webnovel

CHAPTER 7 - Materi Susulan

09.00

Hari dan waktu yang telah ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Tentunya dengan sebuah motivasi yang mampu mengalahkan sifat pesimis dan trauma yang masih membekas di dalam jiwaku.

Aku sangat membenci apabila hal-hal menyakitkan itu muncul, kemudian terjadinya simbiosis parasitisme. Diriku yang bagian tidak beruntungnya.

Detik ini, aku pun terbebas dari lilitan infus yang membuatku tidak leluasa bergerak.

Robot wanita bernama Ivona itu berpesan padaku untuk tetap hati-hati atas keberadaanku yang "mudah" dilacak sekarang.

"Uhm, baiklah mau tidak mau aku harus tenang agar tidak disangka pembangkang."

Aku menuju taman di sebelah Barat gedung markas lantai dasar.

Cahaya mentari pagi yang cerah memancarkan aura kehangatannya dari balik kaca transparan di tiap atap markas yang menjulang tinggi menyerupai kubah. Suasana markas yang telah sepi seperti tidak ada seseorang di sini, akhirnya memudahkan diriku untuk berlari. Untungnya, aku sudah melakukan sarapan di ruang rawat inap pemberian dari Ivona. Seperti biasa sarapan roti dan susu.

Setibanya di pertigaan koridor, seketika diriku mendengar suara nyanyian yang lirih seorang pria.

"Ada yang nyanyi?" batinku bingung.

Sempat terhenti langkahku. Karena rasa penasaran yang semakin tinggi, aku kembali melanjutkan langkahku menyusuri sumber suara dengan pelan.

Suara itu semakin besar menandakan jarakku mulai dekat dengan sumber suara.

Aku mengendap-endap hingga tiba di suatu ruangan besar dan luas, lengkap dengan tanaman beraneka ragam tersusun rapi di sana. Tampilan sekelilingnya menyerupai rumah kaca berbentuk kubah. Diriku belum melangkah masuk, masih di sisi pintu terbuka. Namun nuansa hangat yang berbeda seketika menerpa tiap pori-pori kulitku.

Pandanganku tertuju kepada seorang pria berambut pirang yang diikat ekor kuda membelakangiku. Tampaknya ia sedang terduduk di kursi kayu tanpa sandaran sambil termenung menatap beragam tanaman yang sedang berfotosintesis terkena hangatnya cahaya matahari.

Aku bersembunyi dari balik dinding pintu sambil mengintip pria itu melantunkan nadanya.

"Inikah Pelatih Theo?" batinku. "Lagi apa dia?"

"Suaranya bagus juga," lanjutku dalam batin.

Aku mulai menyukai suaranya yang merdu dan hampir terlena. Aku tidak mengerti apa yang terjadi padanya di taman seluas itu.

Entah dari mana asalnya, tiba-tiba sepasang kembar laki-laki sepantaran denganku dengan mudahnya melangkah memasuki taman. Kehadirannya membuatku terkejut karena tidak menyadari langkahnya.

"Bisa-bisanya!" batinku terkejut.

Mereka sungguh bersemangat seperti tidak ada masalah dalam hidupnya itu langsung menghampiri pria yang sedang terduduk itu. Kemudian mereka berdiri di samping pelatih Theo dan mengangkat tangan ke sebelah kiri dadanya secara serentak.

"Selamat pagi, Pelatih Theo. Perkenalkan saya Andrei Rurik!" ucap seorang pemuda berambut merah keriting di samping kanan.

"Saya Andrea Rurik!" ucap seorang pemuda berambut merah keriting sama seperti di sampingnya.

"Mohon bantuannya untuk memberikan materi susulan kepada kami, Pelatih Theo!" seru serentak keduanya dengan posisi tubuh tegap sempurna.

Pria bernama pelatih Theo itupun menoleh ke kedua anak berdiri di sebelahnya. Lantunan nyanyiannya seketika berhenti. "Baik."

Hanya itu yang keluar dari mulutnya. Sangat singkat, padat, dan jelas bukan?

"Oh ya, Pelatih. Kami melihat ada seorang perempuan sedang mengintip di belakang pintu taman!" seru salah satu dari mereka dengan suara agak keras kepada Pelatih Theo.

Mendengar pernyataan pemuda menjengkelkan itu, diriku seperti ditusuk ribuan pedang hingga lemas. Aku langsung agak menjauh dari sisi pintu taman. Kedua mataku terbelalak terkejut. Jantungku seketika berdegup kencang. Keringat dingin bercucuran deras di belakang punggungku. Diriku dilanda panik.

"Sialan, cepu sekali anak itu!" gumamku kesal.

"Tidak ada waktu lagi, aku harus menampilkan diriku. Kau pasti bisa, Eireen!" batinku sambil mengepalkan kedua tanganku di samping.

Dengan hitungan satu hingga tiga, aku berjalan memasuki taman. Kurasakan pandangan mereka tertuju padaku. Aku pun berdiri di samping kedua anak kembar menyebalkan itu.

Dengan posisi tangan kanan menyentuh dada kiri atas seperti yang dilakukan anak kembar itu.

"Selamat pagi, Pelatih Theo. Perkenalkan saya Eireen Imrgard. Mohon bantuan Anda untuk memberikan saya materi susulan karena setelah saya mengikuti penanaman micro-chip, saya tertidur hingga satu bulan."

"HAH SATU BULAN?!!" seru kedua anak kembar di sampingmu berteriak terkejut hingga aku pun ikut terkejut.

"Selow dong!" batinku kesal kepada kedua anak kembar berambut merah keriting itu.

"KOK BISA?!!" lanjut kedua anak kembar itu.

"Aku tidak tahu. Bangun-bangun udah satu satu bulan. Maka dari itu, aku yakin aku sudah tertinggal banyak materi," jawabku dengan tenang.

"Begitu, ya," ucap Pelatih Theo. "Baiklah. Kapan kalian akan melaksanakan susulan materi ini?"

"Apabila Anda sedang senggang, boleh dimulai dari sekarang," jawabku.

"Oke," jawabnya. "Pastikan kalian sudah sarapan. Apabila belum dan mengalami konsentrasi kurang dan pada akhirnya nilai kalian hancur, saya tidak bertanggung jawab."

"Siap, Pelatih!" seru kedua kembar itu bersemangat.

"S—siap, Pelatih!" ucapku.

"Mari ikut saya. "

Tiba-tiba Pelatih Theo beranjak dari bangkunya dan melangkah menuju pintu taman yang terbuka lebar. Aku dan kedua kembar berambut merah itu berjalan mengikuti langkah Pelatih Theo dari belakang.

"Hey," sapa salah satu dari mereka. Entah aku tidak tahu namanya siapa. Keduanya sungguh mirip sehingga aku sulit membedakannya.

Aku menoleh.

"Perkenalkan namaku Andrei Rurik, aku adalah kakak dari Andrea," ucapnya santun sambil mengulurkan tangannya kepadaku.

"Halo!" Seru Andrea melambaikan tangannya ke arahku.

"Hai," Jawabku singkat sambil tersenyum tipis.

"Aku Eireen Imrgard," ucapku sambil menjawab uluran tangannya.

"Aku paham kau pasti sulit kan membedakan kami," kata Andrei.

"Iya, mungkin karena aku masih baru mengenal kalian," jawabku.

"Kau bisa melihatnya dari segi mata dan rambut kami, lho! Dalam segi mata, mataku lebih runcing di pinggirnya sedangkan Andrei lebih besar dan belo. Untuk rambut. Rambutku lebih sedikit panjang sedangkan Andrei lebih pendek," Jelas Andrea.

"Oh baiklah, aku akan coba untuk bisa membedakannya," kataku.

"Lagipula mereka masih tidak ada bedanya!" batinku.

"Omong-omong, salam kenal, ya! Aku benar-benar tidak menyangka ada orang selain kami yang ikut susulan materi!" ucap Andrei bersemangat.

"Aku penasaran, kenapa kalian bisa susulan materi?" tanyaku. Melontarkan pertanyaan yang terbesit di pikiranku.

Tiba-tiba Andrei mendekat ke telingaku. "Aku tidak lulus hingga ujian tengah semester."

Kedua mataku membulat. "Hah serius?"

Kedua bocah itu mengangguk polos. Andrei berkata sambil berbisik, "Benar. Kami dinyatakan tidak lolos. Akhirnya kami berinisiatif bertanya kepada seseorang di bagian bimbingan konseling dan akhirnya kami mendapatkan pencerahan bahwa kami bisa ngulang!"

"Tapi ada syaratnya, yakni ini terakhir kalinya aku bisa lolos. Apabila aku masih tidak lolos, ya hancurlah impian kami," lanjutnya

"Menjadi pemenang permainan takdir itu keren!" ucap Andrea.

"Kau juga ingin menjadi pemenang, kan?" Andrei menyenggol lengannya padaku.

"Ya, tentu saja," ucapku.

"Itu bagus! Mari kita bersama-sama jadi pemenang!" seru Andrei sambil melancarkan tepuk tangan ke arahku dan Andrea.

Aku pun membalas tepuk tangannya.

"Itu keren, aku tidak sabar!" lanjut Andrea sambil membalas tepuk tangan saudaranya dan aku.

"Ssstttt, suara kalian kurang besar!" ucap Pelatih Theo tiba-tiba dengan nada menegur, sekilas melirik ke belakang, kemudian kembali dengan pandangan ke depan.

"Maaf," ucap Andrei dan Andrea serentak dan melemah.

Namun, mereka berdua tetap tersenyum bersemangat. Jiwa api dari dalam diri mereka berkobar.

"Sesemangat itukah mereka..." batinku melihat kedua wajah anak kembar itu berseri-seri. Kemudian disusul dengan senyuman tipis di wajahku.

Halo, terima kasih ya sudah membaca cerita aku. Kalian sangat memotivasi aku untuk terus menulis lebih baik ^_^

Jangan lupa tambahkan ke library jika kalian suka yaa!

Have a nice day y'all!

angelia_ritacreators' thoughts