Bibir tipis Zhan Muqian mengatup rapat dan wajahnya tidak menunjukkan ekspresi apapun sehingga suasana di dalam ruangan pun menjadi tegang. Ruan Qingtong terbatuk pelan dan mendorong pria bertubuh besar yang ada di sampingnya, sambil tersenyum dia berkata, "Jangan dengarkan omong kosongnya, aku hanya berteman biasa dengan pamanmu."
"Bu, apakah ibu dan ayah hanyalah teman biasa? Bisakah aku tidur dengan ayah malam ini?" Tiba-tiba anak kecil itu bersuara dengan lembut. Seketika suasana menjadi canggung dan membuat suhu ruangan itu terasa menjadi sedingin es.
Jiang Mianmian mengerutkan bibirnya dan tersenyum, dia lalu melirik ke arah Zhan Muqian dengan dingin. Tak disangka-sangka, dia lalu berjongkok dan dengan lembut menusuk wajah anak kecil yang ada di depannya, "Siapa namamu adik kecil? Bisakah kamu memberitahu kakak?" Sikapnya benar-benar tampak dewasa, namun postur tubuhnya tetap menunjukkan bahwa dia masih muda. Suaranya pun terdengar sangat manis, hampir terdengar mirip anak kecil.
Anak kecil yang ditanyainya mengedipkan matanya yang besar dan berkata dengan lantang, "Namaku Ruan Jingchen, semua orang memanggilku Chenchen."
Jiang Mianmian terkekeh, lalu berkata, "Chenchen, barusan kamu berkata ingin tidur dengan ayahmu malam ini, kan?"
"Ayahku berjanji akan menemaniku bermain di ulang tahun ku yang keempat, tapi sekarang umurku sudah empat tahun lebih empat puluh lima hari, namun ayahku malah tidak menepati janjinya!" Ujar Ruan Jingcheng sambil mengangguk.
Ruan Qingtong buru-buru membungkuk untuk menggendong Ruan Jincheng, kemudian berkata sambil tersenyum, "Chenchen masih kecil. Dia tidak benar-benar mengetahui apa yang telah dia katakan."
Sebelum Jiang Mianmian membuka mulutnya lagi, dia tiba-tiba ditarik oleh tangan besar Zhan Muqian. Dia pun harus memutar leher kecilnya dan balik menatap pria itu. Mengganggu! Benar-benar mengganggu! Batinnya.
Suasana di antara para orang dewasa yang ada di ruangan itu menjadi canggung dan terasa aneh. Ruan Jingchen tidak tahu apakah yang telah dia lakukan, tetapi dia merasa bahwa suasana dalam ruangan itu sudah tidak nyaman. Dia memandang semua orang dewasa dengan tatapan menyedihkan dan menangis.
Jiang Mianmian merasakan wajah anak itu tertekan, kemudian dia berkata "Chenchen yang baik, ini bukan waktunya untuk bermain-main. Ayahmu adalah panglima perang yang paling kuat. Saat ini ayahmu tidak bisa menepati janjinya..." Kalimat itu tidak terselesaikan karena pinggangnya sedikit terpelintir dan tenggorokannya berdesis kesakitan.
Sementara itu, Kuo Shao, yang terlihat mabuk, terkekeh pelan dan menatap dingin pada Zhan Muqian serta Jiang Mianmian. Dia tidak bisa menjelaskan perasaan aneh yang dirasakannya, membuatnya kembali terkekeh pelan dan tertawa sinis. Keponakan kecil? Sungguh mencurigakan. Siapa tahu Zhan Muqian telah menyembunyikan seorang gadis muda selama ini, pikirnya.
***
Di tempat parkir, saat makan malam telah selesai.
Ruan Qingtong mencoba menggendong Ruan Jingchen, tetapi anak itu meronta dan menolak keluar dari mobil Zhan Muqian. Sang panglima perang lalu berkata dengan nada suara lembut, "Masuklah ke dalam mobil dan menginap saja di tempatku malam ini."
Ruan Qingtong tiba-tiba terlihat malu-malu. Dia tetap berdiri di tempatnya beberapa detik dan mempertimbangkan tawaran tersebut.
Jiang Mianmian yang baik dalam membantu orang menentukan pilihan, lalu berkata sambil tersenyum, "Kak Ruan, kamu akan menjadi bibiku nantinya, cepatlah masuk ke dalam mobil. Kamu harus menginap bersama Chenchen malam ini. Cepat atau lambat, kamu akan menikah dengan paman keduaku…"
Ruan Qingtong diam-diam menatap wajah Zhan Muqian dan merasa bahwa ekspresinya menunjukkan bahwa dirinya tidak setuju atas ucapan tersebut. Tak berapa lama, dia pun ikut naik ke dalam mobil.
***
Pukul 2 malam.
Tidak mudah membujuk Ruan Jingchen untuk mengakhiri waktu bermainnya, kemudian mandi dan tidur. Setelah berhasil menidurkannya, Zhan Muqian pun pergi mandi. Usai membersihkan dirinya, dia berdiri di depan pintu kamar Jiang Mianmian dengan wajah muram. Dia menarik gagang pintu untuk membukanya, namun ternyata terkunci.
Di sisi lain, Jiang Mianmian masih bermain dengan ponselnya ketika mendengar suara di pintu itu, dia menahan napas dan tersenyum.
Klik!
Tiba-tiba… Jiang Mianmian mendengar suara kunci pintu terbuka. Karena ketakutan menghadapi Zhan Muqian, dia segera bersembunyi di bawah selimut dan tidak berani bersuara. Pria jangkung itu berdiri tepat di depan tempat tidurnya dan menarik selimut yang dikenakannya. Dia pun menampakkan wajah seolah baru bangun tidur, lalu berkata seperti sedang berbisik, "Paman Zhan, sepertinya tidak pantas bagimu untuk masuk ke kamar tidur keponakanmu di tengah malam begini."
Zhan Muqian mengerucutkan bibirnya, menekuk lututnya dan menekan dua kaki kecil Jiang Mianmian, lalu mencibir "Berteriaklah… berteriak lebih keras. Lebih baik memanggil seseorang untuk melihat bagaimana perlakuan 'paman' panglima mu ini kepadamu."