webnovel

ANTING

DINDA

BAB 18. Anting.

"DINDA!!" teriakan Noni membuyarkan lamunan Dinda.

"Ih..dateng langsung teriak-teriak.. Nggak malu apa sama pelanggan?" Dinda menutup majalah yang dibacanya.

"Kemarin liat acara talk show di tipi nggak?" tanya Noni kembali dengan logat campur aduknya.

"Nggak tuh, emang kenapa?" Dinda berbohong, padahal dia menonton acara TV semalam.

"E..hladala..kan kemarin aku suru nonton.. gimana sih, Din? Seru hlo talkshownya sama ABU..!"

"Aku capek Noni, begitu sampai kos langsung tidur." Dinda beralasan.

"Erza ternyata punya kisah cinta yang mendalam.. huhuhu.. patah hati aku.." Noni berpura-pura menangis.

"...."

"Sampe saat ini Erza masih suka sama dia hlo, Din. Penasaran kaya apa ceweknya Erza itu..?" celoteh Noni sambil ngelamun.

Dinda bergeleng-geleng pelan mendengar celotehan Noni. Logatnya yang campur aduk membuat pusing orang-orang di dekatnya yang ikutan curi-curi dengar. Noni jadi nyampurin logat Jawanya dengan Bahasa Indonesia sejak Dinda datang 4 tahun lalu. Bahasa Jawa dan Indo yang di campur sukses bikin bahasa baru makhluk planet lain yang nggak banget dicerna sama telinga manusia.

"Dari pada ngalamun yang nggak-nggak mending cuci piring sana!"

Ucapan Dinda langsung bikin bayangan Erza di dalam lamunan Noni buyar. Sambil pasang wajah super sewot Noni berjalan menuju ke dapur. Mulai mencici semua peralatan dan piring-piring kotor.

"Huuffftt..." helaan nafas Noni beneran bikin Dinda ketawa.

"Huffft.." Dinda menghela nafas menirukan gaya Noni.

•••DINDA•••

Erza melamun sambil tiduran di sofa tunggu studio saat Baim dan Venny masuk ke dalam. Baim dan Venny akhirnya jadian juga, sebenarnya sudah lama Venny suka sama Baim.

Mereka habis jalan-jalan dari pantai Ancol. Kulit Venny yang coklat eksotiss semakin bertambah gelap karena terkena sinar matahari langsung. Baim menggandeng pacarnya masuk dan mengambil minuman dingin dari kulkas.

"Lo nggak keluar, Za?" tanya Baim kaget melihat Erza masih tidur-tiduran di sofa.

Erza tak menjawab pertanyaan Baim, masih asik dengan tidur siangnya.

"Za?" panggil Baim lagi.

"PAAN SIH??" teriak Erza marah karena dibangunin.

"Busyet.. semenjak ditinggal Dinda kok loe jadi emosional labil gitu sih?" Baim meneguk minumannya.

Setelah ditinggal Dinda empat tahun lalu Erza berubah banget. Emosinya labil banget, sering marah-marah, sedih, dan kadang jadi pendiam banget. Nggak pernah ikutan ngobrol saat teman-temannya bercanda.

Venny melihat kondisi Erza dengan iba, kasihan juga, dirinya sudah merahasiakan keberadaan Dinda selama empat tahun. Walaupun Erza sudah memohon-mohon sambil berlutut pun Venny tidak pernah membocorkan di mana Dinda berada. Demi membantu sahabatnya, dia harus rela melihat penderitaan Erza selama ini.

"Maaf kak Erza." pikir Venny, dipandangnya Erza dengan perasaan bersalah.

"Ngapain lo lihatin gue kaya gitu?" tiba-tiba bentakan yang cukup keras mengagetkan Venny.

"Ng..ngggak kok, Kak. Gu..gue..nggak bermaksud.." Venny gugup.

"Loe pasti tahu kan di mana Dinda?" Erza memotong ucapan Venny, suaranya mulai meninggi.

"Sudah Venny bilang dari dulu kan, Kak. Venny nggak tahu di mana Dinda." Venny berbohong.

"Gue tahu elo bohong, Ven. Elo tahukan di mana Dinda??!" Erza menghampiri Venny yang dari tadi berdiri sambil bersandar di dinding.

"DEMI TUHAN KAK VENNY NGGAK TAHU!!" Venny berteriak, matanya berusaha menghindari tatapan Erza.

"Udah, Za.. udah.." Baim berusaha menahan amarah Erza. Erza meronta melepaskan dekapan Baim.

"Gue yakin kalau loe pasti tahu keberadaan Dinda?!" Erza memukul dinding dengan kepalan tangannya tepat di sebelah wajah Venny. Venny reflek menutup matanya karena takut.

"Hei.. Loe apa-apan sih, Za?" Baim nggak terima dengan pukulan Erza yang hampir mengenai wajah kekasihnya.

"Diam loe, Im." Erza memandang tajam pada Baim lalu berlalu keluar meninggalkan studio.

"Loe nggak papa kan sayang?" tanya Baim khawatir.

"Iya, gapapa kok." Venny hanya bisa memandang kepergian Erza begitu saja. Raut muka di wajah manisnya menunjukan rasa bersalah.

"Sebenarnya di mana Dinda, Ven? Kenapa nggak loe omongin aja? Erza benar-benar merasa kehilangan." tanya Baim, tangannya memegang pundak Venny.

"Dinda juga kehilangan, Kak. Tapi Dinda lebih ingin Kak Erza hidup dengan bahagia." Isak Venny.

"Dengan cara kaya gini??? Yang ada malah bikin Erza tambah sedih, Ven." Baim memeluk tubuh Venny, menyalurkan rasa tenang padanya.

"Maafin Venny, Kak. Hanya itu janji terakhir Venny buat Dinda." Venny menangis dalam dekapan Baim.

•••DINDA•••

Dinda sedang asyik mengelap debu di beberapa hiasan Natal. Sebentar lagi Natal tiba, Dinda dan Noni menghias interior resto dengan pernak-pernik Natal. Walaupun Dinda nggak merayakannya karena beda keyakinan, tapi Dinda cukup asyik juga menikmati saat-saat menghias resto. Noni menemani Dinda sampai agak larut, sebenernya Resto sudah tutup tapi karena siang sudah nggak ada waktu lagi, jadi mereka ngelembur pasang hiasannya malam ini.

"Kok aku masih penasaran to, Din. Sama pacarnya Erza." gumam Noni.

"Ya ampun, kamu masih aja mikirin hal itu??" Dinda geleng-geleng kepala.

"Habis penasaran banget gitu hlo. Dia itu idolaku, kan yo aku pengen tahu to, Din."

"Mending isi waktumu buat ngelap hiasannya, sudah pada berdebu semua." Dinda melemparkan serbet ke wajah Noni.

"Nggak mau ah, ntar aku yang bagian pasang sama nempelin aja." Noni meletakan lap di samping sikunya.

"Ya sudah." Dinda menyibakkan rambutnya ke belakang telinga.

Noni yang lagi ngelamun memperhatikan anting yang di pakai Dinda. Noni seperti mengenal banget bentuk dan model anting yang selalu di pakai Dinda di telinga kanannya itu.

"Tunggu, Din. Antingmu?!" Noni menunjuk telinga Dinda.

"Kenapa dengan antingku?" tanya Dinda bingung.

"Perasaan sama dengan milik Erza deh. Kamu pakai di kanan, Erza selalu pakai di kiri." Noni memberikan hipotesa sederhananya.

Wajah Dinda memucat, dirinya nggak nyangka Noni bisa mengenalinya hanya dari model anting yang selalu di pakainya.

"Nggak mungkin ah.. masa bisa sama??" Dinda menyangkal ucapan Noni. Berpura-pura nggak percaya omongan Noni.

"Trus namamu DINDA.. lagunya ABU juga judulnya DINDA. Masa juga kebeneran?" tanya Noni.

"Bayangin aja, ada berapa banyak cewek yang punya nama Dinda di luar sana?" Dinda balas bertanya.

"Yo akeh to, Din."

"Hla makanya itu, yang punya nama Dindakan nggak cuma aku." Dinda menaruh hiasan Natal di depan meja kasir.

"Lagian aku ngefans aja nggak, apa lagi sampai bisa kenal sama vokalinya. Pacaran lagi.. mimpi di siang bolong?" Dinda terkikih.

"Iya juga sih."

"Naik, pasang ini." Dinda menyuruh Noni menaiki bangku agar bisa menjangkau bagian atas kusen pintu.

"Eh Din. ABU mau konser di Solo hlo. Akhir tahun ini, temenin aku nonton yo." Ajak Noni manja.

Dinda yang saat itu sedang fokus membawa hiasan kaget, semuanya jatuh di lantai. Dinda membereskan semuanya dan memandang Noni. Noni bingung dengan respon Dinda.

"Kenapa?"

"Tersandung."

"Jadi bagaimana?"

"Apanya?"

"Nonton konsen ABU, sama aku." Noni nungguin jawaban Dinda.

"Gimana, ya?? Akhir tahun aku ada acara." Tolak Dinda.

"Acara apa? Bukannya kamu bilang sudah nggak punya ortu?"

"Kerja, kita kan kerja."

"Mas Yudi udah bilang libur kok." Noni masih terus membujuk Dinda.

"Ayolah, Din. Aku dah beli tiket presalenya dua. Kan sayang kalau nggak nonton."

"...." Dinda diam.

"Ya pliss..temenin aku, ya, Din.." Noni terus merenggek dan memaksa.

"*Duh gimana ya? Nggak mungkin aku lihat konsernya Erza, dia bisa tahu aku di Solo. Tapi kalau penontonnya banyak mungkin juga nggak akan terlihatkan??*Dinda tampak mempertimbangkan ajakan Noni dalam hatinya.

"Woi Din!! Malah ngalamun.. Gimana? Mau ya.."

"I..iya deh, aku temenin." Akhirnya Dinda menyanggupi permintaan Noni.

"Iyeees..!" Noni mencubit pipi Dinda.

"Semoga pilihanku nggak salah." Dinda menghela nafasnya dalam-dalam.

•••DINDA•••

Apakah Erza akan ketemu Dinda?

Terus dukung kisah cinta mereka ya gaes..

Klik like, comment, dan pencet fav❤️

Jangan lupa kasih dukungan buat author yang haus pujian ini..><

Wkwkwkwkwk

Selamat membaca ^^

❤️❤️❤️❤️

Bagi banyak cinta untuk banyak orang