webnovel

ELO SANGAT BERHARGA

DINDA - S2

BAB 27. Elo Sangat Berharga.

Dinda memasuki sebuah apartemen di kawasan Jakarta Barat. Tidak terlalu besar, tapi cukup nyaman. Erza menyusul di belakangnya dengan menenteng sebuah koper.

"Kenapa cuma berdiri di situ? Masuk donk!" Erza tersenyum dan menaruh koper pada lantai kamar.

Dinda melangkah masuk lebih dalam, mengamati sekeliling apartemen. Satu buah kamar, pantry, living room mungil dan sebuah buah kamar mandi.

"Maaf, Din. Gue baru bisa beliin elo apartemen." Erza melangkah di samping Dinda yang masih terpesona dengan tempat tinggal barunya.

"Ini sudah lebih dari cukup, Za. Ngebayanginnya aja gue nggak sanggup, apa lagi sampai memiliki." Dinda menunduk malu.

"Gue lagi nabung buat beliin elo rumah, Din. Sabar ya, kalau kita menikah ntar kita beli rumah yang besar." Erza mengelus lengan Dinda.

"Iya, Za." Dinda mengangguk setuju.

"Istirahat dulu, Din. Elo pasti capekkan perjalanan jauh."

"Nggak capek kok, Za. Kan naik pesawat, duduk doang." Dinda berjalan ke arah dapur, membuka dan melihat isi kulkas.

"Gue nggak sempet belanja Din. Nggak tahu kalau loe bakalan dateng pagi ini." Erza memeluk Dinda dari belakang.

"Nggak pa-pa, Za."

"Elo laper? Kita pesen delivery atau mau keluar makan?" tawar Erza.

Dinda membalikkan badannya dan menatap wajah Erza. Masih ada rasa kikuk yang menyelimuti perasaan Dinda. Sudah lama Dinda tak melihat Erza, sudah lama mereka tak bercengkrama. Dan tiba-tiba Dinda berada di sini, berdua dengan Erza. Saling pandang dengan penuh hasrat, rindu dan cinta.

"Terserah elo aja, Za." Dinda tersenyum, wajahnya terasa panas karena Erza terus menatapnya.

"Atau loe mau makan gue duluan?" Erza memeluk pinggang Dinda.

"Mak..maksudnya??" Dinda kehabisan kata-kata.

Erza tersenyum nakal menggoda Dinda. Lalu tanpa banyak bertanya ia mencium bibir Dinda. Melahapnya dengan rakus. Erza sungguh tak tahan lagi melihat wanita yang dicintainya itu hanya berdiri dan menatapnya. Erza menginginkannya. Menginginkan Dinda.

"Erza..emn..Za.. uem.." Dinda berusaha menghentikan serangan Erza.

"What's Babe?" Erza berhenti.

"Gue laper.. gimana jadinya? Jadi delivery?" Dinda menggigit kuku ibu jarinya.

"Oh iya. Tunggu, ya, gue pesenin." Erza mengambil ponselnya dan membuat pesanan.

"Nasi Padang, nasi uduk, soto atau bakmi goreng? Atau mungkin pizza?"

"Nasi uduk deh, gue kangen makan nasi uduk." Dinda duduk di sofa.

Erza mengamati ponselnya sesaat sebelum kembali menghampiri Dinda. Erza meloncat ke sofa, duduk di samping Dinda. Dinda kaget, wajahnya kembali merona. Membayangkan Erza akan kembali menyerangnya membuat jantung Dinda berdegup kencang.

"Sumpah gue kangen banget sama elo." Erza memeluk Dinda, menjatuhkan kepalanya di dada Dinda.

"Elo ga cari kesempatankan, Za?" Dinda sedikit sebel dengan kelakuan Erza.

"Bohong dong kalau bilang gue nggak cari kesempatan." Erza bangkit dan menarik Dinda dalam pangkuannya.

"Orang gue ngebet banget sama elo." Erza mencium kembali bibir Dinda. Kali ini Dinda tak menolaknya, ia terus merasakan dan menikmati aroma manis dari lidah dan bibir Erza.

"Ciuman loe bikin gue nggak bisa berhenti, Din. Gimana donk?" Erza membenamkan wajahnya di dada Dinda.

"Geli, Za. Jangan donk..!" Dinda menaikkan kepala Erza.

"Dada loe tambah besar, ya, Din?" Erza meringis.

"Elo gila, Za!" Dinda memukul pelan kepala kekasihnya itu.

"Iya, gila karenamu!!" Erza mencengkram pergelangan tangan Dinda dan memaksanya merebahkan diri di atas sofa.

"Erza!! Jangan coba-coba.." Dinda belum sempat menyelesaikan kalimatnya dan Erza sudah berhasil kembali mencium bibir Dinda.

Ting Tong...

"Delivery..!" seru pengantar makanan dari luar.

"Shit..!" Erza terpaksa melepaskan Dinda dan berjalan membuka pintu.

Dinda tersenyum geli dengan kelakuan Erza. Bener-bener berbahaya, untung saja pengantar makanan menyelamatkannya.

"Makanan datang babe. Elo makan dulu atau gue makan dulu?!" goda Erza.

"Erza!!" Dinda berteriak karena malu.

Erza senyum-senyum melihat Dinda makan. Tatapan Erza membuatnya salah tingkah.

"Dulu juga gini ya? Inget nggak? Pas makan cake di deket sekolahan?" Erza masih menyangga kepalanya dan mengamati Dinda.

"Inget..! Gue di siram es sama cewek loe kan?" Dinda mendengus kesal.

"Hahaha..yang loe inget kok yang jeleknya aja sih, Babe?" Erza tertawa.

"Loe nggak makan, Za?" Dinda menawarkan makanannya.

"Nggak, gue maunya makan elo aja." Erza masih mengejar Dinda.

"Pikiran loe rusak banget sih, Za? Baru ketemu pengen begituan??!" Dinda sebel.

"Nggak rusak kok. Justru kalau gue nggak kepengen berarti gue nggak normal donk?! Punya cewek secantik elo gue anggurin." Erza mencubit hidung Dinda.

"Gue nggak siap, Za. Sorry gue nggak tahu, Za. Gue kotor banget.." Dinda menitikan air mata.

"Din.. sory..sory, Babe. Gue cuma bercanda." Erza memeluk Dinda.

Dinda terisak, Dinda masih trauma dengan masa lalunya. Setiap malam Dinda merasa sangat takut, kadang juga merasa sangat hina dan kotor. Membayangakan tangan-tangan yang pernah menjamah tubuhnya membuat Dinda merinding ketakutan. Bayangan sosok laki-laki yang pernah menodainya membuat hidupnya hancur. Kesalahan masa lalu yang tak pernah bisa hilang dari kehidupannya, terus menelanjangi nuraninya, dan membuatnya minder.

Erza menenangkan Dinda. Ia menarik tangan kekasihnya untuk kembali duduk di sofa. Erza masuk ke dalam dan kembali dengan sebuah gitar.

"Gue mo nyanyi. Elo mesti denger, dan elo mesti happy lagi." Erza mulai memetik senar gitarnya.

There goes my heart beating

'Cause you are the reason

I'm losing my sleep

Please come back now

There goes my mind racing

And you are the reason

That I'm still breathing

I'm hopeless now

I'd climb every mountain

And swim every ocean

Just to be with you

And fix what I've broken

Oh, 'cause I need you to see

That you are the reason

There goes my hand shaking

And you are the reason

My heart keeps bleeding

I need you now

If I could turn back the clock

I'd make sure the light defeated the dark

I'd spend every hour, of every day

Keeping you safe

And I'd climb every mountain

And swim every ocean

Just to be with you

And fix what I've broken

Oh, 'cause I need you to see

That you are the reason, oh

(Scott Calum, You are the Reason)

"Yeee.." Dinda tersenyum dan mendengarkan Erza menyanyi. Ia bertepuk tangan di akhir lagunya.

"Gimana, Babe? Dalamnya laut dan tingginya gunung. Gue sebrangin buat nyariin elo." ucap Erza, ia menaruh gitarnya dan memeluk Dinda.

"Thanks, Za."

"So jangan pernah punya pikiran kalau hidup loe itu nggak berharga. Karena bagi gue, elo itu sangat berharga." Erza mencium kening Dinda.

•••DINDA•••

Ya Allah..baper eke..

Tetep dukung cinta Erza dan Dinda ya gaes..

Like comment and fav.

❤️❤️❤️

Terima kasih