan aku mencoba menahan tubuh ku agar tidak merusak mu... Tapi mengapa... Mengapa takdir berbicara lain, aku tahu kau menginginkan hal yang sama seperti ini... Tapi mau bagaimana lagi.... Aku tak mau kau kecewa lagi padaku, karena itulah aku lebih memilih membuat mu kesal padaku agar kau tahu, bahwa kita tidak ditakdirkan. Neko, kau adalah model ku, tapi kau juga bukan orang yang ditakdirkan bisa melihat apa itu model dalam tubuh mu. Suatu saat nanti kau akan tahu, bahwa aku selalu ingin kau si sisi ku, aku bahkan rela jika kau menghabiskan darah ku, aku ingin memeluk mu.... Tubuh ku ingin melakukan itu setiap kali teringat wajah mu... Wajah yang sungguh ingin aku sentuh.... Kau begitu menawan bagi semua orang, tetapi kau kecewa pada diri mu sendiri hanya karena beberapa orang mengira mu buruk.)"