webnovel

Menghabiskan Waktu Bersama

Pada akhirnya, Lea berakhir didalam mobil Alvin. Mobil pria itu melaju cepat menuju pantai, ditemani musik yang diputar sepanjang jalan.

Lea lebih banyak terdiam, ia menatap kosong pada jalanan. Tangannya memangku dagu pada jendela mobil yang dibuka. Meresapi hembusan angin sepanjang jalan.

Ia menarik nafasnya dalam lalu berlari keluar dari mobil setelah mereka sampai, meski bukan hari libur namun area itu tetap ramai. Perempuan itu segera melepas sepatunya lalu berlari kearah pantai dan berteriak.

"Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa" teriaknya keras keras.

"Aaaa…aaaa..aaaa…aaaa" lanjutnya.

Alvin memperhatikan Lea yang bertingkah aneh, terkadang perempuan itu terlihat dewasa, terkadang seperti anak anak, kadang wajahnya penuh dengan senyuman, kadang juga seperti menyimpan rahasia.

Ia menghampiri Lea yang sedang mengumpulkan kerang kerang kecil kedalam botol, mengikutinya dari belakang.

"Sebelum pulang, apa bisa mengantarku kesana?" Tanya Lea, tangannya menunjuk kearah dermaga yang tak jauh dari tempat mereka berdiri.

Alvin memicingkan matanya, "Kamu mau menyebrang?" Tanya Alvin keheranan.

Lea mengangguk cepat.

Tiba tiba ia teringat seseorang yang ada dipulau seberang. Dan ide gila itu muncul lagi. Sebuah pulau disebrang, tempat dimana ibunya pernah tinggal untuk sementara saat ia masih bayi. Pulau itu tak besar, namun padat penduduk.

"Ada seseorang yang mau ketemui" lanjut Lea.

"Kenapa tak menyebrang sekarang? Biar kuantar" Alvin menawari.

Mata Lea berbinar, ia penuh semangat lalu mengangguk.

Dengan cepat mereka pergi ke dermaga dan naik kapal untuk menyebrang. Butuh waktu satu jam untuk menyebrang kesana, saat tiba disana hari sudah sore. Setelah memesan tiket pulang, mobil Alvin melaju sesuai dengan petunjuk Lea.

Mereka terus menyusuri jalanan desa, aroma laut begitu kental terasa dipulau itu. Setelah sampai didepan sebuah restoran kecil, Lea turun dari mobil meski merasa ragu dengan ingatannya. Ia masuk kedalam sana, namun tak lama ia keluar lagi dengan wajah kesal.

"Bukan ini restorannya?" Tanya Alvin saat Lea masuk kedalam mobil.

Lea terdiam, "orang yang ingin kutemui sudah menjual restoran ini dua tahun lalu" ucap Lea.

"Memang kapan terakhir kali kamu bertemu dengannya?"

Lea terdiam, "sepuluh tahun?"

"Hah? Sepuluh tahun?"

"Iya, aku pikir dia akan menua disini" lanjutnya.

Lea sedikit gelisah karena tak bisa menemui orang yang dicarinya, ia terus melihat kekanan dan kekiri memperhatikan. Dan berharap bahwa ia akan bertemu dengan orang tersebut. Mereka kini menuju ke pantai kembali untuk menunggu jam pulang, Alvin memarkir mobilnya jauh dan berjalan kaki ke area restoran untuk makan.

"Lapar bukan?" Tanya Alvin.

Lea mengangguk.

"Bibi, tolong buatkan dua mangkuk mie seafood" pesan Alvin setelah sampai disana.

Lea sedikit heran karena Alvin terlihat seperti sudah pernah pergi ke restoran yang mereka datangi, ia tak ragu untuk memesan makanan tanpa menu.

"Kamu pernah kesini?" Tanya Lea.

"Beberapa kali, menemani ayah" Jawabnya singkat.

Setelah makanan mereka datang, Alvin menuju kasir. Namun saat dikasir, ia terlihat menggaruk garuk kepalanya sembari memegang sebuah kartu. Beberapa kali pegawainya mencoba kartu milik Alvin, namun terus dikembalikan. Akhirnya laki laki itu kembali ke meja, dengan wajah yang tersenyum lebar.

"Apa kamu punya uang tunai? Mereka sudah tak menerima pembayaran dengan kartu" jelas Alvin.

Lea menggigit bibirnya setelah ingat bahwa ia juga tak punya uang. Kepalanya menggeleng.

"Tunggu disini, aku akan ke ATM sebentar" ucap Alvin.

Lea mengangguk setuju, namun tak lama setelah Alvin keluar ia melihat lagi pria itu masuk kedalam restoran dengan wajah khawatir.

"Diluar hujan lebat" ucap Alvin gelisah karena ia tak bisa keluar dari restoran, mobilnya terparkir jauh dari restoran dan tak mungkin pergi kesana karena hujan lebat.

Mereka berdua hanya duduk terdiam, mencoba mencari cara. Semakin lama memikirkan semuanya, Lea tiba tiba tersenyum. Ia tertawa kecil hingga air matanya tiba tiba keluar dari sudut mata.

"Kita terjebak disini dan kamu tertawa?" Tanya Alvin heran.

Lea masih tertawa, ia menutup mulutnya dengan tangan sembari menyembunyikan tawanya yang masih terlihat jelas.

"Biar kuurus" ucap Lea.

Perempuan itu berdiri dan berjalan menuju kasir, dari kejauhan Alvin bisa melihat Lea beberapa kali membungkuk untuk meminta maaf. Setelahnya, Lea masuk kedalam dapur. Alvin terus menunggu perempuan itu keluar, namun karena tak sabar ia pergi kearah dapur. Dari jendela kecil, ia bisa melihat Lea sedang mencuci tumpukan piring sembari sesekali mengusap keringatnya.

Alvin sedikit mundur karena terkejut, ia bahkan tak mau melangkah lebih jauh. Ia memilih untuk pergi keluar dari restoran dan menunggu Lea didepan restoran sembari menunggu hujan reda.

Setelah seorang pria membalikkan tanda tutup restoran, Lea keluar dan kembali membungkukkan badannya sebelum pergi.

"Hai" sapa Lea saat keluar dari restoran.

Alvin sedikit canggung dan merasa bersalah membiarkan Lea bertanggung jawab sendirian.

"Hujannya belum reda ternyata" keluh Lea.

Alvin tak berucap apapun, rasanya ia ingin segera pergi dari hadapan Lea karena merasa malu. Didalam hatinya terus mengutuki keberaniannya yang lemah.

"Hhhmmm? Kenapa diam saja?" Tanya Lea.

"Merasa malu, dan bersalah" gumam Alvin.

Lea tertawa lagi, "Hahaha, tak apa"

Seketika Lea terdiam, "dulu, ketika kecil aku sering melakukan ini" ceritanya.

Kali ini tatapan Lea berubah, Alvin bisa melihat ekspresi Lea yang berubah dalam sekejap.

"Dulu, keluarga kami tak punya cukup uang. Bahkan untuk makan tiga kali sehari sangat sulit" cerita Lea.

Alvin hanya diam, mendengarkan.

"Aku bertanggung jawab untuk membawa makan malam, karena kalau tak begitu keluarga kami takkan punya makan malam" lirihnya.

"Ayahku tak punya cukup kemampuan untuk bekerja, bahkan dia terlalu malu untuk mengemis" kenangnya.

"Setelah makan nasi basi dua hari berturut turut, ibu membawaku pergi dari rumah. Ia menitipkanku ke panti asuhan, lalu ia pergi bekerja"

"Ayah yang hanya tau keberadaanku, terus menggangguku dan semua orang di panti. Hingga ibu kembali, dan kami tinggal bersama lagi disebuah rumah kecil. Tanpa uang, dan penuh kekhawatiran akan esok hari. Aku terus bertanya tanya, kenapa ayah begitu bersikeras menahan ibu dengan kesengsaraan yang dia berikan. Ternyata, karena ia tak bisa hidup sendirian. Sedangkan ibu, karena dia merasa kasihan padaku jika aku harus besar tanpa seorang ayah"

"Jadi, jika hanya harus mencuci piring atau membersihkan restoran karena tak membayar bagiku itu sudah biasa. Kurasa itu lebih baik daripada aku yang dulu sering mencuri makanan"

Lea menengadahkan kepalanya untuk menahan tangis, sedangkan Alvin pelan pelan menepuk punggung Lea lembut agar perempuan itu tak menangis.

"Hahahahaha" Sembari menghapus air matanya, Lea tertawa getir.

"Apa kamu mempercayainya?" Tanya Lea dengan wajah meledek.

"Kamu membohongiku? Itu semua hanya cerita bohong?" Alvin menggerutu.

Lea mengangguk, tanpa ragu ia menarik tangan Alvin untuk berlari dibawah hujan. Ia terus berteriak sembari tertawa kecil, senyuman Lea saat itu meredakan rasa kesalnya karena percaya pada cerita bohong Lea.

"Pergilah rasa sedih, hari ini aku ingin bahagia" teriak Lea dalam hujan.

Meski begitu, Alvin melihatnya. Ia melihat dengan jelas, bahwa Lea hanya ingin menyembunyikan air matanya dibalik derasnya hujan yang turun. Perempuan itu hanya tak ingin terlihat menangis hingga berteriak meski suaranya gemetar.

"Pergilah semua kenangan buruk dimasa lalu, aku hanya ingin kenangan yang indah" Alvin menimpali.