webnovel

Berjalan Bersama Lagi

"Apa yang terjadi, Nyonya Watson?" pekik Black. Ia melihat buku-buku milik Jimmy jatuh menimpa Viona.

"Bisakah kau tidak bertanya dulu. Bantu saja aku!" rintih Viona yang hampir seluruh tubuhnya sudah tertutup oleh buku. Posisi rak bukunya pun hampir terjatuh.

Black bergegas menopang rak buku itu dan menempatkannya pada posisi semula. Ia lantas menyingkirkan buku-buku yang menimpa tubuh Viona dan membangunkan wanita itu.

"Aku memintamu untuk membersihkan ruangan ini bukan mengacak-acaknya," keluh Black.

Sayangnya Viona tak mendengarkan omelan pria bertubuh besar itu. Ia justru fokus melihat pistol yang ada di tangan Black. Seketika tangannya gemetaran.

"Kau mau apa, Black?" tanya Viona sambil terus menatap pistol yang ada di tangan Black.

"Aku ke sini karena mendengar teriakanmu, Nyonya Watson." Ekspresi Black tetap tidak berubah. Wajahnya tetap dingin dan datar meskipun telah melihat Viona kesusahan seperti ini.

"Maksudku itu!" kata Viona sambil menunjuk pistol yang ada di tangan Black. Black pun menoleh ke arah yang ditunjuk Viona. Secara refleks dia langsung memasukkan pistol itu ke kantong belakang celananya.

"Lupakan. Anggap saja kau tak pernah melihatnya," kata Black. Ia lantas memperhatikan kamar Jimmy. Sekarang semuanya jadi berantakan seperti ini.

Viona segera bangkit dan berdiri di hadapan Black. "Kau tak perlu khawatir. Aku akan membereskan tempat ini. Tadinya aku hanya ingin mengatur ulang buku ini sesuai urutannya. Tapi sepertinya rak buku itu rapuh," kata Viona sambil menunjuk rak buku yang tadi hampir menimpanya.

Black menoleh ke arah rak buku itu dan melihat ke arah sisi kaki-kaki rak. Ternyata benar kayu yang menopang rak itu terlihat sudah rapuh.

"Lebih baik aku buang saja buku-buku ini. Tak ada yang menggunakannya," kata Black.

"Kenapa kau malah membuangnya?" tanya Viona. Ia mengambil satu persatu buku itu. "Ini buku-buku mahal. Coba kau lihat nama-nama pengarangnya. Kenapa kau menyia-nyiakan hasil karya orang lain," gerutu Viona. Ia lantas mulai mengambil buku-buku itu dan menatanya di atas lantai sesuai nama pengarang.

"Aku tak tahu tentang buku dan aku tak peduli. Pemilik buku ini sudah tidak ada. Tuan Drigory tak akan peduli juga dengan buku-buku ini," ucap Black sambil memperhatikan Viona yang merapikan buku-buku itu.

"Kenapa kau diam saja?" tanya Viona sembari memelototi Black yang berdiri menatapnya.

"Baiklah aku akan keluar," kata Black. Black lantas berbalik arah hendak keluar dari kamar Jimmy.

"Kenapa kau keluar? Bantu aku, Black!" panggil Viona.

"Aku harus melakukan pekerjaanku, Nyonya Watson." Black tak mau mengindahkan permintaan Viona. Ia keluar begitu saja dari kamar Jimmy.

Sikap Black yang acuh tak acuh padanya, tentu saja membuat Viona kesal. Mulutnya komat-kamit menggerutu tak jelas seakan mengutuk sikap Black.

"Dia kan seorang laki-laki. Kenapa dia tega membiarkanku membereskan semua ini sendirian?" ucap Viona sambil menatap buku-buku yang berserakan di lantai. kamar ini sekarang menjadi lautan buku karena terlalu banyak buku yang jatuh.

"Aku heran. Kenapa anak ini mengoleksi banyak sekali buku. Memangnya dia sudah membaca semuanya?"

Dengan kesal, Viona pun akhirnya membereskan buku itu seorang diri. Sesekali ia teringat akan putrinya, saat melihat buku sastra yang dimiliki oleh Jimmy ini.

"Kim pasti akan suka dengan buku seperti ini," gumam Viona.

****

Kimberly berhenti di depan rumahnya. Ia heran kenapa Nathan mengajaknya pulang ke rumahnya bukan ke rumah Nathan sendiri.

"Ini kan rumahku? Kenapa kau memintaku mengantarmu ke rumahku?" tanya Kimberly. Nathan tak banyak bicara ia justru melangkah begitu saja melewati halaman samping rumah Kimberly lalu tembus ke halaman belakang.

"Hey!" panggil Kimberly.

"Cepatlah!" sahut Nathan.

Kimberly mempercepat langkah kakinya. Sebenarnya ia sudah lelah karena hari sudah hampir sore. Ia juga belum makan siang. Tapi ia harus mengikuti Nathan. Mereka berjalan melewati belakang rumah Kimberly dan masuk ke kebun apel.

"Kau mau ke sini?" tanya Kimberly. "Kau bilang kau mau pulang. Kenapa kau malah ke kebun apel ini?"

"Bisakah kau tak banyak bertanya? Kukira kau gadis pendiam," ucap Nathan dengan santainya.

Kimberly tak bicara lagi setelah mendengar ucapan Nathan. Ia lantas mengikuti saja ke mana Nathan melangkah. Baru kali ini Kimberly masuk ke kebun apel itu terlalu jauh. Bekas pembakaran yang dilakukan oleh Nathan beberapa waktu lalu masih terlihat jelas. Semakin jauh melangkah, Kimberly menyadari bahwa ada jalan penghubung di kebun itu.

"Sebenarnya ini tempat apa?" gumam Kimberly.

"Hati-hati. Nanti bisa ada kalajengking." Tiba-tiba saja Nathan memberi aba-aba seperti itu. Sontak saja Kimberly takut ia langsung berjalan tepat di sebelah Nathan.

Nathan menyunggingkan bibirnya, saat tahu Kimberly takut. Ia suka sekali menggoda gadis ini.

"Kenapa kau mengerjaiku seperti ini?" tanya Kimberly. "Bagaimana caranya Nanti aku pulang ke rumahku kalau melewati jalan ini?"

"Tak usah takut. Tidak ada hewan buas di tempat ini," sahut Nathan.

"Tidak ada hewan buas, tapi ada sekelompok mafia di sekitar tempat ini!" sahut Kimberly.

"Kau kan tak punya urusan dengan mafia. Jadi kau tak perlu takut."

Hampir lima belas menit mereka berjalan namun tak ada ujung dari kebun itu. Semakin lama mereka sampai di perkebunan apel yang telah dipenuhi oleh buah apel yang sudah ranum. Pada saat baru masuk dari belakang rumah Kimberly kebun itu seolah tampak seperti kebun yang tak pernah digunakan lagi.

Nathan menyambangi salah satu pohon apel dan ia langsung memetik buah apel berwarna merah yang ada di pohon itu.

"Makanlah!" Nathan menyerahkan apel itu kepada Kimberly.

Tentu saja Kimberly menolaknya. Ia tak meminta apel kepada Nathan.

"Aku tahu perutmu lapar. Makan saja. Ini bukan apel beracun seperti di dongeng-dongeng," kata Nathan.

Kimberly ragu menerima apel itu dari Nathan. Tapi seperti kata Nathan, perut Kimberly sangat lapar, karena ia hanya makan sereal tadi pagi. Kimberly tak pernah makan di kantin karena ia tak suka berkumpul dengan banyak orang.

Karena Kimberly tidak juga mengambil apel itu Nathan segera menggigitnya dan ia memilih duduk di atas rerumputan.

"Kenapa kok berhenti di sini? Kau bilang kau ingin pulang?" tanya Kimberly.

"Aku ingin istirahat lebih dulu," kata Nathan.

"Kau bisa istirahat di rumahmu. Aku juga ingin istirahat di rumahku," kata Kimberly. Ia sudah sangat lelah hari ini.

Rumahku terlalu jauh dari tempat ini. Kalau kembali ke rumahmu jaraknya juga tidak dekat ucap Nathan sambil menikmati apel di tangannya.

"Jadi maksudmu kita terjebak di dalam kebun apel? Jangan bercanda, Nathan. Ini tidak lucu!"

Nathan mendengus kesal ia menatap Kimberly yang masih berdiri. "Memangnya kau tak lelah berjalan dari kampus sampai kemari? Kau robot atau apa? Aku lelah, Bodoh!"

Kali ini Kimberly yang mendengus kesal. Bukannya ia tak lelah, tapi ia ingin segera menyelesaikan tugasnya dan pulang ke rumah. Tapi Nathan seolah-olah mengulur waktu seperti sedang mempermainkannya.

Karena kesal, Kimberly langsung mengambil dua buah apel yang ada di pohon. Kemudian ia memakannya satu persatu.

"Duduklah!" kata Nathan. Ia tersenyum melihat cara Kimberly memakan apel itu seperti seseorang yang tidak makan beberapa hari.

Bersambung ...