"Saya terima nikahnya, Izma Shania binti Muhammad Nuriel almarhum, dengan maskawin seperangkat alat sholat di bayar tunai."
"Sah, saksi bagaiama?"
"Sah."
"Sah."
"Sah."
"Alhamdulillaah, silahkan pengantin perempuan keluar kamar!" ucap penghulu ketika Azam sudah sah menjadi suami dari Izma.
Izma berjalan perlahan begitu anggun dengan gaun Putihnya. Saat itu Azam melihar istri mudanya begitu cantik. Dia terkesima dengan kecantikan istri kecilnya. Azam tak henti memandangi gadis yang kini telah sah menjadi istrinya. Kini Izma duduk di sampingnya Azam.
"Silahkan cium tangan suamimu!" kata Pak penghulu.
Izma terdiam lalu dia menatap Azam dengan tatapan sendu. Izma kini telah sah menjadi istri mudanya Azam. Izma meraih tangan Azam lalu mengecupnya dengan perlahan. Azam menatap Izma tanpa henti. Azam hendak mengecup kening Izma namun tiba-tiba saja Aliza datang bersama Mawar putrinya Azam.
"Papa," teriak anak kecil itu dengan sangat lucu. Azam tersenyum dan langsung memeluk sang putri dengan senyuman manisnya. Aliza datang dengan wajah kecut tanpa senyum.
Aliza duduk di samping Azam dan Izma. Izma merasa bergetar ketika Aliza datang. Sebuah aura ketakutan kini telah merasuk ke dalam jiwanya.
Kini dia telah resmi menikah dengan Azam. Acara akad nikah pun telah selesai. Tamu undangan sudah mulai pulang. Yang tersisa kini hanya 4 nyawa yang saling terikat. Azam, Izma, Aliza dan Mawar. Mawar yang masih lengket dengan Azam memeluk sang Ayah tanpa mau melepaskanya. Begitupula dengan Azam yang terus menerus memeluk dan mengecup sang buah hati yang sangat dia sayangi.
Aliza memperhatikan Izma dari mulai atas sampai bawah. Aliza terkekeh.
"Hahahah... Cewe murahan, tidak tahu diri, sudah beruntung Azam mau menikahimu, pelacur!" teriak Aliza.
Ucapan Aliza membuat hati Izma merasakan sebuah sensasi kesakitan yang belum pernah dia alami sama sekali. Sebuah hati yang remuk katena harga dirinya yang terjatuh karena ucapan itu.
"Sayang," ucap Azam pelan.
"Diam kamu Mas!" Bentak Aliza tanpa menoleh pada Azam sama sekali. Aliza terus menatap Izma dengan tajam.
"Mbak," cicit izma dengan bibir yang bergetar menahan tangis.
"Kamu itu sudah bangkrut ya, bangkrut saja, untuk apa menjual diri pada suamiku?" Aliza mulai berteriak. Mata aliza mulai memerah karena marah dan menahan tangis. Hati Aliza sakit ketika melihat gadis cantik yang suaminya nikahi ternyata masih usia belasan tahun.
Dia tak bisa menerima dengan mudah pernikahan itu. Rasa marahnya tak bisa dia bendung lagi.
"Sayang, jangan bicara begitu!" Ucap Azam sambil menatap sang istri. Namun Aliza tidak menghiraukan ucapan Azam.
"Pelacur kecil, senangkah kamu merebut suamiku, brengsek, betina jalang."
Plak.
Aliza menampar Izma dengan sangat kencang. Membuat Izma kesakitan dan sudut bibirnya mengeluarkan darah segar.
Azam terkejut " Aliza," bentak Azam.
"Apa...? Kamu mau membela bajingan binal ini?"
"Sayang jangan seperti itu, aku mohon bersabarlah sayang!" bujuk Azam menenangkan sang istri yang mulai mengamuk. Izma masih memegangi pipinya yang memerah karena bekas tamparan tadi.
"Bersabar apanya mas, kamu tega menduakan aku dengan dalih membantu cewe yang bangkrut ini, cewe yang menjual dirinya padamu!" Jerit Aliza mengamuk.
Azam melepaskan pelukan Mawar dan mulai memeluk sang istri.
"Sayang maafkan aku sayang!" Azam memeluk sang istri dengan erat lalu mengecup kening Aliza dengan mesra. Izma menatap semua perilaku suaminya. Hatinya begitu tersakiti dengan ucapan Aliza, dan kini bahkan Azam tak peduli denganya. Dengan mesra Azam memeluk dan mencium Aliza di depan Izma. Air mata Izma menetes tak bisa lagi dia bendung. Dia merasa sangat tersakiti oleh keadaan ini.
"Gimana mas, enak ya meniduri perawan huh." Teriak Aliza meronta melepakan pelukan sang suami. Mendorong Azam sampai Azam terjatuh. Lalu mengambil air dalam gelas dan menyiramkan air itu tepat di kepala Izma. Setelah itu Aliza melempar gelas kristal itu ke lantai sampai pecahan gelas itu berserakan dimana-mana.
Izma semakin bergetar ketakutan melihat tingkah istri pertama Azam. Izma yang sudah basah hanya bisa menangis dengan isakan pilu.
"Sayang, sabarlah, dengarkan aku, aku hanya menyayangimu sabarlah!" ucap Azam dengan kembali memeluk dan mengecup kening sang istri dengan mesra.
"Kamu bohong, kamu menyukai dia kan, karena dia lebih cantik dan lebih muda dariku."
"Tidak, tidak begitu sayang , aku hanya merasa kasihan pada gadis itu karena dia sebatang kara," bela Azam.
"Itu tidak masuk akal dan aku tidak terima!" kerit Aliza.
"Dengar sayang, hanya kamu yang aku sayangi dan aku cintai, aku hanya melakukan ini demi almarhum Ayah."
"Jangan bahas hal itu lagi, kalian bahkan kakak beradik, kenapa kamu memanfaatkan hal itu untuk menikahi jalang ini."
"Sayang jangan begitu, katakan padaku, bahwa dia jalang yang menjual diri padamu, katakan cepat!"
Azam sempat terdiam dengan ucapan Aliza. Azam tidak bisa mengatakan hal itu pada Izma. Karena itu pasti akan menyakiti hati Izma.
"Baiklah kamu terdiam mas, ceraikan aku dan berbahagialah dengan jalang murahan itu!" ucap Aliza sambil mendorong suaminya dan berjalan menghampiri putrinya mawar. Tubuh anak kecil itu bergetar melihat pertengkaran kedua orang tuanya. Gadis itu bahkan tak bisa menangis seolah menjadi sebuah patung mungil yang bergetar.
"Ayo nak, kita pulang!" Aliza menggendong sang putri dengan air mata yang basah.
"Tunggu sayang, jangan seperti ini!" Azam berteriak dan memeluk sang istri dari belakang.
"Jangan pergi, aku hanya mencintaimu, hanya kamu istri kesayanganku, dan dia wanita itu hanya jalangku, aku membeli dia karena dia butuh biaya sekolah dan bangkrut, aku kasihan sama dia, aku hanya anggap dia wanita murajan dan seorang pelacur."
ucap Azam pelan. Azam memejamkan matanya sambil memeluk sang istri dari belakang.
Ucapan yang Azam katakan membuat jantung Izma seolah remuk dan hancur. Rasa sakit hatinya kini menjalar ke setiap aliran darahnya.
Air mata Izma menetes dan tak bisa dia bendung lagi. Air mata yang semakin deras karena rasa sakit hatinya begitu membuat dia seolah tak mau hidup lagi. Ternyata Azam hanya menganggap dirinya wanita murahan dan seorang jalang.
Izma terus menangis dan menangis. Izma menatap Azam yang masih memeluk punggung Aliza dengan penuh kasih sayang.
"Aku hanya seorang pelacur , jalang yang menjual diri padamu kak," ucap Izma dengan suara yang bergetar.
Azam lalu menatap izma dan berkata.
"Maaf Izma, hidup lah dengan bahagia sesekali aku akan menengokmu!" kata Azam sambil menarik tangan sang istri keluar dari rumah Izma. Azam dan Aliza lalu meninggalkan rumah Izma dengan cepat. Malam itu adalah malam pengantin Izma dan Azam. Jangankam malam pengantin. Kini izma hanya bisa merasakn sebuah kesakitan dalam hatinya yang tak bisa dia lupakan sampai kapanpun.
"Siapa yang ingin menjadi istrimu, siapa yang ingin mengambil suaminya, aku hanya terpaksa, aku hanya ingin melanjutkan hidupku saja, karena aku tidak punya apapun dan siapapun lagi, aku pikir aku punya sandaran, tetapi aku malah masuk ke dalam sebuah lubang kesakitan," ucap Izma dengan isakan yang sangat melirih.
Bersambung.