"Aku sudah bilang kepadamu bukan, jangan cari masalah!" Negan menegur Acheline di lorong lobby.
"Haiz... Aku cuman ingin bersenang-senang," Acheline membalas.
"Bersenang-senang kepalamu, kau hanya akan menyusahkan kita semua!" Negan menyela dengan kesal.
Sementara itu...
TUK.....
Felix meletakkan aquarium kecil bulat di meja Neko yang sedang menggarap laptop. Neko menoleh dengan bingung.
"Apa yang kau lakukan?"
"Hanya menitipkan dia padamu," Felix membalas dengan datar lalu berjalan pergi.
Neko terdiam sambil menatap satu ikan oren yang manis di aquarium bulat itu. Ikan emas kecil yang juga menatap Neko dan berenang memutari aquarium itu.
Dia memandanginya sangat lama hingga menatap lebih dekat. "(Apa maksudnya memberikan ku ikan padanya... Apa dia aneh, apa hubungan nya dengan ikan...)" Neko terus menatap. Lalu ia melihat kotak kecil makanan ikan, ia mengambilnya dengan bingung, sebelumnya ia belum pernah memberi makan ikan lalu menuangkan sedikit di dalam air aquarium kecil itu.
Seketika ikan kecil itu makan dengan lahap dan memutar tubuhnya menandakan dia senang.
Neko kembali terdiam, namun ia tersenyum kecil. "Haha... Memuaskan sekali... Kau sangat lahap," dia menyukai ikan itu.
Tapi tiba-tiba ia masih teringat darah tadi. Hal itu membuatnya menggeleng.
". . . Apa yang terjadi... Kenapa aku menjadi seperti ini?" ia menutup mulutnya. Sepertinya ada sesuatu yang berhubungan dengan darah padanya. Ia berdiri dan berjalan pergi meninggalkan ikan itu membuat ikan itu terdiam kecewa ia ditinggal sendirian.
Neko berjalan ke kamar mandi kantor, dia menatap dirinya di depan kaca wastafel lalu mencuci wajahnya. "(Aku bisa gila... Aku bisa gila... Kenapa aku terus saja teringat akan darah... Hentikan semua ini...)" ia menggeleng sendirian.
Lalu setelah itu keluar dari kamar mandi tapi ia tak menyadari bahwa ia belum mengusap air di wajahnya sehingga terlihat wajahnya masih basah.
Hingga kebetulan bertemu Felix yang berjalan sendirian di lorong. Mereka saling menatap tapi Neko tak mempedulikan itu, dia berjalan akan melewatinya.
Namun Felix terdiam dan memandanginya, dia berhenti berjalan hanya untuk melihat Neko pergi meninggalkannya menjauh. "(Apa dia sadar bahwa wajahnya basah?)"
Hingga ada yang datang. "Choisung," rupanya Negan memanggil.
Felix menoleh dengan tatapan biasa dan tangan yang masih terselip di kantung celananya.
"Apa yang kau lakukan di sini?" Negan menatap.
". . . Aku masih tidak mengerti, apa yang membuat gadis itu menganggap ku sebagai penjahat?" Felix menatap belakang tempat Neko pergi tadi.
". . . (Dia masih memikirkan itu rupanya...) Mungkin kau terlalu menakutkan dan jelas membuatnya takut," kata Negan membuat Felix terdiam berpikir akan kalimat itu dan menganggap perlahan bahwa itu benar. "(Itu bisa saja...)"
---
"Akai... Apa kau mau membeli minum bersamaku?" tawar Acheline yang masuk ke ruangannya.
Neko terdiam sebentar dengan bingung dan ragu.
"Ayolah... Kita minum beberapa," Acheline menarik lengan Neko membuat Neko tertarik.
Terlihat Neko menunggu di luar supermarket lalu keluar Acheline di supermarket itu. "Lihat, aku sudah beli banyak bir kaleng."
". . . Apa kau akan minum sebanyak itu?" tanya Neko.
"Tidak... Tapi kita... Ayo... Tunjukkan aku apartemenmu, kita minum di sana," kata Acheline sambil merangkul Neko.
Di apartemen, Acheline membuka satu dan meminumnya di bawah kasur Neko. Sementara Neko terdiam membaca buku di sampingnya.
". . . Buku apa itu?" Acheline menoleh.
"Hanya pengetahuan umum saja."
"Jadi kau suka membaca buku, aku sudah bisa membayangkan kau punya banyak rak semasa hidupmu."
"Mungkin benar," balas Neko.
"Eh... Apa... Aku benar, aku hanya mengarang saja tadi," Acheline menjadi bingung. Neko juga menatap diam padanya.
"Ah... Hehe maaf... Ini minum."
". . . Aku tidak bisa."
"Kenapa, kau sudah membiarkan ku beli bukan sekarang kau harus meminumnya," Acheline menatap memelas lalu Neko menghela napas pasrah dan meminumnya.
". . . Kau tahu, aku sebenarnya bukan dari sini," kata Acheline.
"Maksudmu, bukan dari Korea ini?"
"Yah... Aku dari San Diego, orang tuaku sendiri menjualku di sini. Karena saat itu tertekan oleh kondisi lingkungan aku menjadi membunuh orang, aku membunuh pertama kalinya di usiaku yang masih muda yakni 8 tahun, setelah itu aku ditahan dengan penjagaan karena aku masih kecil. Rekan dari orang yang telah aku bunuh telah menuntutku.
Setelah mengurung diri selama 2 tahun di sana aku diambil Negan, dia yang membuatku bergabung dengan bos, dan lihat sampai sekarang, aku bisa membunuh sesukaku," Acheline menatap tapi itu membuat Neko terdiam.
". . . Jadi kau memutuskan untuk menjadi seorang kriminal, itu memanglah tidak salah. Dari awal seharusnya orang tuamu yang patutnya disalahkan, mereka tak mendidikmu dan malah membuangmu."
"Yup... Setelah itu aku membalas dendam membunuh mereka berdua," Acheline menyela dengan tampang tanpa berdosanya.
Neko hanya terdiam mendengarnya, dia hanya minum sambil fokus membaca.
"Btw, kau tidak banyak bicara sama seperti di kampus ya, bagaimana denganmu, kau berasal dari mana?" tatap Acheline. Lalu Neko terdiam dengan masih menatap ke bukunya.
"Aku tidak bisa menceritakan ini padamu."
"Ha... Kenapa, tak apa kan, aku juga bukan orang jahat."
"Ini rahasia untukku."
"Aku bisa menjaga rahasiamu, jangan khawatir," kata Acheline. Lalu Neko menutup bukunya.
"Aku tak bisa memberitahumu semuanya, hanya saja kisahmu sama seperti kisahku, mungkin hampir mirip dan lebih berbeda. Aku tidak ingat apapun dan yang aku ingat aku sadar bahwa aku telah membunuh banyak orang dengan suruhan seseorang. Mereka menjadikanku budak tapi yang membuatku aneh mereka sama sekali tak mau menyentuhku."
". . . Aku mengerti, itu lebih buruk dari apapun, mata milikmu itu apa itu asli, bagaimana itu muncul dan berwarna merah murni, selama ini tak ada orang yang berwarna mata merah."
"Entahlah, darah milik seseorang masuk ke dalam mata begitu saja.... dan dia..." Neko meremas bukunya dengan kesal memikirkan semua masa lalunya.
"Oh, ngomong-ngomong aku punya sesuatu," Acheline memberikan sesuatu. "Bos bilang aku diminta memberikan ini padamu," Acheline memberikan kado kecil pada Neko.
Neko hanya diam dan menerimanya. "Apa ini benar darinya? (Kenapa aneh sekali?)"
". . . Apa kau tidak mau tahu isinya?" tatap Acheline dengan penasaran.
"Tidak, aku bisa melihatnya nanti saja," balas Neko membuat Acheline terdiam.
"Kalau begitu bisa aku menginap di sini-
"Tidak," Neko langsung menyela membuat Acheline terpaku, hingga ia kecewa. "Baiklah... Kalau begitu terima kasih, aku pergi," ia menatap dingin dan berjalan pergi.
"(Dia lebih dingin dari biasanya ya hm?)"
Setelah Acheline pergi dengan kecewa dari apartemen Neko. Neko masih terdiam di tempatnya hingga ia melihat kotak tadi, lalu menghela napas panjang dan membukanya. Tapi mendadak, ia jadi langsung berteriak.
"Sialan!!!" dia membanting barang tadi yang rupanya isinya kalung leher kucing dan perlengkapan lain seperti kuping kucing dan ekor palsu. Semuanya berwarna merah menggoda.
"(Siapa dia, ingin merendahkan harga diriku, aku akan membunuhnya,)" dia kesal sendiri lalu berjalan ke kamar mandi, setelah itu keluar hanya memakai kemeja putih saja tanpa bawahan apapun lalu mengambil minum di lemari es. Tapi hanya ada kotak susu di sana, lalu ia menjadi bingung.
"(Siapa yang meletakkan susu di sini? Aku tidak ingat aku pernah meletakan susu bahkan di sini...)"
Lalu ia ingat bahwa Acheline semalam meletakkan susu di kulkas untuknya.
Neko mengambil susu kotak itu dan memindahkannya ke gelas. Saat akan meminumnya ia mendengar suara ponselnya berbunyi.
Saat dilihat rupanya dari Acheline, ia lalu mengangkatnya.
"Akai, apa kau masih di rumahmu!"
"Ada apa, aku dari tadi juga ada di sini."
"Kalau begitu tidurlah, mungkin bisa saja orang akan datang," kata Acheline.
Tentu saja hal itu membuatnya bingung. Tapi ia tak mempedulikan itu dan meletakkan kembali ponselnya lalu meminum susu kotak tadi.
"(. . . Meminum ini, kenapa rasanya aku ingin sesuatu yang sudah lama tidak aku makan....)" ia terdiam, lalu ingat pada makanan yang sangat ia sukai, yakni kue apel yang manis, dari apel merah yang tentunya ia juga menyukainya, tapi tak ada waktu untuk melakukannya.
"(Sudahlah, malas...)" Neko mematikan lampu dan berbaring tidur di ranjang yang sederhana dari apartemen itu. Ia tidur masih dengan kemeja putihnya tanpa bawahan apapun layaknya tak punya baju santai lain.
"Kenapa ada yang aneh?" dia terdiam. Tapi mendadak ia teringat pada Felix yang tiba-tiba saja muncul dalam bayangannya sedang menyentuh tubuh Neko di mana pun. Seketika Neko menggeleng tersadar. "(Apa yang baru saja aku pikirkan, aku benar-benar sudah kehilangan akalku.)"
Tak lama saat ia hampir terlelap ada yang mengetuk pintu. Mendadak pintu itu terketuk dengan sangat keras.
"Aku tahu kau di sini, cepat buka pintunya Amai...!" teriak seseorang dari luar.
Hal itu langsung membuat Neko terbangun dan mendengar bahwa itu Felix. Dia mengetuk pintu dengan cepat menandakan bahwa dia sudah kehabisan kesabaran karena Neko lama membuka pintu.
"Tunggulah sebentar..... (Sialan, untuk apa dia datang malam-malam begini?!!)" teriak Neko.
"Aku sudah memanggilmu beberapa kali," cengir Felix yang ada di luar pintu, tapi tiba-tiba ia mendengar suara keras dari dalam.
"Ada apa... Apa kau terjatuh, aku akan masuk?" Felix akan mendobrak dengan tubuh besarnya.
"Tidak tunggu dulu," Neko membuka pintu dengan napas cepat.
"Bagaimana kau... Bisa ada di sini?" Neko menatap terengah-engah.
"Pertanyaan macam apa itu?" Felix menatap bingung.
"Maksudku, bagaimana kau tahu aku ada di sini, bagaimana kau tahu apartemenku ada di sini?" tatap Neko dengan panik.
"Aku menemukan tempat ID-mu, bisa-bisanya kau pindah apartemen padahal aku sudah memilihkan yang bagus untukmu," Felix masih melirik.
"Aku melakukan ini karena apartemen yang pertama telah diketahui oleh orang itu, aku memilih tempat yang lebih aman," balas Neko.
"Itu bukan ide yang bagus untuk memilih tempat aneh, lagipula kenapa kau tinggal di tempat seperti ini?" tatap Felix tapi ia baru sadar pakaian yang dikenakan Neko. Ia langsung tersenyum kecil.
"Ada apa... Ada ap-!!" Neko terkejut Felix mendorong mulutnya dengan tangannya untuk masuk ke dalam.