webnovel

Perjanjian di belakang (1)

Alena baru selesai sarapan dan bersiap mau mandi ketika didengarnya bel kamar apartemennya berbunyi. Alena mengambil remote apartemennya dan dilihatnya ada wajah Cynthia di layar. Alena meloncat senang. Perasaan rindu pada sahabatnya membuat Ia bergegas membuka pintu apartemen, tanpa melalui remote tapi langsung mendatangi ke depan pintu.

"Cynthia.. Alangkah bahagianya Aku bertemu denganmu" Alena mencium kedua pipi Cynthia dan memeluk Cyntia dengan erat. Yang dipeluk malah morang-maring menyebalkan.

"Kamu teman macam apa? Membiarkan Aku ketakutan sendiri. Mengapa Kamu tidak pernah menelponku? Dan Kamu juga sulit dihubungi? Hampir setiap hari Aku menelpon si David penjaga apartemenmu untuk menanyakan apakah kamu sudah datang atau belum. Tadi pagi pas nelpon dia bilang Kamu sudah datang. Aku langsung kesini. "

Cynthia bicara membabi buta. Tangannya berkacak pinggang. Tapi kemudian mulutnya berhenti mengoceh ketika matanya memandang meja makan yang diatasnya terdapat hidangan sarapan kumplit dalam porsi banyak.

Bagai dihipnotis Cynthia mendekati meja itu. Lalu Dia memandang makanan itu seperti menganalisa jumlah dan jenisnya lalu menatap Alena dengan tatapan heran.

"Jangan bilang kamu memasak sarapan ini. Roti panggang yang terlihat segar, sosis yang nampak lezat, keju, telur.. porsi makanan cukup untuk tiga atau empat orang. Sejak kapan Kamu jadi rakus. Jangan kau katakan juga Mrs. Nancy yang membuat sarapan karena Mrs. Nancy jam segini pasti belum datang. Berarti ada seseorang yang sedang bersamamu, Siapa dia?" Cynthia langsung mengawasi apartemen Alena. Matanya beredar mencari-cari seseorang yang Ia duga bersama Alena Tapi Ia tidak bisa menebak siapa orang itu.

Alena mengangkat bahu menyadari Cynthia temannya yang cerdas dan memiliki daya analisis yang mengagumkan mulai mencium adanya keanehan. Tapi Cynthia tidak berhasil menemukan orang itu karena orang itu sedang terbaring di ranjang.

Karena Cynthia tidak menemukan apa yang dicarinya maka Ia kembali bertanya.

"Alena..Kamu harus menjelaskan segala sesuatunya. Bagaimana keadaanmu waktu di negaramu. Apa Kamu jadi menikah? Bagaimana dengan Nizam?" Cynthia duduk di sofa dan memandang Alena menuntut penjelasan.

" Aku mau mandi dulu. Kau tunggu dulu saja di sini. Kalau mau sarapan makanlah. tapi jangan dihabiskan. Aku akan bercerita nanti."

"Tidak..aku sudah makan tadi, Yah.. Kau mandilah dulu agar nanti kita bisa langsung ke kampus, Bukankah pembelajaran dimulai pukul 10.00 sekarang baru pukul 08. 30."

Cynthia menyandarkan tubuhnya ke sofa. Ia merasa rileks melihat Alena baik-baik saja. Dari kemarin Ia sangat mengkhawatirkan keadaan sahabatnya apalagi terakhir ditelepon Alena menangis karena akan dijodohkan. Tetapi kekhawatirannya lenyap melihat wajah Alena berseri-seri.

Sedang duduk santai dengan perasaan lega dan bahagia, tiba-tiba dibelakangnya ada suara.

"Halo Cynthia. Apa kabar mu?" Suara itu suara laki-laki, terdengar menggema mengguncang hati Cynthia. Dengan perlahan bagai mendengar suara hantu Cynthia memutar lehernya ke belakang dengan perlahan. Mata Cynthia terbelalak lebar, mulut terbuka hingga hampir terlihat pangkal tenggorokan, badan kaku membeku melihat sosok tubuh yang diluar dugaan itu.

Sementara sosok tubuh yang dipandangi Cynthia yang Dimata Cynthia bagai sosok hantu disiang bolong hanya mengangkat bahunya sambil tersenyum tipis. Bagai tidak ada kejadian luar biasa. Orang itu berjalan lurus ke meja makan mengambil gelas lalu mengisinya dengan air putih dan menegaknya.

"Apa Kamu sudah sarapan? Mau menemaniku sarapan atau hanya terus memandangiku dengan mulut terbuka?"

Bagaimana bisa suaranya begitu tenang bagai tak merasa bersalah padahal keberadaannya sudah menimbulkan perasaan shock yang begitu hebat pada Cynthia.

Nizam yang sudah memberikan guncangan hebat pada Cynthia seakan tidak perduli pada Cynthia. Dengan ketenangan luar biasa Ia mengambil roti bakarnya dan mulai memakannya setelah menyimpan sebuah sosis didalamnya. Mengunyahnya perlahan, begitu anggun dan elegan. Seumur-umur Cynthia baru melihat cara makan seperti itu.

"K..Kau..kau" Cynthia tidak dapat melanjutkan perkataannya. Ia lalu menyambar gelas yang ada didepannya tanpa memperdulikan gelas siapa, yang penting isinya bisa membasahi tenggorokannya yang kering sehingga untuk berkata-kata saja Ia kesulitan.

Cynthia menata dulu debaran jantungnya yang melompat-lompat seakan hendak keluar dari tempatnya. Setelah membasahi tenggorokannya Ia merasa baru sedikit tenang. Cynthia kembali membuka mulutnya.

"Apa Kalian tidur bersama?" Tanyanya tanpa sadar.

"Hmmm.." Nizam hanya mengguman

"Jawab pertanyaanku Nizam! Jangan membuatku mati berdiri karena kaget."

"Memangnya kenapa kalau Aku tidur bareng dengannya? Apa Kamu keberatan?"

"Ti..ti tidak. Tentu Aku tidak keberatan." Cynthia masih tergagap

"Tentunya Kamu tidak usah khawatir teman baikmu itu hamil. Bukankah Kau bilang padanya kalau Aku impoten. " Nizam berkata lagi tanpa memandang Cynthia. Mulutnya tetap mengunyah makanannya.

Cynthia langsung batuk-batuk dengan muka merah karena malu.

"A..aku minta maaf"

"Kamu tidak perlu minta maaf. Karena sesungguhnya Aku sangat berterima kasih padamu. Atas usaha yang sudah Kamu lakukan hingga berhasil mengantarkan Alena ke sisiku"

Cynthia terkesiap mendengar kata-kata Nizam. " Apa Alena menceritakan segalanya padamu?" Cynthia bertanya dengan hati-hati.

"Apa kamu pikir temanmu yang polos itu berani menceritakan semuanya padaku? Sejak dia hampir menabrak tubuhku di perpustakaan. Aku sudah curiga Ia mengikuti ku. Gadis tipe Alena yang hampir tidak pernah memegang buku kecuali sedang dikelas sangat mustahil tiba-tiba berada di perpustakaan. Kemudian ketika kami bertemu di restoran Timur Tengah tempatku biasa makan, Aku sudah sangat yakin dia benar-benar mengikutiku untuk menarik perhatianku."

"Kenapa Kau menuduhku Aku yang mengatur strateginya? Kenapa Kau tidak mengira Alena sendiri yang mengaturnya." Cynthia panas dingin mendengar analisa dari Nizam yang sudah sangat jelas menekankan pada seluruh syarafnya bahwa otak pria yang ada di depannya bukanlah otak yang biasa dimiliki oleh kebanyakan orang.

"Alena?? Setelah kami berbicara dan bertemu secara intens hampir satu bulan. Aku menyadari seperti apa Dia. Dan tentunya Kau juga jelas tau kondisi sahabatmu itu. Sangat tidak mungkin dia mampu memanipulasi dirinya sendiri untuk memikirkan suatu strategi yang cukup rumit. Dia terlalu polos"

Cynthia menggelengkan kepalanya. Ia butuh satu tahun untuk mempelajari karakter temannya tapi ternyata Nizam cuma membutuhkan waktu sebulan untuk mengetahui seluruh sifat Alena. Cynthia menarik nafas panjang.

"Aku ingin berbicara tentang sesuatu hal denganmu tapi tidak di depan Alena."

"Tentang apa?"

" Nanti sore di Cafe Sunshine. Blok 31 pukul 4 tepat. Aku tunggu di sana"

Cynthia mau bertanya lagi tapi tiba-tiba muncul Alena.

"Wah.. kalian kelihatannya sudah ngobrol banyak. Pasti membicarakan diriku" Alena memeluk Nizam dari belakang. Cynthia melotot melihat tingkah Alena yang demonstratif. Yang dipeluk malah bangkit berdiri dan berkata.

"Cepatlah beri dia penjelasan Alena, Aku tidak tahan melihat wajahnya yang shock berat." Kata Nizam sambil berjalan menuju kamar mandi.

"Cium pipiku dulu" Alena menepuk pipinya menggunakan telunjuknya. Nizam tahu bahwa Alena memintanya mencium pipinya agar Alena dapat memperlihatkan prestasi keberhasilan Temannya karena sudah berhasil membantu Alena memperolehnya. Walaupun Nizam bukan tipe orang yang suka pamer kemesraan tapi sekali ini Ia tidak ingin mengecewakan maksud istrinya itu. Nizam lalu mengecup pipi Alena

Cynthia memandang Nizam yang mengecup pipi Alena.

"Alena.. cubit Aku dengan keras, agar Aku yakin bahwa Aku sedang ada di alam nyata dan bukan di alam mimpi." Cynthia berkata pada Alena. Alena tertawa geli melihatnya.