webnovel

CHAPTER 21 - Di Balik Secarik Memori III

10 bulan setelah Theo masuk ke bagian keluarga barunya.

Semakin hari, diri Theo terbiasa dengan memanggil pria bernama Edmond Liam dengan sebutan "Ayah". Bahkan tiap hari, hubungan mereka semakin akrab layaknya ayah dan anak kandung. Meski demikian, ada waktunya ayah berada di dunia kesibukannya, yakni bekerja di salah satu stasiun siaran radio lokal kota Herblin. Kini ia tidak lagi di kota Anvurel. Jarak antara Anvurel dan Herblin terpaut lima jam dengan mobil.

Theo kecil yang baru melek kehidupan luar pun merasa terpukau. Kehidupan di Anvurel pun berbeda dengan kehidupan di Herblin yang aman dan elit. Bagaimana tidak elit? Di sini, tempat tinggal mereka sangat indah dengan ornamen klasik yang kental. Sarapan pagi dengan roti tawar dan kopi atau teh. Makan siang dengan ayam kalkun dan daging kambing guling, dan lainnya. Serta pakaian mereka berupa setelan gaun mengembang bagi yang perempuan dan balutan jas dan topi selalu ada di kepala mereka bagi yang laki-laki. Kegiatan mereka pun ditemani dengan kendaraan pribadi yang memadai, terkadang dengan delman. Bahkan Theo kecil baru mengetahui bahwa kendaraan yang dibawa ayahnya disebut mobil.

"Ayah, aku ingin berjalan-jalan dengan kotak sabun itu!" seru Theo kecil berlari menghampiri ayah yang sedang menulis sesuatu di kertas.

Suara seorang pria sedang mengobrol sambil menginformasikan kabar terbaru hari ini terdengar melalui celah suara radio yang tergeletak di meja tepat di belakang ayah. Ayah terduduk dengan santai dengan secangkir kopi di bawah renungan sinar mentari. Fokusnya teralihkan ke arah Theo kecil. Ia langsung menggendong Theo dan diletakkan di sisi paha kanannya. Posisi Theo menghadap ayahnya sambil tersenyum riang.

"Kotak sabun?" tanya ayah sambil mengernyitkan dahi. Dari wajahnya, hampir menertawakan kalimat yang dilontarkan Theo. Namun, ditahan.

"Kendaraan yang ayah kerap bawa, lho," ucap Theo.

"Oh, maksudmu mobil, ya?"

"Mobil?" Theo membulatkan kedua matanya yang hijau, berbeda dengan warna pupil kedua mata ayahnya yang berwarna cokelat terang.

"Iya, Nak. Itu dinamakan mobil. Seperti ini," kata ayah sambil menyuruh Theo melihat sebuah gambar sketsa mobil dengan tinta bulu di atas kertas putih penuh coretan kalimat.

Tampak kedua mata Theo yang berbinar-binar seperti baru melihat sesuatu yang baru di dalam kehidupannya.

"Jadi, mobil adalah sebuah kendaraan empat dengan bahan bakar campuran, yakni batu bara, gas, dan udara," jelasnya. "Untuk kemudian, minimal kau harus sudah memiliki surat izin mengemudi dan berumur 17 tahun."

"Uwaahhh!!" Theo tampak senang. "Aku ingin mengendarai mobil!"

"Kau harus sudah menginjak 17 tahun dulu, kalau saat ini kau hanya bisa mengendarai mobil mainan," kata ayah tersenyum.

Raut wajahnya berubah manyun. Lalu berkata, "Aku maunya mobil beneran. Aku tidak suka mobil mainan. Mobil mainan tidak asli!"

Mendengar perkataan Theo, ayah hanya tertawa sambil menggendong Theo di pahanya. Theo kecil asyik berbincang dengan ayah, melihat pekerjaan Ayah yang berserakan penuh akan kertas-kertas dengan coretan tulisan dan gambar berbau otomotif. Hal itu merupakan minat ayah akan bidang otomotif yang kuat. Ia pun mengoleksi miniatur otomotif dari berbagai jenis di ruang kerjanya. Akan tetapi, saat ini ruang kerjanya tidak dipakai, ayah sedang ingin menikmati suasana bekerja di ruang makan dengan alunan orang berbicara melalui jaringan radio.

Di rumah susun yang berada di pinggir distrik kota Herblin, hanya hidup dirinya dan Theo serta seorang wanita yang merupakan pengasuh Theo kecil. Akan tetapi, wanita itu merupakan pengasuh tak tetap. Ia datang setiap pukul 08.00 dan pulang pada pukul 07.00 di mana bertepatan dengan ayah pulang. Apabila ayah lembur, maka jam asuhnya ditambah. Wanita itu bernama Ms. Olya. Seorang wanita berambut agak pirang berambut panjang diikat kuda.

Kehadirannya lah berhasil membuat hari-hari Theo tidak kesepian. Ia juga kerap mengantar Theo berangkat ke sekolah dasar apabila ayah tak sempat mengantar. Memasuki sekolah dasar merupakan ide Theo kecil yang kerap melihat pemandangan anak sekolah dasar pulang dari sekolah mereka sambil berjalan kaki di luar.

Sistem sekolah di Herblin bahwa apabila anak tidak mengikuti pendidikan taman kanak-kanak dan langsung lompat ke Sekolah Dasar sungguh tak masalah. Meski demikian, harus mengikuti serangkaian tes, yaitu tes baca dan tes berhitung santai berupa tambah dan pengurangan serta soal narasi tentang keduanya. Melihat kemampuan Theo yang cepat menangkap materi, membuat segalanya menjadi lebih mudah. Hal itu menjadikannya sebagai termuda di antara anak-anak selevelnya.

"Ayah, aku lulus! Lihatlah aku mendapatkan nilai 100 sempurna!" ucap Theo sambil berlari membawa dia lembar kertas yang ditempel dengan steples satu sama lain, tertera laporan hasil kedua tes penting tersebut—kepada Theo. Wajahnya senang sekali menyambut ayah di halaman sekolah menunggu dirinya keluar dari ruangan ujian. Hasil ujian pun dibagikan secara langsung.

Ayah langsung menggendong Theo dan memeluknya. Ia juga melirik dua kertas yang digenggam Theo yang menampilkan kedua tes tersebut mendapatkan nilai sempurna. "Anak ayah memang hebat!"

"Iya dong!" sahut Theo percaya diri.

Sejak saat itu, kemampuan Theo pun semakin muncul seperti keinginan tahuan yang besar, dan menyerap banyak ilmu secara cepat. Ia juga menemukan banyak minat di bidang sains, teknologi, dan seni. Ia mulai mengikuti ketertarikan ayahnya, yaitu di bidang otomotif.

Setiap coret-coretan gambar pun tak jauh dari bentuk mobil dalam berbagai jenis. Melihat ketertarikan anaknya yang sama dengan dirinya, ayah semakin gencar melakukan pendekatan hobi dengan Theo.

**

Sabtu, 21 Juni xxxx

Tepatnya di awal liburan musim panas nasional.

Kebetulan ayah mendapatkan libur kerja selama tiga hari. Tiba-tiba Ia mengajak Theo untuk menikmati alam di Danau Everton, danau terbesar dan terasri di Herblin. Letaknya di dekat pegunungan Gilora di pinggiran kota. Dengan membawa buku sketsa dan pensil, peralatan piknik, serta peralatan memancing, mereka berdua meluncur ke sana.

Theo kecil yang baru keluar dari goa itu terpukau dengan suasana alam yang asri. Mengapa tidak? Pemandangan seperti ini selama ini Ia hanya melihat dari balik media buletin. Itupun tidak berwarna.

Dari segi pemandangan, mulai dari dedaunan hijau segar akibat dari permulaan dari musim panas, hawa hangat dari cahaya mentari pagi pukul 11.00 yang bagus bagi kesehatan tulang, serta aroma segar yang mengalahkan setiap aroma yang pernah diciumnya.

"Tiki, ayo kita memancing untuk tambahan makanan piknik kita," ajak ayah.

'Tiki' adalah panggilan khusus dari ayah untuk Theo, yang berarti 'Theo Kecil'.

Theo dengan girangnya menjawab, "Baik, yah! Aku tak sabar belajar memancing!"

Mereka memutuskan untuk memnacing di pinggir danau sambil terduduk di ujung papan kayu menuju mata air danau. Dengan membawa peralatan pancingan, seember cacing hidup, serta satu ember kosong untuk mengangkut hasil memancing. Selain ayah jago akan menggambar, ternyata Ia pun handal dalam hal memancing sebab itu merupakan hobi keduanya. Ayah pun mengajarkan setiap bagian alat pancingan pada Theo. Theo kecil tampak mengangguk paham setiap perkataan dari ayahnya. Hingga di waktu Ia mulai mendapatkan target, ditarik dengan kuat oleh dirinya dan ayah secara bersama-sama. Lalu muncullah ikan trout segar nan besar selengan orang dewasa.

Kedua mata Theo berbinar-binar gembira.

Ikan itu dicabut dari pancingan, lalu digenggamnya dengan kedua telapak tangan mungilnya.

"Huuuoww!!!" serunya sambil merasakan berat dari ikan trout tersebut.

Sontak ayah langsung mengambil kamera dari balik tas nya dan diarahkan ke arah Theo kecil yang membawa ikan trout tersebut.

"Theo, lihat kamera, ya. Senyum!" perintah ayah.

Theo langsung tersenyum gigi nan bahagia sambil menggenggam ikan trout, ikan perdananya. Kedua matanya menyipit hampir tertutup menghadap sensor kamera di hadapannya.

"Satu... Dua... Ti—ga!"

Disusul dengan suara jepretan kamera. Selang beberapa detik, kamera tersebut menghasilkan secarik lembar hasil foto Theo, lengkap dengan tanggalnya di sisi kiri di sisi terluar foto.

"Waw!! Keren sekali anak ayah!" puji ayah.

Theo hanya tertawa sambil tersipu malu.

"Ini kamu yang pegang ya, fotonya," kata ayah sambil memberikan secarik hasil foto kepada Theo. "Simpan dengan baik agar kau bisa selalu mengenang momen ini."

Theo yang awalnya terlihat ragu pun mengambil selembar hasil fotonya dari jari-jemari ayah. "Baiklah, Yah.

"Omong-omong, aku terlihat aneh di sini. Senyumku lebar sekali."

Ayah tertawa sambil mengelus rambut Theo yang tertiup helai demi helai oleh angin. "Ciri khas Tiki selalu begitu, bukan?"

Mereka berdua oun tergelak ketawa.

Setelah kegiatan memancing dan berhasil mengumpulkan beberapa ikan, kegiatan selanjutnya adalah memasak hasil memancing sambil menikmati piknik di pinggir danau.

Digelarnya terpal berwarna garis merah kotak putih. Lalu, disiapkan makanan-makanan dari balik tas anyaman dari rumah. Lalu dikeluarkannya alat masak berupa alat merebus dan bakar dalam ukuran kecil. Ayah memasak hasil pancingan, sementara itu Theo memantau dan menghirup setiap aroma yang keluar dari proses pemasakan.

Selang satu jam, makanan utama pun jadi, yaitu makanan utama hasil danau. Ayah dan Theo memakannya dengan nikmat sambil meratapi pemandangan alam yang indah. Angin sepoi-sepoi terus berhembus sehingga musim panas benar-benar tidak terasa panasnya. Di sisi lain, akibat angin sepoi-sepoi tersebut, menjadikan aroma masakan menjadi menyebar lebih jauh. Meskipun demikian, Theo kecil tidak mempermasalahkan akan hal itu, ia menaruh fokus nikmatnya dengan sajian di hadapannya—sajian spesial buatan ayah.

Setelah awal liburan musim panas itu, hasil foto Theo dengan ikan perdananya pun disimpan di balik buku dongeng 'Theo Penyelamat Dunia' dari Steven. Ia percaya bahwa buku ini akan terus bersamanya sampai kapanpun sehingga foto ini pun akan awet di sana.

Mengingat Steven, apakah kau ingat dengan kalimatnya yang mengatakan untuk selalu berkomunikasi melalui surat?

Hal itupun terealisasikan yang dimulai oleh Theo kecil. Sejak Ia tiba di Herblin, Theo langsung menulis surat dengan pena bulu, pinjam dari ayah. Lalu mengirimkannya di kotak pos terdekat yang selalu tersedia di tiap trotoar. Satu bulan kemudian, tibalah surat balasan dari Steven. Setiap bulan pun selalu mendapatkan kabar terbaik antar keduanya. Meskipun jarak memisahkan mereka, akan tetapi komunikasi tetap terjaga.

Karena komitmen mereka sejak awal berpisah.

Semoga tak akan pernah henti.

Halo, terima kasih ya sudah membaca cerita aku. Kalian sangat memotivasi aku untuk terus menulis lebih baik ^_^

Jangan lupa tambahkan ke library jika kalian suka yaa!

Have a nice day y'all!

angelia_ritacreators' thoughts