webnovel

Bukannya Tidak Sesederhana Seperti Yang Terlihat?

'Jangan sampai jantung gue kenapa-kenapa deh! Kalau gue mati gimana coba? Mana belom kawin, eh kawin udah. Nikah yang belom ya…' gumam Sasha dalam hati.

Aldric terkekeh geli, "Nikah besok juga saya siap kok."

Sasha langsung menatap ke arah Aldric dengan wajah horornya. Sungguh iaterkejut dan hampir saja menyemburkan makanan yang sedang di kunyahnya. Rupanya apa yang ia gumamkan di dalam hati justru ia gumamnya dengan cukup jelas hingga Aldric mampu mendengarnya.

'Bodohhh! Sasha Lu bego banget sih!' gerutunya dalam hati.

Dengan susah payah Sasha akhirnya berhasil menelan makanan yang sedang dikunyahnya dan hampir ia semburkan tadi.

"Jangan ngaco deh…" ucap Sasha pada akhirnya setelah ia berhasil menormalkan dirinya.

Namun saat itu Aldric menatapnya dengan serius, "Ngaco dari mananya? Apa yang saya ucapkan itu serius."

"Nikah, itu bukannya tidak sesederhana yang terlihat? Banyak yang harus di pikirkan sebelum akhirnya memutuskan untuk menikah, kan?" tanya Sasha pada Aldric.

"Kamu benar, tapi apa yang saya ucapkan tadi memang sungguh-sungguh. Saya siap untuk menikahi kamu bahkan jika besok. Kamu pikir mengapa saya mau menjalin hubungan dengamu, jika ujung-ujung hanya main-main saja?" ucap Aldric.

Sungguh Sasha hanya bisa diam seribu bahasa, meski kini hatinya sungguh berbunga-bunga hingga pipinya terasa panas.

"Kenapa? Apa kamu tidak mau menikah denganku?" tanya Aldric yang melihat Sasha hanya diam saja.

Sasha menggeleng pelan, "Ini terlalu …" ucap Sasha terhenti, sejenak ia berpikir kembali sebelum akhirnya kembali melanjutkan ucapannya. "Terburu-buru. Semuanya terasa terlalu cepat. Dan aku merasa ini masih seperti berada di dalam mimpi," lanjutnya.

Aldric tersenyum lembut, kemudian menyentuh tangan Sasha dan menggenggamnya dengan lembut.

"Apa kamu masih ragu? Dan masih takut akan kegagalan hubunganmu sebelumnya?" tanya Aldric hati-hati.

Sasha mengangkat wajahnya dan menatap Aldric. Kemudian ia mengangguk pelan.

"Saya pernah gagal sepertimu, dan saya juga pernah enggan untuk kembali menjalin hubungan lagi. Tapi aku mencoba untuk bangkit saat pertama kali saya melihat kamu, mungkin itu sekitar 6 bulan yang lalu," ucap Aldric seraya mengingat-ingat kembali kejadian saat itu. "Saya orang yang pernah disakiti dan dikhianati, saya tidak mau menjadi orang yang seperti itu. Jika kamu masih ragu itu hal yang wajar, saya hanya akan membuktikannya padamu jika saya bukan orang seperti itu."

"6 bulan yang lalu?" tanya Sasha akhirnya setelah ia bungkam beberapa saat.

Aldric menatapnya dalam kemudian mengangguk, "Entah mengapa aku bisa suka pada wanita yang menonjok seorang pria di depan umum, dan menurutku itu sungguh keren," ucap Aldric.

Kening Sasha hanya berkerut setelah mendengar ucapan Aldric. Sungguh ia tak mengerti dengan apa yang diucapkan oleh Aldric.

'Kapan gue nonjok orang?' tanyanya dalam hati seraya mengingat-ingatnya.

Aldric tersenyum simpul, "Mungkin kamu lupa. Tapi aku tidak. Aku ingat dengan jelas kejadian itu, saat itu sedang makan siang. Kamu dan teman-temanmu sedang makan siang di cafe dekat kantor, begitu juga denganku yang sedang bersama Adam. Pria itu sepertinya mengganggu kalian dan hendak melecehkan salah satu dari kalian, hingga akhirnya kamu menonjok pria itu," jelas Aldric berusaha mengingatkan kejadian itu pada Sasha.

Mulut Sasha seketika membentuk huruf 'O', seakan ia baru saja mengingat kejadian itu. "Ahh…, aku ingat…" ucap Sasha.

Kini Sasha ingat kejadian itu, tapi kejadian itu sudah cukup lama sekali terjadi bahkan ia sampai lupa dengan hal itu. Dan ia sungguh tak menyangka jika saat itu ada Aldric dan Adam di sana.

"Kamu melihatnya?" tanya Sasha tak percaya.

Aldric mengangguk, "Tentu saja. Bagaimana saya tahu dirimu jika saya tidak melihatnya."

"Sudah cukup lama saya memendam perasaan saya padamu hingga akhirnya saya berani mulai mendekatimu beberapa hari yang lalu," lanjut Aldric.

Sasha langsung teringat waktu yang dimaksudkan oleh Aldric. Malam saat hujan turun deras, ketika ia berada sendirin di lobby dan Aldric datang menghampirinya dan menawarinya segelas kopi panas padanya.

Sasha sungguh tak bisa berkata-kata lagi. Ia benar-benar tidak menyangka jika selama ini Aldric sudah menyukai dirinya dan menaruh perasaan padanya. Jika diingat-ingat lagi, ketika mereka secara tidak sengaja bertemu Aldric terlihat biasa saja, sikapnya seolah normal dan tampak acuh padanya.

Maka dari itu ia cukup kaget ketika malam itu, tiba-tiba saja Aldric menawarinya segelas kopi bahkan mengantarnya pulang. Dan pada keduanya kalinya saat Aldric mengantarnya pulang ia tampak lebih memaksa. Serta saat makan malam bersama sebelum Aldric mengantarnya pulang. Sasha merasa aneh dengan semua sikap Aldric tersebut, namun kini keanehan itu sudah terjawab sudah.

Sudah terlalu lama ia tidak memperdulikan sebuah hubungan, hingga ia benar-benar lupa bagaimana sikap seorang pria yang sedang mendekati seorang wanita. Ia hanya ingat rasa sakit di hatinya karena sebuah pengkhianatan jika mengingat sebuah hubungan. Maka dari itu ia memilih untuk sendiri. Tapi kini sudah ada Aldric di hadapannya, sekian lama Sasha menatap dalam ke dalam mata Aldric untuk mencari ketulusan dan kejujuran di mata Aldric saat mengatakannya. Dan ia bisa melihat kesungguhan serta kejujuran di dalamnya.

Senang? Tentu saja Sasha merasa senang saat ini, hingga mulutnya tak mampu berbicara. Ada perasaan aneh dalam dirinya yang tak mampu ia gambarkan dan ungkapkan melalui kata-kata.

Entah harus dengan kata apa Sasha menggambarkan kebahagiaannya ini. Atau harus mengatakan apa untuk membalas semua ucapan Aldric, sungguh otaknya kini terasa membeku dan tak bisa merangkai kata sama sekali.

Tangan Aldric yang sejak tadi menggenggam tangannya kini ia lepaskan, dan dengan gerakan cepat Sasha memeluk tubuh Aldric.

"Aku harap, aku bisa bahagia bersamamu…" ucap Sasha akhirnya tepat di telinga Aldric.

**

Aldric mengeratkan pelukannya di perut Sasha yang kini sudah tertidur dengan lelap di pelukannya dengan membelakanginya. Aroma shampo yang digunakan oleh Sasha menguar begitu saja di indera penciumannya. Meski wanita ini kini sudah berada di dalam pelukannya, namun terkadang ia masih tidak menyangka jika pada akhirnya ia bisa mendapatkan hati wanita yang sudah lama ia sukai tersebut. Dan kini sudah menjadi kekasihnya.

Malam ini ia memutuskan untuk tidur bersama dengan kekasihnya itu, di kamar Sasha. Setelah mengobrol semalaman, untuk saling mengenal satu sama lainnya akhirnya Sasha merasa mengantuk dan ingin tidur. Dengan sigap Aldric menawarinya untuk menemani Sasha tidur, tentu saja hanya tidur dan memelukinya saja tanpa melakukan hal yang lebih. Meski sebenarnya ia ingin, hanya saja ia harus menahan dirinya dan bertindak tidak terlalu terburu-buru.

Ia tak ingin hubungannya dengan Sasha hanya sebatas karena nafsu atau hasrat semata. Ia ingin hubungannya dengan Sasha adalah hubungan yang murni berdasarkan perasaan. Baik dirinya dan Sasha sama-sama pernah terluka, ia tak ingin hal itu kembali terjadi karena akan menyakiti satu sama lainnya. Jika hubungan diawali oleh sebuah nafsu maka bisa saja hubungan itu tidak akan terjalin lama.

Ia sudah tidak muda lagi. Bukan hanya itu, kedua orang tuanya juga sudah mendesaknya untuk segera mencari pendamping yang akan menemaninya selama sisa hidupnya. Maka ia berharap, hubungannya dengan Sasha adalah hubungan yang serius dan bukan main-main lagi.

Sasha menggeliat dalam tidurnya, kemudian menggerakkan tubuhnya hingga kini ia saling berhadapan dengan Aldric. Kini Aldric bisa melihat wajah Sasha dengan jelas saat ia tertidur, dengan perlahan ia mengangkat tangannya yang bebas kemudian menyingkapkan rambut Sasha yang menutupi wajahnya.

Sasha tampak begitu tenang dalam tidurnya.

Aldric tergoda dengan bibir Sasha yang berkilap, ia mendekatkan wajahnya pada wajah Sasha kemudian mengecup bibirnya singkat agar tak membangunkan Sasha.

"Bukan hanya kamu yang merasa ini seperti mimpi, tapi aku juga…" bisik Aldric sangat pelan.

-To Be Continue-