webnovel

Layang-Layang Setan

Sepanjang perjalanan, Mayor Dud, Vista, dan Snot melihat anak-anak bermain layang-layang. Musim kemarau dan angin lumayan kencang berarti juga musim layang-layang. Hendak kemanakah mereka? Snot dan Vista akan menghabiskan libur sekolah setelah terima rapor. Sudah rezeki mereka, Mayor Dud ditawari untuk berlibur di sebuah villa milik temannya di wilayah Sentul, Bogor. Ternyata villa kecil itu berada di sebuah dusun asri, Dusun Pancor yang menyendiri, dalam arti jauh dari dusun-dusun lainnnya. Di sisi selatan dusun ada sebuah bukit kecil hijau. Dalam hitunghan jam, setelah sampai di villa itu, Snot sudah berbaur dengan anak-anak dusun. Snot akrab dengan Bill, anak kelas enam putera pemilik toko kelontong yang tidak jauh dari villa. Mula perkenalan mereka diawali ketika Snot diminta Mayor Dud membeli minyak tanah, karena di beberapa sudut villa ada sarang semut merah yang suka menggerogoti kayu.

"Mengapa anak-anak di sini tidak main layang-layang?" tanya Snot pada Bill. "Bukankah sekarang musim layang-layang?"

"Dulu kami suka sekali main layang-layang, tapi sejak kemunculan hantu itu kami tidak bermain layang-layang! Takut!" jawab Bill. Bahkan Bill bercerita kalau dirinya adalah salah satu pemain layang-layang yang disegani.

Jawaban Bill tentu mengejutkan Snot. "Kemunculan hantu, yang betul saja, ah?"

"Benar! Layang-layang setan!" bisik Bill dengan mimik ketakutan. "Layang-layang setan sering muncul di wilayah sini, sehingga kami tidak berani memainkan layang-layang. Takut peristiwa itu terjadi lagi!"

"Peristiwa apa?" Snot makin penasaran dengan kata-kata Bill, berliburnya tampaknya bakal seru, nih! Karena belum-belum sudah mendapat tantangan yang mengusik naluri detektifnya. "Betul ada layang-layang setan?" tanya Snot sekali lagi. Bill mengangguk, tapi tak mau bercerita lebih banyak. Snot menangkap ketakutan pada Bill, sehingga diajaknya teman baru itu ke villa. Siapa tahu dengan Mayor Dud dan Vista, Bill akan terbuka. Itu harapan Snot.

Sesampainya di villa, di dapur, Snot menceritakan layang-layang setan pada Mayor Dud dan Vista dengan berbisik-bisik. Tentu saja Vista tertawa terbahak-bahak. Untunglah Bill tidak tahu apa yang ditertawakan saudara kembar Snot itu, karena Bill ada di ruang depan sehingga tidak tersinggung.

"Sudah lama cerita layang-layang setan itu?" pancing Mayor Dud ketika ke ruang depan untuk mengoles minyak tanah ke lubang-lubang semut dengan kuas butut. Bill tidak segera menjawab, tapi melihat Snot dengan tatapan tajam. Snot menganggukkan kepala.

"Sudah hampir dua tahun. Sejak meninggalnya Obra, teman saya beradu layang-layang!" Bill mulai bercerita. Tapi rasa takut terbaca dari raut wajahnya. Bill sering menoleh ke kiri-kanan, takut diterkam hantu. Saat itu, ketika musim layang-layang tiba, tidak ada anak-anak Dusun Pancor yang tidak menenteng benang dan layang-layang. Lapangan di sisi barat dusun, yang biasa dipakai bermain bola, berubah jadi arena adu layang-layang. Malah ada beberapa penjual layang-layang musiman yang menggelar dagangannya di tepi lapangan. Juga anak-anak pemburu layang-layang putus, siap di tepi lapangan dengan aneka galah, menunggu layang-layang aduan yang putus. Anak-anak ciut nyali pilih menyisih agak jauh dari lapangan, agar layang-layangnya tidak jadi korban para jagoan adu layang-layang. Saat itu ada kelompok Obra dan kelompok Bill, yang bersaing untuk jadi nomor satu.

"Ampuh benar benang Obra, berkali-kali layang-layang saya putus olehnya!" keluh Cung.

"Jangan-jangan dia pakai benang berlapis mesiu!" seru Bill. "Benang kita terbakar saat menyentuh benangnya!"

"Siapa tahu dia pakai benang kawat!" kata Cung.

"Tidak masuk akal, mana kuat layang-layang mengangkat kawat?" Bill geram. Obra telah menggentarkan hati mereka yang suka adu layang-layang. Obra memang jago, layang-layangnya bisa menari, meliuk, berakrobat, berputar-putar, dan tidak jarang menukik ke bawah layaknya pesawat tempur. Bill pun demikian. Sebelumnya, silih berganti antara Bill dan Obra. Bergantian mereka kalah dan menang dalam adu layang-layang. Tapi belakangan kelompok Bill betul-betul mati kutu, kalah melulu.

Bill dan teman-temannya sudah mencari rahasia benang Obra, tapi sia-sia karena Obra dilingkari teman-temannya agar tidak bisa didekati kelompok Bill. Seminggu sebelumnya, kelompok Bill berhasil memporakporandakan layang-layang kelompok Obra. Puluhan layang-layang geng Obra putus dan jadi rebutan anak-anak. Sekarang giliran Bill dan kawan-kawan yang gigit jari.

"Bill, bagaimana kalau dicoba dengan benang levis?" bisik Cung. "Di rumah ada sisa benang levis! Milik kakak saya!" Yang betul adalah benang jeans, bukan levis! Karena levis atau Levi's adalah singkatan dari Levi Strauss. Nama seseorang yang mempelopori pembuatan pakaian jeans pada tahun 1873. Saat itu Levi Strauss dibantu seorang penjahit bernama Jacob Davis. Awalnya, pakaian jeans hanya untuk pekerja tambang, karena bekerja berat sehingga memerlukan pakaian yang kuat dan awet. Tapi dalam perkembangannya, ternyata, pakaian jeans disukai semua orang sehingga terkenal di seluruh dunia.

"Boleh, tapi harus kita rahasiakan. Jangan sampai ketahuan mereka!" kata Bill. "Bagaimana kalau dimarahi kakakmu?"

"Tenang saja! Benang itu sudah lama nganggur, tapi masih tersimpan baik kok!" kata Cung, dan bergegas mengambil benang levis di rumahnya.

"Kita pinjam layang-layang Noah!" seru Bill ketika Cung kembali. Layang-layang Noah yang mengudara segera ditarik turun. Benangnya diganti oleh Cung. Layang-layang berbenang levis diserahkan kepada Bill. Bill segera mengarahkan layang-layangnya ke layang-layang Obra. Tahu mendapat tamu, layang-layang Obra segera menukik memberi salam, lalu melingkar-lingkar memutari yang baru datang. Benang segera berpaut, beberapa kali belitan. Obra dan Bill dengan lincah saling tarik ulur benang disertai sorak-sorai dari kedua kelompok. Bahkan mereka saling ejek untuk memanas-manasi hati lawan.

Srutttt.....tes! Layang-layang Bill, eh layang-layang Noah yang dipinjam Bill, putus dan melayang diseret angin ke arah selatan. Teriakan gembira dari kelompok Obra dan anak-anak yang mengejar layang-layang jatuh meriah sekali. "Aduh bagaimana ini, dengan benang levis juga kalah!" gerutu Bill.

"Jangan-jangan benang Obra dicampur cabai!" celetuk Noah.

"Apa hubungannya benang sama cabai?" tanya Cung kesal. Noah hanya tertawa, dia memang asal ucap saja, atau stress gara-gara layang-layangnya hilang. Karena penasaran dengan keampuhan benang Obra maka kelompok Bill memutuskan membuat benang khusus, benang gelasan. Dengan penuh semangat mereka mencari kaca bola lampu dan menumbuknya sampai halus, lalu dicampurnya dengan tepung sagu dan merebusnya. Benang direndam di larutan pekat tersebut, setelah itu dikeringkan dengan hati-hati. Setelah kering benang itu dililit pada kaleng. Di hari berikutnya, dengan langkah mantap mereka menantang kelompok Obra lagi. Layang-layang Bill lebih dulu mengudara, baru milik Obra menyusul. Dalam ketinggian layang-layang mereka layaknya jago silat yang saling intai.

Wutt... layang-layang Bill menukik menghampiri layang-layang Obra. Beberapa kali mereka menghindari pagutan, tapi setelah bosan kucing-kucingan dan saling intip, mereka saling berkelebat membelitkan benang. Bill memakai sarung tangan, takut terluka karena benangnya sangat tajam. Obra dan Bill saling tarik dan ulur benang. Toh, akhirnya layang-layang Bill bak Gatotkaca terkena panah pusaka Karno, jatuh tak berdaya. "Sakti amat benang Obra!" sungut Bill. Bill dan teman-temannya tidak berminat menaikkan layang-layang lagi. Mereka duduk menatap langit, melihat layang-layang Obra yang menari sendirian.

Cuaca tiba-tiba berubah, ditandai arah angin yang tidak menentu. Awan tebal tiba-tiba muncul dari utara. Layang-layang Obra terbang tidak tentu arah, tampaknya tidak terkendali karena angin bertiup kencang. Obra tergesa-gesa menggulung benangnya, tapi tiba-tiba layang-layang menukik tajam ke utara dan membelit kabel listrik. Saat itulah terdengar lengkingan keras Obra yang tiba-tiba kejang. Obra tersengat listrik, terpental dan jatuh. Beberapa orang segera melakukan pertolongan, Obra segera dibawa ke rumah sakit. Tapi tidak tertolong jiwanya.

"Ternyata Obra memakai kawat kabel yang diurai untuk benang layang-layangnya!" kata Bill. "Seminggu setelah kematian Obra, warga gempar karena ada yang melihat layang-layang di malam hari. Layang-layang itu kadang mengeluarkan suara berdenging, tapi kadang-kadang mengeluarkan sinar. Kami meyakini itu arwah Obra!"

"Kamu percaya dengan layang-layang setan itu?" bisik Vista pada Snot. Snot tidak segera menjawab. Jari-jarinya asyik menjetik-jentik kuku tangannya. "Heh, kamu dengar pertanyaanku?" bisik Vista lagi, agak keras.

"Dengar!" jawab Snot singkat. "Bagaimana pendapat Om Dud?"

"Saya tanya kamu, bukan Om Dud!" seru Vista gemes. "Bagaimana, kamu percaya layang-layang setan itu?"

"Tidak!" jawab Snot.

"Pasti ada orang yang memanfaatkan kematian Obra untuk tujuan tertentu!" kata Mayor Dud. "Kita harus menyelidiki, siapa yang berada di balik layang-layang setan itu."

"Kadang ada suara tawa Obra bersama layang-layang itu, Om!" kata Bill. "Kami memang bermusuhan dalam adu layang-layang, tapi Obra adalah teman baik kami!" Dari cerita Bill pula didapat penjelasan bahwa waktu kemunculan layang-layang setan tidak menentu. Memang malam hari, tapi jamnya tidak pasti. Juga tidak setiap malam muncul, sehingga tidak bisa ditunggu. Kemunculannya juga tidak pernah lama, hanya dalam hitungan menit atau malah kurang. "Hanya orang beruntung saja yang sempat melihatnya!"

"Apakah hanya muncul di satu tempat?" tanya Vista.

"Berpindah-pindah tempat, tapi tidak jauh. Masih sekitar sini juga!" jawab Bill.

Giliran Snot yang bertanya, "Pernah muncul di lapangan?"

"Belum pernah ada yang melihat kemunculannya di lapangan!"

Snot menatap lekat mata Mayor Dud, lalu bertanya pada Mayor Dud. "Dia tidak berani muncul di lapangan, apa kesimpulannya?"

"Memang hantu bohong-bohongan! Dia takut dipergoki orang!" jawab Mayor Dud.

"Memangnya ada hantu yang tidak bohong-bohongan, Om?" tanya Vista.

"Ada, burung hantu!" ledek Mayor Dud. Vista mencibir lucu.

"Pernah ada yang melihat hantu yang memainkan layang-layang itu?" tanya Snot.

"Hanya layang-layang di udara saja!" jawab Bill.

Hening, mereka diam sejenak. Lalu Mayor Dud angkat bicara. "Yang pasti, kita harus memetakan kemunculannya, di mana layang layang itu sering muncul!" kata Mayor Dud. "Munculnya berpindah-pindah, tapi masih di sekitar tempat itu juga. Jadi orang yang menaikkan layang-layang setan tinggal di dusun ini juga! Oke, kita ke bukit selatan dusun ini! Dari sana puncak bukit itu kita bisa melihat sekeliling dusun dengan leluasa! "

Jam tiga sore, dengan Bill sebagai penunjuk jalan, Snot, Vista, dan Mayor Dud menyisiri dusun. Berlagak sebagai turis yang melihat-lihat keindahan alam sekitar dusun. Padahal tujuan utama mereka mempelajari situasi. "Rumah siapa itu? Sangat besar, mewah, dan luas?" tanya Mayor Dud ketika melewati sebuah rumah besar dan luas dengan pagar tembok tinggi. Rumah itu berada di pojok dusun sisi utara, di sampingnya adalah lapangan, tempat Bill dulu main layang-layang. Rumah itu menghadap ke utara, jalan aspal yang cukup lebar, di seberang jalan adalah areal persawahan luas.

"Itu rumah Max, bintang sinetron!" jawab Bill. "Rumah itu sangat tertutup dan dijaga ketat, banyak satpamnya yang galak-galak!"

"Apakah pernah dirampok?" tanya Snot.

"Belum pernah ada perampokan di dusun kami!" jawab Bill. Snot melihat Mayor Dud asyik memainkan ujung kumisnya sambil berpikir. Mereka melanjutkan perjalanan ke bukit. Jarak dusun ke bukit tidak sampai limaratus meter, arah selatan. Sampai di puncak bukit mereka istirahat, melihat sekeliling.

"Kalau layang-layang setan mengudara pasti terlihat dari sini!" kata Snot

"Pasti!" kata Mayor Dud menyambung.

"Siapa tahu layang-layang setan itu ternyata kode rahasia?" tanya Vista.

"Boleh juga perkiraanmu!" sahut Mayor Dud.

"Apa untungnya mereka memakai layang-layang?" tanya Snot. "Bukankah cukup dengan telepon atau handphone saja?"

"Takut pembicaraan mereka tersadap. Siapa tahu gerak-gerik mereka sudah diawasi sehingga memilih cara tradisional!" kata Mayor Dud. "Dengan menaikkan layang-layang, maka orang-orang mereka yang siap di luar dusun bisa menangkap pesan. Aman atau tidak, ada barangnya atau tidak!" kata Mayor Dud. "Bill, apakah kamu pernah melihat keanehan di rumah itu?"

"Tidak, hanya saja beberapa kali saya melihat orang berkulit hitam legam dengan rambut dicat merah datang ke rumah itu!" jawab Bill.

Mayor Dud mengangguk. "Tampaknya untuk beberapa malam kita harus bermalam di atas bukit ini!"

"Untuk apa bermalam di tempat ini? Pasti banyak nyamuk!" seru Vista.

"Lho, katanya untuk menangkap layang-laang setan!" kata Mayor Dud.

"Jadi kita berkemah?" tanya Snot.

"Tidak, kita datang ke sini diam-diam. Jangan sampai ketahuan orang lain. Kalau mereka tahu kita di sini pasti tidak akan menaikkan layang-layang setan!" kata Mayor Dud. "Bill, kamu tetap ikut kami! Minta izin orangtuamu ya!"

Bill mengangguk. Malamnya, setelah makan malam dan melumuri tubuh mereka dengan cairan anti nyamuk, mereka menuju bukit itu lagi. Sekitar jam dua malam, ketika Snot, Vista, dan Bill terpejam di balik jaket tebalnya, Mayor Dud membangunkan mereka. "Lihat, apakah itu layang-layang setannya?" tanya Mayor Dud sambil menunjuk arah dusun. Ada cahaya melayang-layang di atas dusun.

"Itu dia!" bisik Bill gemetar, lalu merapat ke tubuh Mayor Dud.

Beberapa waktu kemudian, Mayor Dud berdiri karena melihat sesuatu. Lalu menggamit dan menunjuk sisi barat. Ada cahaya bergerak maju, jelas itu mobil. Padahal sebelumnya tidak ada tanda-tanda sinar di tempat itu. Jadi, mobil itu telah berhenti di tempat itu cukup lama. Mereka mengamati pergerakan mobil itu, ternyata menuju rumah besar dan masuk.

"Mana layang-layang setannya? Sudah tidak ada!" seru Vista. Betul. Layang-layang setan itu sudah tidak ada lagi.

"Benar perkiraan Vista, layang-layang hanyalah sebuah kode!" kata Mayor Dud. Lalu diam-diam mereka kembali ke villa dengan memilih jalan setapak. Takut kepergok oleh orang-orang kelompok layang-layang setan. Siangnya orang-orang dusun heboh membicarakan hantu layang-layang. Katanya ada yang mendengar tawa Obra.

"Orang itu pasti membuat layang-layang sendiri, atau membelinya dari dusun lain. Layang-layang itu kadang berbunyi, betulkah?" tanya Mayor Dud pada Bill.

"Betul, kalau berbunyi lebih banyak yang melihatnya. Karena banyak yang mengintipnya, meski takut-takut, tapi layang-layang itu segera hilang begitu saja!" jawab Bill.

"Kenapa bisa menyala atau berbunyi?" tanya Snot.

"Cahaya itu didapat dari zat posfor yang dilumurkan di kertas atau plastik bahan layang-layang! Kalau musim hujan mereak membuat layang-layang dari plastik, sehingga tidak rusak oleh air hujan!" jelas mayor Dud. "Sedangkan bunyi, mereka mungkin memakai pita atau alat yang sering dipasang pada ekor merpati! Tahu, kan, kalian?" Snot, Vista, dan Bill mengangguk. "Di Jawa, dulu, ada 'layang-layang sanderan' yang bisa berbunyi karena diberi rentangan daun kelapa. Daun kelapa bergetar dan menimbulkan bunyi! Ada pula 'panah sanderan', panah berbunyi untuk memberi tanda kepada pasukan guna menyerang lawan! Bunyi atau suara terjadi karena ada getaran! Binatang yang bercahaya, seperti kunang-kunang dan ulat, terjadi karea di badan mereka ada zat pospor. Yang menyala ketika kena oksigen!"

"Kok nyalanya hanya malam doang?" tanya Vista.

"Kalau siang kalah sama sinar matahari, sehingga tidak kelihatan nyalanya!" jawab Bill. Snot tersenyum.

"Betul kata Bill!" sahut Mayor Dud.

"Belum pernah ada yang mendapatkan benang layang-layang setan itu, ya?" tanya Vista. "Dengan tahu arah terbang layang-layang bisa diperkirakan letak orangnya, kan?"

"Layang-layang setan hanya muncul sekilas, setelah itu hilang dan tidak ada jejak!" jawab Bill. Tampaknya Bill lebih senang kalau itu betul-betul layang-layang hantu.

"Mudah ditebak, orang itu pasti memutus benang layang-layangnya. Kalau dia menggulungnya pasti perlu waktu cukup lama. Pilihan paling baik segera memutus benangnya dan lari menghilang!" kata Mayor Dud.

"Bagaimana dengan tawa Obra?" tanya Snot. "Mungkinkah mereka merekam suaranya sebelum dia meninggal!"

"Kemungkinan terbesar adalah itu!" kata Mayor Dud.

Malamnya, Mayor Dud membagi tugas. Snot dan Bill disuruh mengintai di dusun sedangkan dia dan Vista ke atas bukit. "Nada handphone-mu jangan diaktifkan, getar saja. Nanti kamu saya hubungi!"

Jam delapan malam mereka keluar villa. Mula-mula mereka berjalan bersama, tapi di jalan setapak menuju bukit Snot dan Bill kembali ke dusun dengan menyelinap. Bill sering berpegangan jaket Snot karena takut. Snot tertawa geli. Snot dan Bill bersembunyi di belakang gardu rusak yang tidak pernah dipakai lagi, di sisi pojok tenggara dusun. Jam satu malam, saat terkantuk berat Snot mendengar suara tawa melengking, tapi suara itu terputus begitu saja, tidak tuntas. Hp-nya bergetar, sms dari Mayor Dud bahwa layang-layang telah muncul. Snot menggamit Bill yang gemetaran sambil melihat sekeliling dengan hati-hati. Ya, ada layang-layang bercahaya dengan ketinggian kira-kira 50 meter dari tanah. "Arahnya tidak jauh dari belakang rumah besar!" Beberapa orang tampak keluar rumah dan mencari-cari sesuatu di langit. Setelah itu mereka tergesa masuk rumah lagi, ketakutan.

"Hilang!" bisik Bill.

"Ya, sudah diputus!" kata Snot lalu mengambil daun kering da mencabiknya kecil-kecil dan dan melemparnya ke udara. Untuk tes arah angin. "Arah selatan, arah bukit. Pagi-pagi kita cari layang-layang itu di sekitar bukit. Siapa tahu kita dapat petunjuk!"

Snot dan Bill segera kembali ke villa. Mayor Dud dan Vista tiba kemudian. "Tidak dapat layang-layang putus, Om? Arahnya ke bukit, lho!"

"Tidak! Nanti kalian cari saja ke sana. Pura-pura lari pagi!" kata Mayor Dud.

Pagimya Snot, Bill, dan Vista pergi ke menyisir sekitar bukit. Berlari-lari kecil, padahal mata mereka nyalang mencari layang-layang setan yang diputus semalam. Tidak ditemukan apa-apa. Di jalan setapak di balik bukit sisi selatan, mereka berjumpa dengan seorang pemuda. Orang itu menegur Bill, "Tumben pagi-pagi keluar rumah! Biasanya kamu enak-enak tidur kalau libur!"

"Sekarang ada teman baru!" sahut Bill.

Orang itu berlalu sambil menenteng sabit dan beberapa lembar daun pisang. Snot mengamati orang itu sampai hilang di balik bukit. "Siapa orang itu, Bill? Apakah dia punya ladang di sini?"

"Mas Gat, salah satu satpam di rumah Max!" jawab Bill. "Seingat saya, keluarganya tidak punya ladang di daeah bukit ini!"

"Apa dia pelihara kambing, sehingga pagi-pagi sekali mencari daun pisang?" tanya Vista.

"Tidak! Mungkin disuruh ibunya, untuk membuat lemper atau lontong!" jawan Bill sambil tersenyum.

"Bisa jadi dia juga mencari layang-layang setan, seperti kita!" tukas Snot. Vista dan Bill berpandangan mendengar pernyatan Snot.

"Untuk apa?" tanya Vista.

"Tentu saja untuk dilenyapkan! Mari kita lihat cermat, apakah kita bisa menemukan jejak layang-layang itu!" kata Snot. Lalu mereka menyusuri jalan yang baru saja dilewati Mas Gat. Sampai di sebuah sungai kecil Snot berhenti dan mengedarkan padangan ke tepi sungai. "Lihat ada bekas jejak kaki di lumpur tepi sungai. Ayo turun ke sana!" Mereka turun ke sungai, airnya dingin sekali.

"Lihat! Tempat ini habis digali dan ditimbun lagi!" seru Bill ketika melihat gundukan lumpur di tepi sungai. Terlihat dari lumpur baru dan rumput yang rebah dan terbenam.

Snot segera menggali gundukan lumpur itu. "Ini dia layang-layang setannya!" bisik Snot. Dia mendapati benang dan kerangka layang-layang. Kertasnya sudah habis tercabik-cabik karena basah. Snot menghubungi Mayor Dud dengan sms.

"Timbun lagi!" sms balik Mayor Dud.

"Kenapa ditimbun lagi?" balas Snot.

"Biar tidak ada yang curiga. Kalian pulang cepat!" balas Mayor Dud.

Tergesa-gesa Snot menimbunnya lagi dengan lumpur. Mereka bergegas kembali ke villa. Snot menceritakan pertemuan mereka degan Mas Gat. "Apakah Mas Gat sudah lama bekerja di rumah itu?" tanya Mayor Dud kepada Bill.

"Sudah cukup lama, sejak tamat SMA! Mungkin sudah empat tahun ini!" jawab Bill.

"Bagaimana Bill, masih percaya layang-layang setan?" goda Vista. Bill tersenyum malu.

"Saya sudah menghubungi teman-teman kepolisian. Irjenpol Ikwan akan segera ke sini, dengan penyamaran!" kata Mayor Dud. Tidak lama kemudian ada dua tukang ojek mengantar dua orang ke villa. Irjenpol Ikwan dan Irjenpol Dadung. "Kita sudah siapkan tim untuk menggerebek rumah itu. Tinggal menunggu kode dari kita!" kata Irjenpol Ikwan. Malamnya, berenam mereka ke bukit. Tapi malam itu tidak muncul layang-layang setan. Malam berikutnya juga nihil, tapi mereka bersabar. Malam berikutnya, jam dua malam, mereka melihat layang-layang setan mengudara. Beberapa jam sebelumnya mereka melihat mobil yang tiba-tiba berhenti dan mematikan lampu di jalan yang masih jauh dari dusun.

"Lihat, mobil itu jalan lagi!" bisik Snot. Memang, lampu mobil itu menyala lalu berjalan pelan. Mobil itu masuk rumah ke rumah Max.

"Tidak ada semenit layang-layang setan mengudara!" kata Mayor Dud. Saat itu juga Irjenpol Ikwan menghubungi timnya untuk segera bergerak. Mereka dengan cepat kembali ke dusun. "Kalian bertiga kembali ke villa, jangan keluar kalau saya belum datang!"

Irjenpol Ikwan, Irjenpol Dadung, dan Mayor Dud segera menghilang. Snot celingukan. Mau menyusul ingat pesan Mayor Dud. Mungkin Mayor Dud takut takut terjadi kontak senjata saat penggerebekan. Memang, beberapa kali mereka mendengar suara letusan senjata api.

Jam setengah enam pagi, Mayor Dud sudah kembali ke villa. "Sudah beres, kalian boleh keluar kalau mau, tapi udaranya dingin!" kaya Mayor Dud sambil tertawa.

"Ada suara letusan!" kata Vista.

"Hanya tembakan peringatan, karena ada yang mencoba melarikan diri!" kata Mayor Dud. "Rumah Max ternyata untuk membuat obat palsu! Mobil masuk itu untuk memasok bahan baku dan membawa keluar obat palsu yang sudah jadi! Rumah itu sekarang di bawah pengawasan polisi sepenuhnya. Orang-orangnya ditahan untuk pemeriksaan!"

"Bagaimana dengan Mas Gat?" tanya Bill penasaran.

"Dia salah satu dari mereka yang ditangkap. Di sudut gudang kami menemukan banyak layang-layang buatan sendiri, baik yang dari kertas maupun plastik. Juga zat pospor dan sirine merpati yang sudah terpasang di layang-layang. Ada kaset berisi tawa Obra!" jawab Mayor Dud.

Jelas, suara senjata api dan penggerebekan rumah Max menggemparkan warga. Berhari-hari, dan entah sampai kapan, peristiwa itu menjadi pembicaraan utama warga dusun. Tapi ada yang dipikirkan Snot, yaitu mengembalikan keberanian anak-anak dusun bermain layang-layang lagi. Tapi bagaimana caranya, ya? Snot bertanya pada Bill, "Kamu bisa membuat layang-layang?"

Bill mengangguk, "Kamu minta dibuatkan berapa?"

"Ayo kita membuat layang-layang raksasa, kita pasangi sirine merpati. Dan juga kita buat rekaman suara kita dengan tape, kita tertawa bersama-sama!" kata Snot.

"Setelah itu?" tanya Vista.

"Malamnya kita udarakan, sehingga semua akan tahu kalau layang-layang setan kemarin akal bulusnya orang Max. Sehingga teman-temanmu tidak takut lagi bermain layang-layang!" jawab Mayor Dud, yang segera membaca jalan pikiran Snot.

Snot, Bill, dan Vista lalu sibuk membuat layang-layang dan merekam suara canda mereka. Malamnya, jam tujuh mereka mengudarakan layang-layang setan mereka. Kebetulan angin cukup kencang.

Layang-layang itu berbunyi, warga keluar rumah karena penasaran. Tapi kok ada suara cekikikan anak-anak? "Masih sore kok muncul layang-layang setan" seru beberapa orang. Tapi mereka segera mendapati Snot, Bill, dan Vista yang segera mematikan kasetnya. "Ternyata kalian biang keroknya?"

"Yang sekarang ini memang kami, tapi yang kemarin-kemarin itu ulah orang-orang Max, termasuk Mas Gat!" seru Bill sambil tertawa. Sejak itulah anak-anak Dusun Pancor kembali berani bermain layang-layang, lapangan itu ramai lagi. Yang pasti, tidak ada lagi yang memakai kawat kabel sebagai benang. Takut, kejadian yang menimpa Obra terulang lagi.

"Kalau langit berawan jangan main layang-layang!" nasehat Mayor Dud kepada Bill ketika hendak kembali ke Jakarta.

"Kenapa, Om?" tanya Bill.

"Bisa kena petir, bukankah lapangan tempat terbuka?"

"Terus bagaimana?" tanya Bill,.

"Ya main layang-layang di tempat tidur saja!" jawab Vista sambil tertawa cekikikan.

Bill tertawa. "Asyik, lho, bertemu kalian. Saya tidak akan melupakan petualangan ini seumur hidup. Membongkar rahasia layang-layang setan!"

Di mobil Snot bertanya pada Mayor Dud, "Om. Mengapa mereka tidak menaikkan layang-layang setan dari rumah besar itu?"

"Mereka tidak bodoh!" jawab Mayor Dud. "Bila diudarakan dari rumah besar itu maka kesan hantu Obra tidak akan muncul"

"Kasihan sekali Obra, dijadikan hantu bermain layang-layang!" ujar Vista.

"Ya, dia dipakai untuk menakut-nakuti anak-anak agar tidak bermain layang-layang. Mungkin selama ini Bill dan teman-temannya suka memanjat pagar rumah itu!" kata Mayor Dud. "Kita doakan semoga arwah Obra bahagia di sana!" Beberapa saat kemudian. "Oya, kalian tahu Benyamin Franklin?"

"Tahu!" jawab Vista cepat, takut kedahuluan Snot. "Dia membuat percobaan dengan layang-layang berbenang kawat untuk menangkap petir. Untuk mengetahui apakah petir mengandung listrik atau tidak!"

"Pintar! Di Jawa, di era Kerajaan Demak, ada kisah Ki Ageng Selo. Orang yang mampu menangkap petir! Dan tahukah kalian sejak kapan layang-layang ditemukan?" tanya Mayor Dud lagi. Vista dan Snot lama tidak menjawab. "Layang-layang, konon, pertama kali dibuat di Cina jauh sebelum Masehi. Layang-layang dulunya dibuat untuk upacara keagamaan. Tempat dewa-dewa tempatnya di langit sehingga diperlukan layang-layang untuk membawa pesan-pesan manusia ke atas! Oke, kapan-kapan kalian saya ajak ke musium layang-layang!"

"Memangnya ada?" tanya Snot.

"Ada di daerah Pondok Labu, Jakarta Selatan! Didirikan oleh Ibu Endang Widjanarko Puspoyo, seorang ahli layang-layang!"

"Baiklah, akan kita tagih janji Om Dud !" seru Snot. Vista tertawa lalu, ugh, tersedak karena saat itu dia sedang minum. Hati-hati, Vista! (*)

Creation is hard, cheer me up!

setiawansasongkocreators' thoughts