webnovel

CRUSH (My Fireflies)

Karina menunggu pacarnya hampir 4 jam untuk merayakan tahun baru bersama. Namun, pacarnya tak kunjung datang dan tiba-tiba menelepon untuk meminta putus dengannya. Sumpah serapah terus keluar dari mulutnya dengan wajah berlinang air mata. Namun, alih-alih basah oleh air mata, hujan malah mengguyur Karina seperti disengaja. Lalu, seorang cowok tampan menghampiri dan memberikannya payung serta satu cup hot coffee. Tanpa berbicara apa pun. Kebaikan kecil itu membuat hatinya berdesir. Dan tanpa mereka sadari, benang takdir sudah terikat di antara keduanya. Membawa berbagai rasa, serta kenangan yang akan segera terukir. Lewat kepolosan cinta masa SMA yang penuh dengan drama dan juga ke-absurd-an teman-temannya yang juga ikut menghiasi kenangan. Ikuti kisah penuh warna mereka di sini!!

HuangVioren · วัยรุ่น
Not enough ratings
243 Chs

Olahraga

"Ya ampun!! Si Aya gimana, sih, mengartikan cerita gue ke kalian?" Kaila menepuk jidatnya.

"Loh, emang bukan gitu?"

"Iyaa, bukan gitu!" jelas Kaila.

"Ya ampun! Kami sampe kaget loh kemaren." Davira dan Emy menyetujui perkataan Karina.

"Chat si Aya juga kek minta bantuan gitu, loh," timpal Emy yang kini diangguki oleh Karina dan Davira.

"Seharusnya dia ga ngirim chat yang bikin salah paham begitu, 'kan, ya." Karina kembali menghela napasnya. Sepertinya ia lega jika Kaila baik-baik saja.

"Jangan-jangan ... kalian ngekhawatirin gue, ya?" tebak Kaila.

"Of course, dong! Kami pikir ada apa-apa. Hampir copot jantung gue kemaren," sembur Karina.

"Itu karena lo ga pernah nyeritain apa pun ke kami," tambah Emy lagi.

Memang benar mereka sangat khawatir saat mendapatkan pesan dari Aya kemarin. Mereka khawatir jika akan terjadi sesuatu kepada Kaila, mengingat gadis itu sangat jarang menceritakan tentang dirinya.

"Gue pikir kepribadian lo jadi berubah karena lo terlalu stress." Davira membuka suaranya setelah bungkam cukup lama.

Davira memang sangat jarang berbicara. Ia hanya bersuara ketika dirasa butuh saja, dan kebanyakan dia menjadi pendengar dan pengamat saja.

Kaila sedikit terperangah. "Sebenernya, gue sedikit merasa frustasi."

"S-eriusan? Are you okay? Perlu ke psikolog ga?" Karina terlihat sangat panik.

Kaila sedikit terkekeh. "Sekarang frustasinya udah hilang, kok. Makasih semuanya," ungkapnya dengan senyuman manis dan tulus.

Apalagi yang lebih membahagiakan selain kasih sayang dan perhatian dari sahabat-sahabatmu? Kaila sangatlah beruntung bisa memiliki sahabat seperti mereka.

Memang terlihat sepele, namun tinggah maupun perhatian kecil dari orang-orang terdekat, dapat menjadi healing terbaik bagi mereka yang sedang merasa gelisah.

Mungkin sekarang Kaila sedang tidak beruntung dalam urusan percintaan. Namun, bukankah dirinya cukup beruntung dalam urusan pertemanan?

Semoga saja persahabatan mereka langgeng sampai mereka menjadi tua renta kelak.

***

Sekarang adalah jam istirahat pertama. Karina memandang keluar jendela kelas sambil menikmati angin yang berembus menerpa wajahnya.

Cuaca yang cerah, angin yang berembus, suasana yang nyaman dan damai, sungguh momen yang langka sekali.

Senyuman tak kunjung luntur dari wajahnya sedari tadi. "Cuacanya cerah banget, ya ... tapi bikin adem. Andai aja cuacanya kek gini tiap hari," harapnya.

Di kelas sekarang hanya ada dirinya dan Davira saja yang sedang membaca novel. Emy dan Kaila? Mereka sibuk bermain di lapangan sekarang.

Brukk!!

"I-ini makanan dan minumannya!" ucap seseorang dan langsung berlari begitu saja bak orang kesetanan.

Siapa lagi kalau bukan Raka yang sekarang sedang bertugas menjadi babunya Karina. Alias tukan suruh beli jajannya Karina.

Eits, jangan salah. Karina sangat jarang menyuruh Raka untuk membelikannya ini itu. Meskipun ia menyuruh cowok itu membelikannya makanan, pasti yang digunakan adalah uangnya Karina sendiri.

"Ya ampun, cepet banget kaburnya. Padahal gue mau ngucapin makasih, loh!" tutur gadis itu masih dengan senyuman di wajahnya. Sepertinya suasana hatinya sedang bagus sekarang.

Davira meletakkan novel yang dibacanya dan menghampiri Karina yang kini sudah melihat keluar jendela lagi, setelah mengambil sekotak susu pembelian Raka tadi.

"Mereka masih main?" tanya Davira dan menatap ke arah lapangan.

"Iya. Keknya seru banget, deh!"

Ya ... di lapangan sana Emy dan Kaila sedang bertanding basket. Karina tahu jika Kaila menyukai semua jenis olahraga. Bahkan yang sering dimainkan oleh pria sekali pun. Namun ia tidak tahu jika ternyata Emy juga menyukai permainan olahraga.

Dan tentu saja Karina melakukan taruhan dengan Davira dengan dirinya sendiri mendukung Emy, dan Davira mendukung Kaila.

Dan ....

Pritttttt!!!

Tim Emy kalah dengan perbandingan skor 10-6. Karina melotot tak percaya.

Davira menepuk pundak Karina pelan. "Kar, lo kalah taruhan. Jangan lupa traktir gue seminggu ke depan," ucap Davira dengan entengnya.

"Emy!!! Padahal katanya kalo basket mah mudah. Mudah apaan lo kalah gitu!!" Karina merutuki Emy dan juga dirinya yang percaya akan perkataan Emy.

"Ya ... buka salah Emy, sih, tapi kemampuan olahraga si Kaila aja yang terlalu op."

Yah ... mungkin Karina harus merelakan uang jajannya untuk mentraktir Davira dan juga Kaila selama seminggu ke depan.

Dan di sinilah mereka sekarang, menikmati cilok traktiran Karina.

"Aww! Makan cilok traktiran karena menang itu memang the best!!" lontar Kaila dengan semangat.

"Bener banget," sahut Davira sambil melirik Karina sekilas. Tentu saja Karina dan Emy masih kesal karena kalah tadi.

"Pokoknya ini semua salah Emy," gerutu Karina sambil memanyunkan bibirnya.

Mereka sekarang sedang duduk di tangga dekat lapangan.

Merasa tak terima, Emy pun menampik perkataan Karina, "Kok, salah gue? Di timnya Kaila ada si Aya juga, lho!"

"Yah ... meskipun gitu Kaila pinter main olahraga apa aja, loh!" timpal Davira lagi.

"Itu karena gue orangnya kepoan dan pengen bisa segala hal. Kalo ada semua klub olahraga, pasti gue bakal gabung semuanya!" jelas Kaila.

Tentu hal itu dipicu oleh kakaknya yang sering dipuji karena serba bisa dalam segal hal, yaitu Pak Abian. Meskipun Kaila tidak pintar di bidang akademik, setidaknya dia pintar di bidang olahraga.

"Kalo gitu lo mau gabung sama mereka?" tunjuk Davira ke arah lapangan yang sekarang sudah ramai lagi.

Jika kalian bertanya-tanya kenapa lapangan sering dikuasai oleh tim putri, itu karena laki-laki di sekolah ini tidaklah banyak. Sehingga membuat mereka menjadi kaum minoritas saja.

"Pasukan tim voli? Wah, mereka udh mulai gerak lagi aja, tuh! Padahal mereka sering libur latihan, tapi stamina mereka benar-benar kuat," cetus Kaila yang menatap kagum ke arah lapangan.

"Kenapa mereka keliatan segar bugar dan blink blink gitu, ya? Padahal cuacanya panas gini." Karina tak mengerti sama sekali. Sebenarnya, ia sudah lama penasaran akan hal itu.

Karina sendiri pernah mengikuti klub olahraga saat SMP dulu, namun tentu saja ia sangat cepat lelah.

"Maybe karena mereka anggota klub olahraga," jawab Emy.

"Kalo dipikir-pikir, ga ada satu pun dari kita yang masuk ke klub, ya."

"Lahh, lo 'kan masuk ke klub fotografi bareng Mas crush. Gimana, sih," cibir Emy.

"Oh, ya, gue lupa! Hehe, maksudnya kalian." Karina menepuk jidatnya sendiri.

Mereka kembali memperhatikan anak klub voli yang sedang bermain di lapangan. Namun, sekarang mereka sedang bermain voli, melainkan tenis. Terlihat cukup menyenangkan di sana.

"Gue yakin Karina pengen ikut main juga, deh."

"Eh? Gue kenapa?" Karina menatap Emy sambil menunjuk dirinya sendiri.

"Dulu pas SMP Karina pernah gabung ke klub tenis Putri," jelas Emy. Memang benar, sih, jika dirinya pernah bergabung dengan klub tenis, tapi itu, 'kan ....

"Lahh! Kalo gitu lo ikut main aja sana sama mereka!" usul Kaila.

***