webnovel

DEADLY LAGOM

Ada alasan kenapa sekumpulan manusia dikumpulkan dalam sebuah lingkaran yang sama. Entah itu karena persamaan nasib di masa sekarang, kisah di masa lampau atau bahkan takdir di masa depan. Seperti sebuah seni keseimbangan, Lagom, beberapa di antara mereka bersama untuk mengisi gelas tanpa kurang maupun lebih. Tapi beberapa di antara mereka juga menjadi Lagom sempurna yang justru berbahaya.

Gwen_Lightein · อื่นๆ
Not enough ratings
7 Chs

PART 2 : HEVN

Tangan kanan Aerin mengepal memikirkan betapa sengsaranya sang sepupu hidup menjadi kekasih simpanan Jiyong si berengsek yang selalu meninggalkan permen kala rasa manisnya lenyap.

*****

Champagne dan hidangan ala Italia diharapkan menjadi suguhan sempurna menemani pertemuan dua insan dalam sebuah apartemen mewah pukul setengah sepuluh malam. Kerang pada pasta bukan hanya sekadar pemanis penampilan, tetapi kehadirannya cukup memberikan sentuhan magis bernama kelezatan bagi lidah para penikmat. Menyantapnya diiringi oleh melodi romantis karya salah satu musisi ternama dunia adalah pilihan yang akan memberikan suasana indah lain, terlebih duduk saling menggenggam tangan bersama kekasih tercinta, seperti bagaimana Kwon Jiyong melupakan sejenak pekerjaannya sebagai arsitek.

Rindu memang terkadang sangat menyulitkan. Memiliki kesempatan di antara kesibukan bekerja dan rasa lelah jelas perlu dimanfaatkan sebaik mungkin. Tidak akan pernah bosan pemuda itu memandangi wajah rupawan Son Aerin, sesekali mengusap tangan lembutnya hingga mengecup singkat bibir ranumnya yang dipoleskan gincu merah. Kenyamanan mereka berganti pada sebuah sofa hitam di ruang tengah. Layar televisi memperlihatkan tayangan film penuh keromantisan antar dua pemain utama, mengundang satu perasaan dalam diri Jiyong untuk semakin membelai lembut kepala sang kekasih.

Mengonsumsi terlalu banyak alkohol memang tidak pernah gagal memberikan hasil buruk. Kepala semakin berat. Kesadaran perlahan hilang, tetapi Jiyong masih mampu merasakan kekasihnya bersandar sambil memeluk pinggangnya erat-erat seolah tak ingin kehilangan. Jauh lebih baik menganggapnya begitu dibandingkan menyadari bahwa sekarang dia tengah menjawab berbagai pertanyaan menjebak yang semakin mengungkap banyak kebenaran. Rupanya menjadikan Byun Baekhyun sebagai pasangan membalas dendam sama sekali bukan pilihan salah karena setiap ide gila pemuda itu membawa Aerin semakin dekat pada tujuan.

"Aku benar-benar muak, jadi aku sangat senang ketika mendengar perempuan itu mati," ucap Jiyong susah payah di tengah-tengah kondisi mabuknya.

Amarah hampir membakar seluruh organ tubuh. Perlu usaha besar menekan kuat-kuat iblis yang hendak keluar melakukan hal ceroboh. "Senang mendengarnya. Apa perempuan itu mati atas kehendakmu?" tanya Aerin seraya memainkan kancing-kancing kemeja putih sang kekasih.

"Tentu saja. Sejak awal aku yang menginginkannya mati. Jung Taewoo benar-benar melakukan tugasnya dengan baik." Jiyong menjawab dengan penuh semangat dan keriangan.

"Ah, pria bodoh itu melakukannya karena perintah?" lanjut Aerin.

"Benar. Bukankah dia sangat bodoh?"

"Sangat. Sangat bodoh."

"Dia berkorban hanya untuk sejumlah uang. Semurah itu harga dirinya."

"Kenapa dia menginginkan uang jika pada akhirnya tetap dipenjara?"

"Keluarganya sangat miskin."

"Begitu rupanya."

Jiyong meraih tangan Aerin dan mengubah posisi gadis itu agar mereka dapat leluasa bertukar pandang. "Aerin-ah, kau mencintaiku?" tanyanya.

"Kenapa mengajukan pertanyaan yang sudah kau tahu jawabannya. Tentu saja aku mencintaimu." Aerin tidak butuh usaha besar untuk menyampaikan kebohongan. Hanya dengan merangkai kata manis dan memasang raut bahagia saja sudah dapat membuat Jiyong percaya.

"Aku sangat mencintaimu. Sudah kuduga sejak awal, kau sama sekali berbeda dari Irene," ungkap Jiyong.

"Apa aku perlu membantumu menyingkirkan Irene?" tawar Aerin.

"Tidak, tidak perlu." Jiyong kemudian menarik Aerin dalam dekapan posesif.

"Kenapa kau harus mempermainkan gadis secantik dia? Bukankah merugikan melepasnya?"

"Dia sangat cantik, tapi tidak menarik. Sangat membosankan. Sama seperti sepupumu, Park Hyomin."

Dada pimpinan Bar Roshyn itu semakin terasa sesak mendengar semua pengungkapan Jiyong soal kebenaran di balik kematian seorang Park Hyomin beberapa bulan lalu. Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya pengambilan keputusan berdasarkan emosi sesaat, maka Aerin memutuskan pergi meninggalkan apartemen. Harapannya besar bisa segera keluar menghirup udara segar, tetapi Jiyong melarangnya pulang dan bahkan mengajaknya masuk ke dalam kamar. Kejadian seperti ini tidak hanya terjadi sekali. Juga tidak hanya sekali Aerin bersusah payah menolak sentuhan laki-laki itu.

Membawa diri ikut masuk ke dalam kamar bukan pilihan sulit. Sangat menjijikkan membiarkan pinggangnya disentuh sembarangan oleh laki-laki berengsek yang telah membunuh sang sepupu. Hanya sebentar mereka saling berbagi kecupan karena dalam waktu singkat Kwon Jiyong jatuh tak sadarkan diri di atas ranjang. Rencana terbaik Aerin guna memperindah pertemuan malam ini adalah dengan meminta bantuan Oh Sehun melucuti seluruh pakaian Kwon Jiyong, mencoba menciptakan keadaan seolah mereka telah tenggelam bersama dalam hal gila—yang seharusnya cukup menyenangkan bagi pasangan penuh cinta.

Perjalanan menuju halaman apartemen hanya dipenuhi dengan serangkai kata umpatan dalam batin. Tangan kanan Aerin mengepal memikirkan betapa sengsaranya sang sepupu hidup menjadi kekasih simpanan Jiyong si berengsek yang selalu meninggalkan permen kala rasa manisnya lenyap. Keanggunan bisa kapan saja bersembunyi. Son Aerin bisa kapan saja memperlihatkan sisi gila bagaikan monster pengamuk setiap tak mampu menahan diri. Sekali lagi dia meludah di halaman apartemen, lantas mengusap bibirnya kasar, menghapus jejak kecupan Kwon Jiyong. Hampir saja dia mencekik lelaki itu tadi.

*****

Menu makanan kantin mewah bagaikan restoran Studio Lihghtein menyediakan santapan berbeda hampir setiap harinya. Bukan hanya suguhan makanan berat pemuas cacing dalam perut, tetapi juga camilan manis kegemaran kaum hawa. Terkadang ada hari di mana penanggung jawab kantin hanya menyediakan menu sehat seolah para karyawan sedang berada dalam proses diet khas selebritas. Setidaknya hari ini Jung Soojung, tangan kanan pimpinan Lightein yang telah menjadi sekretaris selama delapan tahun, bisa menikmati nasi kari dan potongan lembut katsu berisi keju. Jangan lupakan kimchi yang selalu pandai mendampingi hampir seluruh makanan.

"Kudengar sajangnim masih berusaha memenangkan sengketa tanah itu." Kim Jongin, salah satu animator, membuka kembali perbincangan setelah meneguk minuman dinginnya.

"Tentu saja. Dia tidak akan sudi mengalah," jawab Soojung.

Akhir-akhir ini Studio Lightein sedang menerima terpaan angin besar. Masalah paling awal yang membuat sang pimpinan gelisah berhari-hari adalah kemunduran Son Eunjung. Kehilangan satu karyawan harusnya tidak seburuk itu jika Studio Lightein memiliki webtoonist dengan talenta menulis berkelas dan kemampuan menggambar khas yang berhasil menciptakan karya-karya hebat. Sialnya, Son Eunjung sengaja mundur untuk bergabung dengan studio webtoon kecil bernama Ragnar milik sepupunya sendiri. Bukan hanya itu, bahkan Studio Lightein harus menunda pembangunan gedung baru karena tanah pilihan mereka bermasalah. Semakin menyebalkan mengetahui fakta bahwa seluruh pemicu pusing kepala merupakan bagian dari KS Group.

"Tapi bagaimana caranya? Aku tidak ingat ada lagi persidangan," tambah Jongin.

"Dengan cara kekeluargaan."

Jeon Jungkook,  salah satu animator termuda di Studio Lightein yang baru bekerja sejak enam bulan lalu, tersedak segumpal nasi sesaat setelah mendengar pernyataan Soojung yang menurutnya terlalu tidak masuk akal. Membantu tenggorokannya berfungsi dengan normal lagi menggunakan air mineral, pemuda itu kemudian berkata, "Noona, sungguh itu tidak lucu. Lebih terdengar dapat dipercaya jika kau mengatakan dia melakukannya dengan cara mengancam."

"Menggunakan nama yang sama, belum tentu pengertiannya juga sama. Kekeluargaan dalam maksud sajangnim tidak selalu seperti yang kau bayangkan." Soojung memberikan penjelasan paling mudah seraya tangannya berusaha memindahkan sisa potongan katsu miliknya ke piring Jungkook. "Makanlah. Kau harus makan banyak dan boleh menjadi babi di sini," ucapnya.

Jongin membuka sedikit mulut, mengekspresikan rasa tidak percayanya pada si peringkat dua orang paling karyawan Lightein takuti, sedang merawat baik junior. "Apa itu tadi? Bukankah kau biasanya lebih suka membiarkan rekan karyawan kelaparan?" sindirnya.

"Jangan bicara sembarangan," balas Soojung.

"Jungkook pasti adik yang kau bilang hilang saat berusaha lari dari kejaran penagih hutang, 'kan? Itu alasannya kau tiba-tiba bersikap baik." tebak Jongin asal.

"Itu jauh lebih sembarangan. Sudah kubilang jangan membuka mulut. Kau hanya tahu cara bicara asal."

Sementara di tempat duduknya, Jungkook memandang sendu Soojung seolah air mata akan segera datang membasahi kedua pipi. "Mungkinkah, noona? Sudah tujuh tahun aku mencari kakakku yang hilang.

"Tidak, tidak. Tidak mungkin," sangkal Soojung.

"Apa kita perlu melakukan tes untuk mengetahuinya?" Jungkook tampak begitu bersemangat di tengah kesedihan mengingat saudaranya yang telah lama hilang.

"Sudah kubilang tidak."

"Tapi kenapa, noona?"

Suara denting keras piring menghentikan Jungkook yang merengek bagai bocah kehabisan permen. Jumlah katsu dalam piringnya telah bertambah berkat sumbangan suka rela Kim Jongin. Nafsu makan pemuda berkulit gelap itu tiba-tiba menurun drastis hanya melihat tingkah konyol sang junior, lantas berkata, "Tambah nasi lagi jika kau mau. Aku yang akan membayarnya. Jangan khawatir, berat tubuhmu tidak akan membuat sajangnim marah."

"Hyung, tapi—"

"Adik Soojung-sunbae hilang lima tahun lalu. Sekarang dia sudah punya yang baru."

"Maksudmu?"

"Seekor anjing. Adiknya adalah seekor anjing. Kau salah satu jenisnya?"

Waktu istirahat masih tersisa sekitar tujuh belas lima menit lagi. Beberapa karyawan pasti sedang bergembira menggunakan fasilitas mesin permainan. Tadinya rencana Soojung adalah mengalahkan salah satu karakter paling menyebalkan yang gagal dieksekusinya kemarin siang, sebelum salah seorang karyawan menyampaikan titah sang pimpinan untuk segera datang ke ruangannya membawa dua kopi buatan Miyawaki Sakura, gadis Jepang berambut pendek yang selalu tidak bisa menyembunyikan rona malu pipi setiap kali bahasan mengenai sang pimpinan terdengar. Pernah dia hampir pingsan melihat pemuda bermata abu-abu itu datang langsung ke kantin memesan minuman.

*****

Ruang pimpinan terletak di ujung lantai tiga. Perlu kode untuk membuka pintu besinya, dan tak semua orang tahu rangkaian angka rahasia tersebut. Menekan bel terlebih dahulu menjadi pilihan Soojung meski beberapa detik setelahnya dia memasukkan kode dengan lancar, melangkahkan kaki memasuki ruang mewah khusus pimpinan dan mendapati manajer pemasaran juga sedang duduk menyilangkan kaki sambil membaca sebuah majalah. Jika karyawan pikir Soojung merupakan manusia di Studio Lightein yang paling tahu setiap detail kepribadian seorang Byun Baekhyun dan selalu setia padanya, maka mereka harus belajar lebih banyak karena tidak akan pernah ada yang sanggup menempati posisi tersebut selain Do Kyungsoo—manajer pemasaran sekaligus sahabat karib sang pimpinan.

Dua laki-laki berpola pikir gila, begitulah Soojung menyebut mereka. Bukan bersantai menikmati waktu luang dengan membicarakan hal-hal ringan seperti kemenangan tim sepak bola kegemaran atau perempuan cantik, pasangan sahabat selama lebih dari sepuluh tahun itu kembali membahas usaha perebutan tanah sengketa serta proyek-proyek terbaru yang diharapkan dapat menggantikan popularitas webtoon karya Son Eunjung. Mengertilah. Hati Soojung terus berteriak meminta diri mengerti karena mungkin sosok yang sejak tadi ditunggu-tunggu adalah dua gelas kopi dingin.

Sialan.

Sepak terjang sebagai sekretaris Byun Baekhyun tidak pernah bisa dikatakan mudah mengingat paket keburukan sang pemuda yang selalu menjadi alasan para mahasiswa fakultas seni Universitas Haewon membencinya. Tidak ada kekerasan secara fisik meski semua tahu kemampuannya dalam bela diri. Tidak ada pekikan sekeras guntur meski semua tahu ada haknya untuk melakukan. Tapi percayalah, pernah ada seorang karyawan hampir bunuh diri hanya dengan menerima tatapan dingin serta sepenggal kalimat berintonasi rendah darinya. Dia tidak lebih baik dari lautan kelam penuh bahaya yang permukaannya begitu tenang.

Rasa americano pasti tidak asing. Reaksi berlebih sama sekali tidak dibutuhkan. Berbeda dengan Miyawaki Sakura yang akan berteriak gila melihat pimpinan Byun menyeruput kopi buatannya perlahan-lahan. Empat lembar kertas dalam genggaman Baekhyun kemudian diberikan pada Soojung agar dibaca benar-benar dan dilakukan baik-baik. Itu adalah kertas kontrak sekaligus daftar persyaratan untuk memikat penulis Kim Heechul bersedia bergabung dengan Studio Lightein. Cukup normal. Satu-satunya yang tidak normal adalah permintaan Kim Heechul perihal membiarkan Soojung datang ke rumahnya mengambil draf penulisan setiap kali bagian baru selesai.

"Sajangnim, kenapa ada namaku di sini?" protes Soojung.

"Pria itu menyukaimu," jawab Baekhyun santai.

"Lalu?" lanjut Soojung, bersikap menantang.

"Lalu aku berbaik hati memberi kesempatan untukmu bertemu dengannya," sahut Baekhyun.

"Aku tidak pernah berencana memiliki kesempatan bertemu dengannya," ucap Soojung.

"Anggap saja begitu. Ini demi kepentingan perusahaan. Apa kau menolak tugasmu?"

"Itu di luar tugasku."

"Tapi itu di bawah perintahku."

"Itu terdengar gila." Soojung berucap ketus. Mungkin dia adalah satu-satunya orang yang takut sekaligus berani melawan orang nomor satu Studio Lightein tersebut.

"Pria itu yang gila." Baekhyun membalas dengan tenang.

"Bukankah kau yang lebih gila?"

"Aku akan memberikanmu bonus, jangan khawatir."

"Sajangnim!"

"Juga tiket jalan-jalan ke Hongkong sebelum tugas itu dimulai. Lengkap dengan akomodasi penginapan dan makan. Selama dua hari."

"Sajangnim!"

Baekhyun melirik sedikit air muka sang sekretaris. Sangat menjelaskan tanda tidak suka. Otaknya kemudian bekerja cepat mencari cara paling ampuh mendapat persetujuan, maka dia berkata, "Selama tiga hari."

"Baiklah."

Sejak pertama kali datang sebagai pelamar dan melakukan wawancara, Jung Soojung sudah mengungkapkan motivasinya mendapatkan kehidupan finansial yang baik dengan bekerja di Studio Lightein. Tidak bersikap naif, uang selalu bisa membuat gadis berhidung tinggi itu bersedia melakukan apa pun dalam tingkatan wajar. Bahkan untuk mengubah pemikiran mengerjakan aktivitas tertentu saja dapat mudah dilakukan seperti bagaimana dia menerima penawaran sang pimpinan dan pergi meninggalkan ruang tanpa sama sekali mengucap salam, membiarkan Do Kyungsoo mendengus menanggapi sifat-sifat aslinya yang terus mengejutkan.

"Entah kenapa kau terus mempertahankan gadis itu," ucap Kyungsoo.

"Memangnya kau pikir sudah berapa kali aku berniat memecatnya, huh? Tapi kinerjanya selalu membuatku berpikir dua kali," balas Baekhyun.

"Aku benar-benar tidak mengerti jalan pikirnya." Kyungsoo kemudian meraih kembali kopinya, menyeruput sedikit dan mengerutkan dahi sebab rasa pahit yang tidak pernah cocok dengan lidahnya. Setelah menyingkirkan kopi tersebut dia kembali bersuara, "Lalu bagaimana dengan Son Aerin? Kau yakin dia bisa menyerahkan Studio Ragnar dan tanah sengketa itu?"

"Sejauh ini aku masih mempercayainya."

"Kira-kira apa yang membuatnya sangat yakin menjadikanmu pasangan membalas dendam?"

"Relasi. Seluruh informasi yang dimilikinya sebagian besar menggunakan bantuan relasiku. Itu adalah keuntungan besar."

Mungkin hanya sebatas sahabat. Mungkin banyak kisah di mana para sahabat tak benar-benar menjadi pendamping terbaik menjalani kehidupan. Mereka bisa saja pergi tiba-tiba hanya karena lelah menanggapi sikap yang tak sesuai standar keinginan. Selama sepuluh tahun lebih Do Kyungsoo tak henti mengekori Baekhyun bagaikan anak itik dan menemukan seluruh rahasia serta kepribadian pemuda bermata abu-abu itu secara mendalam lebih dari siapa pun. Dia tahu bahwa sang sahabat hanya menjadikan karier sebagai tujuan utama demi memiliki kehidupan normal, bukan aktivitas-aktivitas aneh yang menguras energi meski itu soal kebencian. Sejak awal mengenal Baekhyun, sudah terpahat jelas dalam otak Kyungsoo bahwa dia akan menjadi pengikut setia dan berdiri mendampinginya apa pun yang terjadi.

"Baekhyun-ah." Kyungsoo bersahut pelan, mencoba mendapatkan atensi dari sang sahabat yang sedang fokus membaca berita melalui ponsel. "Kau tahu aku tidak pernah mendukungmu melakukan cara gila ini. Jika semuanya hanya tentang sengketa tanah dan Studio Ragnar, sepertinya kita bisa melakukan cara lain," ucapnya.

"Terlambat untuk mundur," jawab Baekhyun.

"Katakan, kau tidak benar-benar menyukai Son Aerin, 'kan?"

Tanpa sadar jari-jemari ikut berhenti bergerak seperti sistem kerja otaknya yang baru saja ditampar oleh pertanyaan paling mengejutkan minggu ini. Sorot mata mengarah jelas pada beranda aplikasi berita yang membahas kembali Lily Joker si pembunuh berantai sadis, tetapi pandangannya hanya berisi kekosongan, mempertemukan Baekhyun dengan sesuatu yang bahkan sulit untuk dimengerti sehingga kepalanya tetap menunduk menolak bertukar pandang sampai akhirnya suara dering ponsel Kyungsoo memecah keheningan.

Tepat di balik pintu ruang eksklusif pimpinan, Kyungsoo menjawab panggilan seorang pria bersuara rendah yang sepertinya sudah cukup berumur. Pasti sangat privasi sampai pemuda bermata bulat besar itu menjauh dari sang sahabat dan sengaja bicara dalam volume pelan. Percakapan mereka hanya seputar informasi mengenai keadaan masing-masing seolah keduanya merupakan kerabat yang sudah sangat lama tidak bertemu, atau mungkin keduanya memang lebih dekat dari itu. Bahkan si pria mempertanyakan keadaan Baekhyun, ingin tahu seberapa keras Kyungsoo harus menariknya agar tak melewati batas.

*****

Tidak mudah menjadi seorang pengusaha. Ini bukan lagi sekadar tentang menjual produk atau jasa, tetapi mencoba menarik perhatian para calon konsumen menggunakan strategi-strategi pemasaran pilihan. Juga bukan hanya soal modal atau kemampuan memancing orang datang, tetapi kebutuhan mental dalam menapaki jalanan berliku penuh kerikil. Masih butuh waktu untuk Hyejoo mengibarkan bendera pada puncak tebing terjal dan membuktikan pada keluarga bahwa dia bisa mengembangkan bisnisnya sendiri. Motivasi untuknya menang selalu membantu kedua kaki melangkah tanpa lelah bersama Shin Ryujin dan Kim Minju—sahabat sekaligus timnya menjalankan bisnis.

Setelah beberapa minggu hanya sibuk memenuhi permintaan konsumen atas pesanan menu dari lini bisnis kulinernya yang ternyata menarik perhatian kaum hawa, malam ini Hyejoo mendatangi salah satu kamar hotel mewah bersama tim bisnisnya untuk melakukan pendekoran ruang sesuai konsep acara. Klasik dan berkelas. Pemilihan warna serta pernak-pernik perlu diperhatikan agar kesan mewah tetap muncul dalam rancangan dekorasi ruang yang sebenarnya cukup sederhana. Selama seminggu Dellion Organizing menyiapkan seluruh keperluan termasuk makanan dan musik pengiring, tetapi rasa lelah selalu dapat ditepis jauh-jauh dengan bayangan keberhasilan acara.

Pengguna jasa Dellion Organizing kali ini yang tidak lain adalah Son Aerin, berjalan mendekati sang sepupu di sudut meja penuh hidangan ringan berpenampilan cantik. Salah satu gelas berisi minuman hasil racikannya lantas diberikan pada Hyejoo dan mereka sempat bersulang sebelum menyesap masing-masing minuman, memanjakan lidah dengan perpaduan magis alkohol dan berbagai jenis cita rasa. Pasti akan sia-sia jika tidak menunjukkan kemampuan sebagai mantan bartender legendaris pada teman-temannya nanti, jadi Aerin sengaja membawa beberapa cairan ramuan yang diperlukan guna membuat minuman pembuat candu.

"Konsepnya sangat bagus. Aku ingin konsep seperti ini juga di hari ulang tahunku," ucap Aerin.

Kedua mata Hyejoo membelalak seketika. Usaha mengaliri lagi rongga mulut dengan minuman gagal dilakukan sebab dia hampir melupakan sesuatu yang sangat penting. "Benar juga. Sebentar lagi kau berulang tahun," sahutnya.

"Jika kau bisa, buatkan acara yang lebih menarik dari ini," tambah Aerin.

"Tentu saja, asal kau memiliki cukup uang untuk membayarku," canda Hyejoo.

"Astaga, jangan khawatir, kau boleh bersenang-senang di bar dan mencicipi semua menu minuman buatan Myungsoo secara gratis."

Tawa renyah melantun memenuhi ruangan sebagai balasan atas tawaran menggiurkan sepupunya. Hyejoo hendak membawa pita hias pada Ryujin ketika tiba-tiba ingatan tentang ucapan seseorang datang lagi mengisi ruang otaknya, dan dia menjatuhkan pandang lagi pada Aerin. "Eonnie, apa kau mengenal Sunny Lee?" tanyanya.

"Huh?" Aerin tidak bisa memberikan jawaban cepat. Pertanyaan Hyejoo terlalu mengejutkannya.

"Perempuan itu pernah salah mengira aku adalah dirimu, dan dia tiba-tiba membicarakan soal Hyomin-eonnie," ungkap Hyejoo.

"Apa yang dia katakan?"

"Orang tua laki-laki bernama Jiyong sempat meminta Hyomin-eonnie bertemu di hari kejadian tabrakan itu, tetapi dia menolak karena takut. Sunny Lee bilang kalau mereka sangat membenci Hyomin-eonnie dan selalu berusaha menjauhkannya dari sang anak."

"Orang tuanya?"

"Iya. Jiyong bahkan sering bertengkar dengan orang tuanya karena terus-terusan membela Hyomin-eonnie. Kalau tidak salah, Sunny Lee juga bilang kalau Jiyong meminta agar Hyomin-eonnie tidak bertemu dengan orang tuanya selama dia pergi ke Jepang."

Dua jendela kamar hotel tiba-tiba terbuka menimbulkan suara begitu keras saat membentur dinding. Gorden putih besarnya juga bergoyang tak teratur karena tiupan kencang angin, memperlihatkan betapa gelapnya langit ditutupi oleh gumpalan awan hitam pembawa air hujan. Kilat satu per satu juga muncul menambah kesan mengerikan yang diam-diam membuat Hyejoo telah bergetar di tempatnya, sementara salah satu tayangan televisi baru saja memberitakan nama korban terbaru Lily Joker—pembunuh berantai yang selalu meninggalkan kartu joker dan gambar bunga bakung di tempat kejadian. Nama korban dalam tayangan itu sanggup menarik Aerin dari pernyataan tak terduga Hyejoo, berganti terkejut melihat televisi dengan mata membesar.

Kilatan datang semakin tak terkendali. Guyuran air hujan dibawa angin memasuki celah-celah jendela kamar hotel membasahi gorden putih. Persetan dengan rencana merayakan ulang tahun salah satu teman. Aerin melangkah cepat menuju pintu kamar untuk pergi menemui seseorang yang mungkin saja masih belum mengerti soal tanda bahaya, tetapi kondisi Hyejoo memaksanya tetap tinggal. Kolaborasi antara derasnya hujan, serangan kilat, serta pecahnya setumpuk gelas kaca yang dibawa Ryujin membuat Hyejoo tiba-tiba berteriak kencang. Gadis itu menjatuhkan dirinya sendiri ke lantai sambil menutup kedua telinga dan semakin memekik histeris. Tangisnya juga mulai muncul memperburuk keadaan.

---To be Continued---