webnovel

Dunia Nyata

Pelayan kedai nasi itu segera membungkusnya sesuai dengan apa yang di minta Ari.

"Minumnya mau teh apa air putih?" tanya si pelayan kedai nasi itu sambil menyerahkan pesanan Ari yang sudah selesai di bungkus.

"Saya minta es teh manis saja, mbak. Jadi semuanya berapa ya."

Si pelayan kedai nasi itu pun segera menyiapkan apa yang di minta Ari.

Sesudah selesai dan memberikan pesanan minum kepada Ari, si pelayan kedai itu berkata kepada Ari, "De, nasi bungkus dan minumannya sudah ada yang bayar."

Ari pun tampak terkejut, lalu dengan senang hati ia pun berkata, "Terima kasih banyak mbak."

Sesudah berkata demikian, Ari pun bergegas keluar dari kedai nasi untuk ke tempatnya di mana ia biasa berteduh.

****

Di tempatnya berteduh, Ari segera menikmati nasi bungkus tersebut.

Selesai makan dan menikmati es teh manisnya, Ari bersendawa beberapa kali. Lalu katanya kepada diri sendiri, "Kenyang sekali." sambil merenggangkan kedua tangannya.

"Lumayan." Katanya kepada diri sendiri, ketika ia teringat akan hasil semir sepatu malam ini serta ada yang membayarkan makan malamnya.

Ia pun segera memejamkan kedua matanya. Karena tiba-tiba saja ia merasakan ngantuk sekali.

Baru saja ia terlelap, tiba-tiba seperti biasa tubuhnya terbang ke atas awan. Bersama dengan Udin.

Melihat Udin berada di sebelahnya, Ari pun segera berteriak, "Kembalikan kartu emasku!"

Udin yang mendengarnya segera memeletkan lidah ke arah Ari. Sesudah berbuat demikian bocah itu, melayang jatuh dengan derasnya.

Merasakan jatuh seperti itu, tanpa sadar Udin pun berteriak, "Tidak!"

Ia berteriak tidak karena terlintas dalam pikirannya, "Aku tidak mau menjadi tikus lagi."

Akhirnya Udin merasakan tubuhnya jatuh ke lantai, "Buk!"

Begitu tubuhnya jatuh di lantai, ia pun merasakan sakit-sakit di seluruh tubuhnya.

"Jatuhnya benarankah?" tanyanya kepada diri sendiri.

Udin pun bangkit berdiri, dan seperti biasa juga. Ia kembali jatuh di tempat yang gelap.

"Apa-apaan ini!" seru Udin sambil berteriak sekeras-kerasnya.

Dengan tujuan Ari dapat mendengar suaranya. Jadi walaupun berada di tempat gelap, masih ada temannya.

Sayangnya Ari tidak dapat mendengar teriakan suara Udin, karena Ari jatuh di tempat yang berbeda.

Sekali lagi Udin sengaja berteriak, tetapi tempat itu malah memantulkan suaranya, sehingga terdengar menggema.

Suara gema itu malah membuat Udin bergidik. Lalu katanya kepada diri sendiri, "Tempat apa sih ini, menyeramkan sekali."

Tak lama kemudian terdengar suara deru langkah hewan berlarian. Seolah-olah langkah deru lari hewan tersebut menuju ke arah Udin.

Mau tidak mau membuat Udin langsung tiarap agar tidak terinjak kaki-kaki hewan yang banyak itu.

"Aneh, derunya semakin dekat. Tetapi tidak ada terasa debu atau pun angin yang menerjang ke arahku."

Akhirnya Udin pun segera kembali bangkit berdiri. Ketika ia baru saja berdiri, tiba-tiba tempat ia berpijak, bergetar lagi. Dan tak lama kemudian lantai pijakan itu terbelah menjadi dua. Lagi-lagi Udin kembali terjatuh semakin dalam.

Kata Udin dalam hatinya, "Apakah aku sudah mati?"

Pada saat itu tubuhnya masih melayang jatuh.

Udin sekali lagi berteriak, "Tolong!"

Pada saat yang bersamaan, wajahnya merasa basah.

Ia pun membuka kedua matanya. Dan di hadapannya tampak seorang wanita sedang berkacak pinggang. Sedangkan tangan yang satunya lagi tampak memegang sebuah ember.

Wanita itu pun segera mendampratnya sambil berkata, "Bikin malu keluarga saja. Punya rumah tapi kelakuannya seperti tidak punya rumah. Cepat pulang sana!"

Mendengar makian ibunya Udin pun berkata pula, "Bukannya Ibu sendiri yang mengusir aku dari rumah. Lagi pula sekarang aku sudah kerja!"

Ucapnya sambil bangkit berdiri. Ia pun malah bergegas pergi meninggalkan ibunya yang masih terdengar marah-marah.

****

Suara wanita itu pun membangunkan Ari dari tidur pulasnya.

Anak itu terkejut, lalu mengucek-ngucek kedua matanya. Ia pun segera bangkit berdiri dan melihat melalui jendela.

"Wah, matahari sudah tampak. Sepertinya aku terlambat bangun, bisa-bisa aku di marahi sama pemilik koran dan pelangganku!" seru Ari sambil bergegas keluar dari bangunan kosong tersebut.

Dengan berlari kencang Ari segera menuju ke tempat loper koran yang biasa ia ambil untuk di kirim ke pelanggannya. Dan sisanya di jual ecer sambil jalan.

Kedua bocah itu berlari menuju tempat kerja masing-masing.

Bagi Ari, ia lari agar tidak di marahi oleh bos loper korannya. Yang terutama sekali adalah jatah korannya tidak di kurangi oleh bosnya. Jika di kurangi maka pendapatannya pun otomatis juga berkurang.

Sedangkan bagi Udin, karena ia baru hari kedua bekerja. Dan ia tidak boleh terlambat, karena datang pagi baginya merupakan uang tambahan.

Jadi, keduanya bersemangat sekali untuk lekas tiba di tempat tujuan masing-masing.

Walaupun tempat kerja mereka berbeda, tetapi keduanya sampai di tempat masing-masing dengan waktu yang hampir bersamaan.

****

Ketika Ari tiba di depan rumah bos loper koran tempat biasa anak itu ambil terlihat beberapa orang sudah pergi meninggalkan tempat itu, dan beberapa orang tukang koran yang mengenal Ari berkata kepadanya, "Tumben kamu datang telat."

"Iya mas. Semalam kehujanan." Jawab Ari sambil berdiri di urutan paling belakang.

Tukang koran di tempat itu harus antre untuk mengambil jatah koran dari si bos loper koran.

Ari pun mulai terlihat gelisah, ketika melihat tumpukan koran mulai tersisa sedikit.

"Semoga saja bos berbaik hati untuk menyimpan bagianku dahulu." Ucap Ari dalam hatinya.

Akhirnya Ari tiba juga di depan bosnya.

Bosnya yang melihat Ari datang terlambat dia hanya geleng-geleng kepala. Lalu ia pun beranjak hendak pergi masuk meninggalkan Ari sendirian.

Melihat bosnya hendak masuk, Ari pun segera berkata, "Bos, apakah jatah saya masih ada?"

Bosnya menoleh dan tersenyum, "Tenang saja. Saya sudah simpan di dalam rumah. Atau kamu mau ambil sendiri."

Mendengar perkataan bos loper korannya, Ari terlihat lega. Kemudian katanya, "Terima kasih. Biar saya saja yang ambil bos."

"Kalau begitu masuklah." Kata bosnya dengan tangan kanan di arah ke dalam rumah sebagai tanda kepada Ari agar dia masuk untuk mengambil korannya.

Begitu Ari masuk dan hendak mengambil jatah korannya, ia kembali terkejut. Karena jatah korannya berada di atas sepeda.

Ia pun menoleh ke arah si bos loper koran, "Bos, jatah koran-koran saya berada di atas sepeda. Memangnya sepeda itu milik siapa?"

Bos loper koran itu ikut masuk ke dalam, dan sesudah berada di hadapan Ari dia berkata sambil memegang sepeda tersebut, "Ini ada hadiah untuk kamu, jadi mulai hari ini dan seterusnya kamu tidak usah berjalan kaki lagi untuk mengantar koran-koran saya."

Mendapat hadiah yang tak terkira itu, Ari pun tampak gembira.

"Terima kasih, bos!"

"Terima kasih, bos!"

Ucap bocah sepuluh tahun itu sambil membungkukkan badannya.

"Sama-sama." kata bosnya sambil tersenyum.