Beberapa saat kemudian Kimberly keluar dari rumah. Masih dengan wajahnya yang kesal kembali menatap tajam ke arah Nathan.
"Aku tak ingin berangkat bersamamu!" ucap kembali yang kemudian melangkah begitu saja meninggalkan Nathan.
"Hey! Hey!" panggil Nathan. Namun, Kimberly tidak mengindahkan panggilan pemuda itu dan melangkah begitu saja.
Nathan segera menyusul Kimberly dan berjalan mengikutinya. Gadis itu memakai tas ransel kaos polos lengan pendek dan celana jeans seadanya.
"Kenapa kau tak pernah dandan saat ke kampus?" tanya Nathan begitu iseng.
"Bukan urusanmu!" jawab Kimberly.
Nathan hanya tersenyum getir mendengar jawaban Kimberly. Ia menoleh ke sana kemari sambil berjalan keluar dari halaman rumah Kimberly mengikuti gadis itu.
Di sisi jalan, di sudut desa itu terlihat sebuah mobil hitam mengkilat yang cukup mencolok jika dibandingkan dengan kendaraan yang ada di sekitar desa itu. Kimberly melirik sejenak ke arah mobil itu lalu menoleh ke arah Nathan.
"Tak usah kau hiraukan," ucap Nathan sambil berjalan terus bersama Kimberly.
"Mereka memperhatikanmu sejak tadi?" tanya Kimberly. Dan hanya diiringi dengan anggukan malas oleh Nathan.
"Kau sungguh seperti seorang tuan muda," ucap Kimberly.
"Aku memang tuan muda," jawab Nathan.
Mereka berdua berjalan beriringan menuju ke kampus. Mobil yang memang ditugaskan oleh Black untuk mengikuti Nathan pun berjalan mengikuti kedua remaja itu.
"Apa kau pernah membunuh?" tanya Kimberly tiba-tiba.
Nathan tertawa mendengar pertanyaan Kimberly. "Apa aku terlihat semenyeramkan itu?" sahut Nathan.
"Aku sedang serius bertanya!" Kimberly begitu kesal karena Nathan meledeknya.
"Jangan mudah tertipu dengan film. Tidak semua hal yang berhubungan dengan mafia itu buruk." Nathan mencoba menepis sudut pandang Kimberly.
"Kalian melakukan hal ilegal. Bagaimana itu tidak buruk?" tanya Kimberly.
"Umurku masih dua puluh tpulu. Hal ilegal apa yang kulakukan?" tanya Nathan.
"Mana kutahu. Aku baru dua minggu di tempat ini. Aku tak tahu apa pun yang terjadi dan siapa pun di kota ini," jawab Kimberly.
Beberapa mahasiswa yang berangkat kuliah menggunakan kendaraan melihat Nathan yang berjalan beriringan bersama Kimberly. Tentu saja hal itu menjadi perhatian tersendiri karena Nathan tidak pernah dekat dengan siapa pun di kampus.
"Orang-orang melihat kita," ucap Kimberly.
"Tentu saja," jawab Nathan dengan begitu santainya.
"Apa orang-orang di kota ini tahu, kalau keluargamu adalah keluarga mafia?" tanya Kimberly.
"Itulah alasan mengapa mereka takut padaku.".
"Kau arogan sekali, Nathan," ucap Kimberly.
Seakan tak terima dengan ucapan Kimberly Nathan berjalan mendahului kembali lalu menghadangnya. "Aku arogan? Apa aku pernah bersikap sewenang-wenang di kampus hanya karena aku anak seorang Drigory?"
Kimberly menatap Nathan yang menghadangnya. Pagi ini Nathan tak terlihat menyeramkan seperti biasanya. Tubuh besar dan ototnya tidak sebanding dengan ekspresi wajahnya saat ini. Seolah memerlukan jawaban dari Kimberly. Jawaban yang membuat Nathan bisa lebih lega.
"Aku selalu melihatmu bercinta di sembarang tempat. Apa itu tidak arogan namanya?" tanya Kimberly.
"Apa yang salah dengan bercinta? Aku hanya melakukan apa yang menjadi kebutuhan biologisku," jawab Nathan dengan santai. Nathan memang tidak pernah menganggap bercinta sebagai sesuatu yang tabu baginya.
"Di usiamu yang baru dua puluh tahun?" tanya Kimberly.
Keduanya saling menatap diiringi lalu lalang kendaraan yang lewat di jalan raya. Suasana kota X yang begitu asri membuat semilir angin menyebak keduanya. Menimbulkan benar-benar gemerlap dari wajah kedua remaja ini. Entah kenapa tatapan mata keduanya seperti magnet yang tarik-menarik. Namun, seperti ada tembok pembatas di antara mereka agar tidak bisa dilewati.
"Kau benar. Usiaku baru dua puluh tahun dan aku bercinta di mana pun aku mau," jawab Nathan. "Lalu apa masalahmu dengan itu? Kau bukan siapa-siapa untukku. Kau juga bukan kekasihku. Kau tak pantas menghakimiku hanya karena aku bercinta dengan wanita."
Entah kenapa Kimberly merasakan ada sesuatu yang tersembunyi dari kalimat pembelaan Nathan. Pria ini terlihat sangat menyeramkan di satu sisi. Namun di sisi yang lain Kimberly melihat sepertinya ada sesuatu yang dalam yang disembunyikan oleh pria ini.
"Aku tidak menghakimimu karena kau bercinta, Nathan. Setidaknya lakukan di tempat yang tepat. Sehingga aku tak harus melihatmu mengerang kenikmatan karena sedang melakukan hal yang tak senonoh." Kimberly melanjutkan perjalanannya. Jika ia meladeni Nathan ia tak akan segera sampai di kampus.
Nathan hanya tersenyum getir mendengar balasan dari Kimberly. Gadis itu tak tahu apa-apa tapi dengan mudahnya memberikan pernyataan atas perbuatan Nathan.
Dia gadis yang unik gumam Nathan. Ia kemudian mengikuti kembali Kimberly. Mobil yang mengikuti Nathan kini berada tepat di samping tempat Nathan berjalan. Nathan sedikit kesal karena tak memiliki kebebasan setelah kejadian semalam.
"Aku akan ke kampus. Kau masih akan mengikutiku ke kampus," tanya Nathan kepada sopir mobil itu.
"Aku hanya mengikuti perintah Black, Nathan," jawab sopir itu yang merupakan salah satu anak buah ayahnya.
"Kau mengikuti perintah Black, tapi tidak mengikuti perintahku. Apa posisi Black di matamu lebih tinggi daripada aku seorang Jonathan Drigory?" ucap Nathan jangan ekspresi wajah serius.
"Apa yang harus kukatakan, kalau aku pulang tanpa membawamu?" tanya pria itu.
"Aku harus kuliah. Aku harus menjalani kehidupan normalku. Kalian tidak boleh menyentuh kehidupan normalku. Ayahku sudah sepakat dengan hal itu," ucap Nathan. "Sekarang kau pergi. Atau kau akan mendapatkan konsekuensinya," ucap Natan begitu serius.
Kimberly yang sudah berjalan terlebih dahulu menoleh ke belakang. Dia melihat Nathan sedang berbicara dengan pria yang ada di dalam mobil itu.
"Kuharap pria itu tidak terlalu dekat denganku. Aku tak mau menyusahkan diriku sendiri," gumam Kimberly.
***
Hari pertama Viona bekerja di rumah Tuan Drigory. Saat ini ia sedang mengikuti Black yang memberinya tour berkeliling rumah besar Tuan Drigory.
Perasaan Viona tak enak Saat memasuki orang demi lorong rumah ini. Rumah ini benar-benar mirip sekali dengan bangunan kerajaan zaman dulu. Sangat mewah namun nuansanya begitu gelap. Tak henti-hentinya Viona terpanas saat melihat koleksi lukisan dan juga barang-barang antik yang ada di rumah ini.
Viona penasaran pada sebuah patung wanita menggendong anaknya, yang ada di salah satu lorong rumah itu yang menuju ke kamar Nathan dan Jimmy. Ia hendak menyentuhnya, namun Black segera menghardiknya.
"Jangan sentuh apa-apa di bagian ruangan ini," ucap Black memberi peringatan. "Nathan dan Jimmy tidak suka jika barang-barang yang ada di ruangan ini disentuh oleh orang lain."
"Jimmy? Siapa Jimmy?" tanya Viona. Ia hanya tahu tentang Nathan karena Nathan adalah teman kuliah putrinya.
"Dia adalah anak pertama Tuan Drigory," jawab Black.
"Oh, anak pertamanya. Dia masih kuliah atau sudah bekerja?" tanya Viona begitu santai. Layaknya orang tua pada umumnya yang bertanya tentang anak orang lain.
"Dia sudah mati satu minggu yang lalu," jawab Black tanpa rasa sedih ataupun risih sedikit pun.
Seketika Viona menutup mulutnya dengan tangan. Ia tak percaya Black mengatakan hal itu tanpa ekspresi sedikit pun.
"Kenapa?" tanya Viona. "Maksudku Kenapa tak ada beritanya di kota ini? Bukankah tuanmu orang terkenal di sini?" Mulut besar Fiona mulai mencari-cari tahu.
Bersambung ....