Ketika keringat masih menetes membasahi sekujur tubuh mereka. Nizam tiba-tiba bertanya pada Alena. "Apakah Cynthia ada mengatakan sesuatu kepadamu?"
Alena menganggukan kepalanya. "Dia berkata bahwa Pangeran Thalal melamarnya"
"Apa?? Anak itu berkata tanpa dipikir dahulu. Aku tahu dia menyukainya tapi kalau sampai melamarnya langsung, sungguh keterlaluan" Nizam langsung mengomel-ngomel.
"Memang kenapa?," Alena bengong keheranan melihat Nizam misruh-misruh.
"Kau lihat bagaimana reaksi Cynthia?"
"Dia sangat sedih, belum pernah Aku melihat Cynthia begitu sedih"
"Itulah Alenaku sayang. Seharusnya Pangeran Thalal mempelajari dulu permasalahan yang terjadi diantara mereka. Bukannya langsung melamar. Hati wanita itu sangat peka. Padahal akhirnya mereka tidak bisa bersama." Nizam benar-benar menyesalkan tindakan adiknya.
"Mengapa mereka tidak bisa bersatu?"
"Terlalu banyak perbedaan diantara mereka. Kau taukan bagaimana kehidupan Cynthia. Di Amerika gadis seusia Cynthia kemungkinan Ia sudah tidak suci lagi. Sedangkan istri dari seluruh Pangeran haruslah seorang gadis.Selain itu ada perbedaan keyakinan yang sangat mendasar. Pangeran Thalal benar-benar terlalu bodoh dalam menghadapi wanita. Lalu tidakkah kau tanyakan pada Cynthia bagaimana kelanjutannya?
"Iya.. tapi Cynthia malah menangis dan Ia akan menceritakannya setelah hatinya tenang."
"Inilah yang Aku takutkan, Wanita mana yang tidak akan shock dilamar tiba-tiba lalu kemudian tersadar bahwa hal itu tidak mungkin terjadi. Kalau sampai nanti rencanaku gagal karena kekonyolannya, lihat saja nanti" Nizam morang-maring mukanya merah padam. Tadi waktu mereka ngobrol Pangeran Thalal tidak mengatakan bahwa Pangeran Thalal sudah langsung melamar Cynthia.
"Memang apa rencanamu?" Alena semakin keheranan.
"Akukan sudah memiliki seseorang untuk diperkenalkan pada Cynthia, Kamu juga malah ngotot ingin Aku membawa Pangeran Thalal" Nizam jadi balik mengomeli Alena. Tentu saja Ia tidak menceritakan rencana yang sebenarnya pada Alena.
"Tapikan Aku tidak tahu kalau Pangeran Thalal langsung melamarnya, lagi pula mengapa Kamu juga mau" Alena jadi meradang diomeli suaminya.
"Soalnya kalau aku menolak membawa Pangeran Thalal, kau akan morang-maring terus nantinya" Nizam mulai melunak. Ia meraih tangan Alena. Tapi Alena malah menepiskan tangan Nizam.
"Aku ga suka kau marah-marah tanpa sebab. Aku kan sudah bilang, mana Aku tahu kalau adikmu itu langsung melamar" Mata Alena mulai berkaca-kaca. Ia lalu bangun dan lari ke tempat tidur dan menangis. Nizam jadi kaget Ia langsung berdiri mau mengejar tapi kemudian Ia duduk kembali. Ia lupa kalau Ia sedang telanjang. Ia segera meraih pakaiannya dan memakainya.
"Alena jangan menangis, Maafkanlah Aku." Nizam terus mengelus punggung Alena. Ia heran melihat Alena menangis hanya karena perkataannya tadi. Memang sedikit keras tapi kalau sampai menangis bukankah terasa berlebih-lebihan.
"Aku juga tidak ingin menangis tapi mengapa rasanya sangat sedih" Alena terisak-isak.
"Mari sini Aku peluk.." Kata Nizam sambil memeluk Alena. Alena lalu memeluk Nizam dengan erat tapi kemudian Ia menyadari bahwa Ia merasa bau badan Nizam terasa aneh. Alena langsung mual dan mau muntah.
"Ternyata badan Kamu bau, Pasti gara-gara tadi berkeringat." Alena menutup hidungnya sambil terus muntah-muntah. Mata Nizam terbelalak Ia lalu mencium ketiaknya sendiri. perasaan bau badannya biasa-biasa saja. Bahkan biasanya Alena menyukai bau keringatnya.
"Alena.." Nizam tampak sedikit kesal.
"Mandi dulu sana, mandi pakai sabun yang banyak baru mendekati Aku lagi" Kata Alena sambil tetap muntah-muntah.
"Apa kamu..?? " Nizam langsung berpikir.
"Tanggal berapa sekarang Alena?" Nizam malah bertanya.
Alena berhitung "Tanggal 10..."
"Apakah kamu sudah datang bulan?"
Alena menggelengkan kepalanya. "Aku lupa harusnya sih tanggal 25 bulan kemarin. Nizam bulan kemarin Aku tidak haid"
Hati Nizam langsung berdetak kencang. "Apakah mungkin Kau sedang hamil??"
Alena terbeliak lebar. "Aku tidak tahu tapi... harusnya memang Aku sudah mendapatkan haid"
Wajah Nizam langsung berseri-seri bahagia. Ia menggenggam tangan Alena dengan erat. "Besok Kita ke rumah sakit, Kita langsung cek kehamilan. Kalau benar Kamu hamil. Kita langsung pulang ke Azura"
"Tapi Nizam ini kan baru dua Minggu kita di Bali. Rencananya kan Minggu depan kita mau ke Surabaya. Terus bagaimana bisa kita pulang ke Azura sekarang?"
"Yang pulang bukan kita tapi hanya Kau dan Cynthia, dokter dan beberapa pengawal. Sedangkan Aku dan Pangeran Thalal akan tetap disini"
"Kenapa jadi seperti ini? Aku tidak mau pulang sendiri" Alena tambah keras menangisnya.
"Jangan seperti anak kecil, Ada bayi dalam perutmu yang harus kau jaga. Kamu tidak boleh egois lagi." Nizam kini mengelus perut Alena yang begitu ramping.
Alena langsung terdiam kata-kata suaminya membuat Ia langsung berpikir tentang kebenarannya.
"Sekarang tidurlah" Kata Nizam sambil hendak merangkul Alena. Tapi belum juga pelukannya sampai. Alena sudah muntah-muntah lagi. Nizam jadi memundurkan tubuhnya. "Baiklah Aku akan mandi dulu sebelum mendekapmu"
Alena hanya menahan perutnya yang terus menerus terasa mual. Keringat dingin mengalir deras. Ia lalu mengangkat telepon kamar dan minta diantar minuman jus jeruk lemon.
Ketika Nizam keluar dari kamar mandi Ia melihat Alena sudah meminum jus jeruknya. Nizam langsung menatap tajam. "Kau minum apa? Kau sekarang tidak boleh sembarangan makan atau minum"
"Ini hanya minuman jus jeruk" Kata Alena malah langsung menghabiskan minumannya tanpa bisa dicegah Nizam. Ia takut Nizam mengambil minumannya.
"Kau ini, malah dihabiskan" Nizam menatap Alena dengan geram
"Kenapa sih Kau ini? Paranoid banget. Lagian Akukan belum tentu hamil."
"Dan kau, belum tentu juga tidak hamil. Jadi selama belum ada kepastian Berhentilah makan dan minum sembarangan. Kau harus makan dan minum apabila sudah dicicipi oleh asisten pribadimu."
"Memang kenapa? Apa Kau takut aku diracun"
"Didalam perutmu ada calon pewaris tahta kerajaan Azura, Kau tidak diizinkan untuk bertindak sembarangan lagi"
"Menyebalkan.. Awas Kau Nizam, Kalau sampai Aku tidak nyaman disampingmu, Aku akan membawa kabur anakmu"
Sebenarnya Alena cuma bercanda tapi dampaknya bagi Nizam lain. Nizam tiba-tiba teringat perjanjian pranikah yang ditandatangani Alena. Apakah Alena tahu bahwa anak yang dikandungnya nanti selamanya akan menjadi milik Azura. Tugas Alena hanyalah melahirkan dan menyusui kalau Alena bersedia. Karena kebanyakan anak-anak para Ratu memiliki ibu untuk menyusui secara khusus.
Nizam jadi berkeringat dingin. Sikap dan tingkah Alena kadang diluar nalar dia. Entahlah Ia tiba-tiba jadi takut seandainya Alena melaksanakan ancamannya.