DINDA - S2
BAB 35. Kelam II
Dinda menangis di pelukan Erza, tubuhnya bergetar hebat. Erza tak tahu lagi harus bagaimana menenangkan Dinda. Ia hanya bisa membelai rambut Dinda yang sedikit basah karena keringat.
"Sudah Dinda..sudah.." Erza mengangkat wajah Dinda, wajahnya sangat kacau. Mata Dinda terlihat sembab dan merah, belum lagi keringat dan ingusnya yang bercampur menjadi satu.
"Bagaimana kalau Ayah dan Ibu tau, Za? Bagaimana kalau mereka nggak merestui kita lagi?" Dinda kembali menundukkan kepalanya.
"Tenang aja Dinda. Kita jelasin ke mereka pelan-pelan."
"Bagaimana karir elo, Za? Beritanya pasti bakal ngimbas ke ABU juga." Dinda kembali terisak.
"Semua ini salah gue. Salah gue, Za." Dinda memukul pahanya.
"Nggak sayang.. bukan salah loe.."Erza kembali memeluk Dinda.
Triinnng...
Ponsel Erza kembali berbunyi.
"Za. Elo udah tahu beritanyakan?" suara Uno dan Andy menggema di dalam mobil.
"Iya uda tahu. Maafin gue, ya." Erza menghela nafasnya.
"Kita sih no problem, Za. Tapi pak Cory marah besar. Dia juga nggak bisa membungkam media. Single kita terancam batal launcing."
"Gue sadar gue salah, gue akan perbaiki semuanya. Gue siap kalau mesti mundur dari ABU." Erza menelan ludahnya, selama ini bandnya sudah menjadi pijakan dan tempatnya meniti karir.
"Erza??!" Dinda mengangkat tubuhnya dari pelukan Erza.
"Gue siap kalau harus mundur." Erza memandang wajah Dinda. Dinda hanya bisa bergeleng pelan tak menyetujui keputusan Erza.
"Kalau ada yang mesti bertanggung jawab itu gue, Za. Bukan elo." tangis Dinda.
"Elo dinginin kepala dulu deh, Za. Jangan asal main putusin kontrak gitu aja donk." Uno berteriak di balik speaker.
"Uno, kita sambung lagi nanti, ya. Loe bener, gue mesti dinginin kepala gue dulu." Erza mematikan ponselnya.
"Erza pliss, jangan keluar dari ABU." Dinda menguryitkan alisnya.
"Kalau gue mesti milih ngelepas elo atau ABU. Gue pasti pilih ABU, Din."
"Tapi itu cita-cita loe kan, Za. Itu masa depan loe." cegah Dinda.
"Masa depan gue nggak akan ada artinya kalau nggak ada loe di situ." peluk Erza.
"Gue rela ngelepas segalanya, tapi nggak buat ngelepasin loe lagi, Din."
"Za, jangan buta. Jangan gila!! Apa istimewanya gue sampe loe berkorban kaya gini?" Dinda memukul pelan dada Erza.
"Elo istimewa, elo berharga. Penyesalan terbesar gue dulu karena nggak bisa jagain loe, Din. Gue nggak mau ngulang masa lalu, gue mau jagain loe sekarang dan seterusnya."
Dinda menangis mendengar penuturan Erza. Siapa dia sampai cowok sebaik dan sekeren Erza rela mencintainya sampai seperti ini?
•••DINDA•••
"Bu Laras, Inikan Erza, Bu?" Semua kelompok arisan warga RT 14 memandang sebuah foto diponsel mereka masing-masing.
"Erza kena scandal lagi, Bu? Dinda siapa, Bu? Pacaranya Erza?"
"Susah ya punya anak terkenal, dikit-dikit masuk berita."
"Ini beneran, Bu?"
"Pacara Erza dulunya wanita simpanan? Masih muda hlo, pakai seragam."
"....."
"Iya, ini masih terlihat anak-anak, ya ampun, mereka bilang dia yang godain pria ini duluan."
"Bilang juga dia godain Erza. Pas ketahuan selingkuh dia bilangnya di perkosa, jadi Erza pukulin sugar daddynya ini."
"Playing Victim, cewek kaya gini apa nggak malu sama orang tuanya?!"
"Mending Erza suru putus aja, Bu. Kaya nggak ada anak perawan yang antri buat dia aja?"
Laras, Ibu Erza hanya bisa diam membatu mendengar pergunjingan para tetangganya. Padahal baru kemarin Erza mengenalkan Dinda dengan baik kepadanya. Laras hanya bisa menggigit bibir bawahnya dengan cemas. Ia tak punya keberanian untuk membuka berita mengenai anaknya ini.
"Maaf ibu-ibu. Saya pulang dulu." pamit Laras.
"Iya, Bu Laras, hati-hati, ya. Nasehati Erza, jangan terjerumus sama cewek yang nggak bener."
"....." Laras membisu, ia tertegun sebentar sebelum melanjutkan langkahnya keluar dari pintu rumah makan.
Laras merebahkan tubuhnya ke atas sofa ruang tamu. Pikirannya gundah, tangannya gemetaran. Mana mungkin Erza membohonginya? Biasanya Erza sangat jujur dan anak yang pengertian. Laras yang tak sabaran akhirnya mengambil ponselnya dan menghubungi Erza.
"Halo.. di mana kamu, Nak?"
"Di kantor label, Bu." jawab Erza.
"Semua yang diberita itu bener?"
"...."
"Jawab Ibu Erza!!!" emosi Laras memuncak.
"Nggak bener, Bu."
"Jangan Bohong!! Foto-foto itu tidak akan menipu mata Ibu!!!"
"Ibu.. tolonglah, sekali ini dengerin Erza."
"Terakhir kali Ibu dengerin kamu, kamu bohong sama Ibu."
"Bu.. Dinda bukan wanita seperti itu. Erza tulus mencintai Dinda, Bu."
"Ibu nggak mau tahu!! Putus!!!"
"Erza nggak mau putusin Dinda. Dinda tak bersalah, Bu. Dan Erza cinta sama Dinda."
"Kamu pilih putus hubungan sama Dinda atau sama Ibu??!" ancam Laras.
"Jangan bikin Erza jadi anak durhaka dong, Bu." Erza kaget mendengar ucapan dan ancaman Ibunya.
"Pilih Ibu atau wanita itu?!" bentak Ibunya lagi.
"Erza pilih Dinda, Bu. Hanya Erza yang Dinda punya."
"Erza!!!!"
"Tolonglah, Bu. Ibu hanya emosi sesaat. Tenangin hati dulu. Erza jelasin lain kali."
"Nggak ada penjelasan, nggak ada lain kali!! Walaupun sekarang dia adalah wanita yang baik, tapi masa lalunya sangat memalukan!! Ibu nggak sudi punya menantu bekas pelacur." Laras terdengar sangat emosional.
"Ibu. Jaga kata-kata ibu." Erza menahan emosinya, ia mengepalkan tangannya di samping pinggang.
"Nak, kalau memang kamu lebih memilih Dinda, nggak usah cari ibu dan ayah lagi!!"
Klik...
Laras menutup panggilannya.
"Ibu...??? Bu?? Sialan!!!!" Erza menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.
Riska dan Uno mendengar semua pembicaraan Erza dari belakang. Mereka hanya bisa menghela nafas iba. Namun juga tidak bisa menolong keadaan Erza. Masa lalu Dinda entah kenapa bisa terkuak di media masa. Dari mana para awak media mendapatkan berita tentang masa lalu Dinda?
"Za. Loe masuk gih. Pak Cory nyariin." Uno menepuk pundak Erza.
"Oke." Erza mencoba tetap tenang sebelum menghadapi amarah bossnya.
Tok tok tok..
"Masuk!!"
"Permisi, Boss." Erza masuk ke dalam ruangan di paling ujung koridor lantai 3.
"Duduk, Za." Pak Cory mempersilahkan Erza duduk di depannya.
"Maaf, Pak. Gue bikin masalah lagi." Erza sadar akan kesalahannya.
"Apa kau sudah dengar dari Riska atau Cicil, kalau 2 kontrak iklan kalian telah dibatalkan?" Ekspresi wajah Pak Cory tetap datar. Erza malah semakin curiga dengan prilaku bossnya ini.
"Maaf, Pak. Saya penyebab ABU kehilangan kontrak. Saya siap mundur dari ABU, Pak."
"No..no..no.." Pak Cory bergeleng pelan.
"Erza, kau itu wajah dari ABU, kalau nggak ada kamu juga ABU nggak akan hidup. Lagi pula album kalian masih melejit naik dan penjualannya masih bagus."
"Lalu saya harus bagaimana?" Erza semakin penasaran.
"Kita tutupi scandal ini dengan scandal yang baru." senyum mengembang di wajah pria separuh baya ini.
"Maksud Bapak?"
"Kau tahu Sena? Pemenang ajang pencarian bakat menyanyi, saya ingin mengorbitkannya. Untuk itu saya butuh pencitraan agar namanya naik."
"Saya tidak bisa, Pak." tolak Erza. Erza sudah bisa menebaknya, pak Cory orang yang tidak mau rugi.
"Hanya pacaran pura-pura. Nggak ada yang rugi. Setelah scandalmu dengan Dinda menurun karena tertutup berita ini. Dan nama Sena juga sudah di kenal orang, kalian bisa putus. Simpelkan? Semuanya happy, semuanya clear.." Pak Cory melipat tangannya di depan dada.
Erza terdiam, ucapan pak Cory masuk akal. Yang pasti dia harus segera menutup berita itu agar Dinda tak lagi dirugikan. Toh hanya pacaran pura-pura, bukan pacaran beneran.
"Baik, Pak. Saya terima." Erza akhirnya menyetujui usulan bossnya.
"Good Erza. Saya tahu kamu pasti akan membuat pilihan yang terbaik." Pak Cory menepuk kedua pundak Erza.
•••DINDA•••
Xxxxsd : mati aja cewek murahan!!
Xxxxxyh: Jauhin Erza!!
Xxxxjyi: Gw jadi nggak ngefans lagi sama Erza.
Xxxxki : Sadar Diri donk!! Pelacur!!
Xxxxxas : pergi dari Erza. Jangan ganggu Erza.
Xxxxxhi : mending sama gue Za. Jelek juga gue masih perawan.
Xxxxxxyu: pasti pengalamannya di atas ranjang banyak, jd Erza kepincut.
Xxxxxxom: bla..bla..bla..
Dinda membanting ponselnya. Melihat setiap komentar pedas para fans dan heters Erza membuat hati Dinda sakit. Sudah hampir 3 hari dan berita itu tak kunjung menyusut. Erza masih mencoba bertahan dan menghapus berita-berita itu, namun entah kenapa semakin hari komentarnya semakin bertambah parah.
Dinda meringkuk di sudut kamarnya, ia menangis dan menjambak rambutnya. Dadanya sangat sakit, kepalanya seakan mau pecah. Setiap ia mengingat kenangan itu dia menangis. Dinda juga terus merasa bersalah dengan apa yang menimpa Erza.
"Andai gue nggak balik sama Erza, apa akan seperti ini jadinya?!" Dinda mengambil tisu dan membersihkan hidungnya.
"Sakit banget, Ya Tuhan. Dinda pengen nyusul Ayah dan Ibu saja." Dinda menggenggam erat baju di depan dadanya.
•••DINDA•••
Hallo
Jangan lupa..
Like dan commentnya..
❤️❤️❤️❤️❤️
Kasih +fav juga ya..
Love you readers