Nata dan Nania lebih banyak diam sepanjang perjalanan, pagi ini mereka harus terbang ke Hawai untuk ikut dalam perjalanan bisnis ayahnya. Nania menolak berkali kali, namun saat tau Nata juga ikut ia memutuskan untuk pergi bersama.
Sesampainya disana, mereka tak punya waktu untuk beristirahat. Nania segera berganti baju, begitu pula dengan Nata. Saat Nania keluar dari kamar, mata Nata tak bisa berbohong. Ia terpukau melihat Nania dengan balutan gaun pantai yang sedikit terbuka.
Dengan cepat Nania menggandeng lengan Nata dan pergi ke area pantai untuk ikut bergabung dengan orang tuanya. Semua mata tertuju pada mereka saat mereka berjalan bersama, beberapa orang sedikit terkejut saat menyadari ada seorang artis datang ke pesta tersebut.
"Ahh, saya belum memperkenalkan anak anak saya. Ini Nania, dan ini Nata. Mereka kembar" ucap ayahnya pada beberapa orang yang berada di meja.
Nata dan Nania menyambut jabatan tangan mereka dengan ramah. Keduanya juga segera mengangkat gelas untuk menyapa.
"Saya pikir mereka pasangan" ucap seseorang diantaranya.
Nania tersenyum canggung.
"Nania seorang aktris, dia membintangi beberapa iklan dan menjadi model majalah. Sedangkan Nata saat ini masih berkuliah" ayahnya membuka pembicaraan.
"Jadi bisa dibilang Nata yang akan menggantikanmu nanti" canda yang lain.
"Siapa lagi yang paling berpotensi selain anak laki laki, beruntunglah mereka yang punya anak laki laki" sambung yang lain.
Meski terpaksa, Nata dan Nania ikut tertawa. Pesta terus berjalan, beberapa kali Nania mendapat ucapan tak menyenangkan dari rekan rekan bisnis ayahnya. Namun ia harus menahan rasa kesalnya karena tak ingin merusak acara tersebut.
"Memangnya kenapa dengan anak perempuan? Kenapa di jaman modern ini masih ada saja diskriminasi menjijikan seperti ini" gerutu Nania yang melipir dari keramaian.
Ia memandangi pantai yang terhampar dihadapannya, sembari menenggak segelas penuh bir digelasnya. Malam yang indah dengan bintang bintang, serta hembusan angin yang lembut membuat Nania mengantuk. Ia tak bisa kembali ke kamar hotel sebelum ayah dan ibunya kembali juga.
"Mau pergi bermain air?" Tanya Nata dari belakang.
Nania menoleh, lalu tersenyum lebar "boleh"
Mereka berdua pergi mendekat kearah pantai. Nania melepas sepatunya lalu berlari kesana kesini menikmati deru ombak. Nata yang sudah kelelahan hanya duduk diatas pasir, menjaga Nania.
Ia melihat Nania dengan penuh perhatian, memperhatikaannya dari ujung kaki sampai kepala. Nata masih ingat waktu waktu dimana mereka selalu menghabiskan waktu bersama. Ada kala dimana Nania menangis, tertawa, marah, dan terdiam. Nata selalu berpikir, untuk terus merasa saling menyayangi sebagai kakak dan adik adalah hal yang normal.
Sampai beberapa tahun lalu, ia akhirnya sadar. Nata tak pernah melihat perempuan lain selain Nania. Ia menghabiskan waktu remajanya untuk terus menimbun perasaan pada perempuan itu. Meski berkali kali mencoba membuka hatinya, ia tak bisa. Selalu ada Nania dalam pikirannya. Bahkan setiap malam sebelum tidur, ia terus memikirkan Nania.
"Apakah aku menyukainya?" Pikirnya saat itu.
Dua tahun lalu, Nania secara tiba tiba juga mengejutkannya. Perempuan itu menyatakan perasaannya pada Nata. Nania menjadi gila setelah tau bahwa Nata tak bisa menolak perasaannya. Mereka terjebak pada hubungan yang tak memiliki status.
Dibawah tekanan orang tua mereka, Nania dan Nata pernah merencanakan untuk pergi bersama keluar negeri. Nata akan berusaha keras agar bisa masuk ke kampus luar negeri, begitu juga Nania yang akan mengumpulkan banyak uang dan menyusul Nata. Mereka bisa hidup bersama tanpa sepengetahuan orang tuanya. Menjalani hubungan selain sebagai saudara.
Namun, setelah merencanakan hal gila itu Nata pada akhirnya ditampar oleh sebuah kenyataan bahwa hal itu akan menghancurkan dunia orang tuanya. Mereka akan kehilangan dua anak sekaligus dalam hidup mereka, hanya karena keegoisan Nata semata. Bahkan Nata sama sekali tak bisa membayangkan hal buruk itu. Ia menyayangi kedua orang tuanya, lebih besar daripada ia menyayangi dirinya sendiri.
"Nata aku lelah" keluh Nania.
Nata tersenyum, ia baru sadar sedari tadi ia melamun. Saat melihat dari kejauhan, pesta sudah berakhir.
"Sini kugendong" ucap Nata pada Nania.
Nania dengan senang naik kepunggung Nata.
"Kenapa kamu kurus sekali, rasanya seperti menggendong sekarung kapas" Nata meledek.
"Aku tak banyak makan saat menjadi model, mereka memintaku menjadi patung hidup" keluh Nania.
"Kenapa harus jadi model?" Tanya Nata.
Nania terdiam. Ia memeluk Nata erat.
"Agar bisa lebih cepat pergi dari ibu dan ayah?" Nata bertanya lagi.
"Kamu tau ibu dan ayah menikah karena perjodohan bukan?" Kali ini Nania bicata.
"Aku tak mau menjadi seperti ibu, menggabungkan dua kekuatan besar untuk memperluas bisnis semata. Bahkan sampai saat ini ibu hanya menjadi budak ayah. Entah mencintai ayah, atau hanya sekedar menghargai hubungan antar dua keluarga" lanjut Nania.
Nata tersenyum, "pikiranmu buruk sekali"
"Pikiranku memang selalu buruk, ayah dan ibu takkan berhenti. Setelah kamu menjadi pengganti ayah, mereka pasti sudah mempersiapkan perjodohanku nanti" keluh Nania.
"Berhentilah menjadi bodoh" tawa Nata sembari terus meledek Nania.
"Jadi ayo kita pergi saja keluar negeri, huh? Kamu masih menyukaiku bukan?" Kali ini Nania menggila lagi.
Nata hanya diam, tak merespon apapun.
Sesampainya dikamar, Nata membersihkan diri lebih dulu. Ia sedikit mengeluh karena mendapat kamar yang sama dengan Nania, padahal ayah dan ibunya bisa saja memesan dua kamar. Setelahnya, Nania pergi kekamar mandi. Karena lelah, Nata segera pergi tidur.
Setelah tak lama tidur, Nata merasakan seseorang memeluknya dari belakang. Ia bisa menyadari sebuah tangan mungil mendekapnya dari belakang. Ia baru sadar, diluar hujan petir malam itu. Dan Nania pasti tidur dalam ketakutan.
Tak ingin membangunkan Nania, Nata justru membalikkan tubuhnya lalu mendekap erat Nania yang sedang ketakutan. Ia mengelus rambut Nania pelan sampai perempuan itu tenang dan tertidur.
"Jika aku menyukaimu, akankah kita bertemu lagi?"
Pertanyaan itu terlintas dipikiran Nata. Jika ia mengakui perasaannya pada Nania dan kedua orang tuanya. Ia pasti akan dipisahkan dengan Nania. Ia pasti akan dikirim pergi ke suatu tempat dan takkan lagi bisa bertemu dengan Nania. Bagaimanapun, kedua orang tuanya takkan menerima satu kesalahanpun. Dan akan lebih baik baginya untuk mematikan perasaan yang dimilikinya daripada tak bisa lagi bertemu gadis kecil miliknya ini.
***
"Aku akan pergi ke Hawai" ucap Nania tiba tiba.
"Hawai?" Tanya manajernya yang terkejut.
"Ayo kita pergi berbelanja" Ajak Nania.
Sesampainya di mall, Nania masuk dan keluar ke berbagai toko pakaian. Ia membeli apapun yang ia suka dengan kartu kredit ayahnya.
"Katamu, kamu hanya dua hari di Hawai. Tapi baju yang kamu beli seperti kamu akan pindah kesana" keluh manajernya yang sedang kesulitan membawa barang belanjaan Nania.
Brukkkkk!
"Awwwww!" Teriak manajernya karena menabrak Nania yang berhenti tiba tiba.
Nania diam terpesona, ia melihat sebuah dress indah dipajang ditoko. Kaki Nania seperti terhipnotis untuk masuk kesana. Saat ia memandangi keindahan pakaian itu, tiba tiba seorang pegawai toko menurunkan baju tersebut dan membawanya pergi.
"Tunggu, tunggu. Aku ingin membeli dress itu" ucap Nania pada pegawai itu.
Pegawai itu kebingungan, "seseorang telah membelinya. Maaf tapi kami sudah tak punya lagi stok untuk desain ini karena memang terbatas"
"Siapa yang membelinya? Aku bisa bicara padanya" Nania memaksa.
Pegawai itu menunjuk dua orang perempuan yang sedang duduk sembari melihat lihat baju yang lain. Nania menghampiri mereka dengan ramah.
"Permisi, apa kamu yang membeli baju yang dipajang didepan tadi?" Tanya Nania.
Seorang perempuan mengangguk, "Ya, aku membelinya. Kenapa?"
"Umm, bisakah kamu memberikannya padaku? Lusa aku akan pergi ke Hawai, dan sepertinya pakaian itu cocok untukku" ucap Nania.
Kedua perempuan itu sedikit bingung, namun seperti tak mau mengalah.
"Aku akan membayar tiga kali lipat dari harga aslinya, bagaimana?" Tawar Nania.
"Maaf, tapi sepertinya aku sudah terlanjur suka pada baju itu" Ucap perempuan itu.
Namun, satu perempuan lainnya menggeleng. Ia menarik perempuan itu dan samar samar terdengar "Kayla, mari jual saja dan dapat keuntungan tiga kali lipat, huh? Kita bisa mencari yang lain, lagipula kamu takkan pergi ke Hawai"
Setelah itu, mereka bersedia menjual baju tersebut pada Nania. Dengan harga tiga kali lipat.