webnovel

Dimensi Ini, Kita Berbeda.

Kalian bisa menyebutku bajingan, pengecut, dan lain-lain, karena memang begitulah aku. Saat ini umurku menginjak usia 16 tahun, seorang remaja yang sedang menghadapi masa puber, masa dimana darah bergejolak lebih panas dibanding rentang usia manapun. Semuanya bohong. Semuanya tidak terasa seperti itu. Semuanya tidak seindah yang kalian kira. Aku dibesarkan dalam keluarga yang berkecukupan, saking berkecukupannya aku sampai muak. Dari usia belia aku selalu diajarkan berbagai macam hal, mulai dari bela diri sampai seni lukis dan penguasaan bahasa asing. Bukan seperti aku dipaksa, sungguh, orang tuaku tidak pernah memaksa diriku untuk mengambil semua pelajaran tersebut, aku hanya sekedar ingin mencoba. Sayangnya, ketika keingintahuan biasanya membunuh mimpi orang-orang, itu malah menumbuhkan diriku. Aku bisa menguasai berbagai hal dengan cepat dalam waktu yang singkat, seakan-akan langkahku dituntun oleh malaikat. Bakat, anugrah, jenius, itulah yang dikatakan orang-orang seraya menunjukku. Awalnya aku bangga, hatiku meninggi, semua orang yang berada di bawahku kuanggap sebagai hama. Itu tidak bertahan lama, sayangnya lagi. Benih terbaik di tangan orang yang bodoh tidak akan menjadi yang terbaik lagi. Itulah aku, itulah yang dinamakan mubazir hakiki. Aku berpikir hidupku berakhir, sampai suatu ketika, hidupku baru dimulai, benar-benar dimulai. Tidak ada yang dinamakan bakat, jenius, dan anugrah. Semua itu kebohongan. Kenapa aku bisa tau? Kebenaran yang terungkap di usia ini membuka mataku, ternyata ada alasan dibalik kejeniusanku yang membuat iri semua orang. Tetapi, tetap saja. Sejenius apapun orang, sekali bajingan tetaplah bajingan.

Shiraiyan_ · แฟนตาซี
เรตติ้งไม่พอ
1 Chs

1. Rambut Biru, Namun Hitam

Di koridor sekolah yang sepi, sinar matahari lembut mencuri tempat dengan bantuan jendela di ruangan kelas. Angin-angin bertiup pelan menggoyangkan daun yang menemani kepompong. Lihatlah di ujung koridor! Seorang pria menggendong tas di punggungnya berjalan pelan, samar-samar mulutnya bergerak, berbisik pelan. "Ah, kenapa gue dateng ke sekolah sepagi ini? Kalau bukan karena rajin, gue ngga bakalan mau dah."

Pria itu diam, rambutnya yang hitam bergoyang ditiup angin. Apa gunanya mengeluh? Sudah sampai disini, dia mungkin akan mencari kelasnya atau berkeliling sedikit juga boleh, sekolah ini cukup besar. Langkah kakinya kembali terdengar, matanya sedikit menoleh ke atas, membaca papan tanda kelas. "Kelas 11, kelas 11, dimana ya. Apa di lantai 2?" Saat sedang khusyuk-nya mencari, tubuhnya bertabrakan dengan seseorang di jalan menuju tangga.

Tidak ada yang terjatuh, namun ada momen sejenak ketika mata mereka berdua saling bertemu. "Murid pindahan? Rajin juga ternyata pagi-pagi udah di sekolah," ucap gadis yang ditabraknya, dia tidak marah seperti yang diduga. Setelah memutar bola mata, berpikir sebentar, perempuan itu langsung menyebutkan namanya. "Renda Avrilasa, itu namamu kan? Ikuti aku," ucapnya sambil berbalik badan, Renda tidak mempunyai pilihan selain mengikutinya.

"Kok lo tau nama gue?" Renda bersuara, gadis itu lalu menjawab tanpa menoleh sedikitpun. "Namamu unik, jadi gampang diinget." Tidak puas dengan jawaban tersebut, Renda meraih lengan gadis tersebut, menahannya. "Kenapa?" "Nama," ucapnya agak memaksa, untuk kesekian kalinya gadis itu memutar bola mata, kemudian menyebutkan namanya. "Aleyna Reishan, puas?"

Aleyna menarik tangannya, kembali berjalan mengabaikan Renda yang sedikit terdiam. "Gue merasa familiar sama nama itu," bisik Renda sembari mengikuti Aleyna yang sudah cukup jauh. Sekolah ini terdiri dari 4 lantai, lantai pertama ruangan kantin, kantor administrasi dan lapangan olahraga indoor. Lantai kedua ada kantor guru-guru, berbagai laboratorium dan perpustakaan serta beberapa ruang kelas. Lantai ketiga sepenuhnya adalah ruangan kelas, sedangkan lantai keempat