webnovel

Milikilah anak dariku

Nizam berdiri di beranda lantai dua istana Selatan tempat Ibunya tinggal kalau sedang tidak berada di Harem. Beranda lantai dua tempat Ibunya tinggal adalah beranda yang memiliki pemandangan yang paling indah. Ada laut yang terhampar walaupun sedikit jauh tapi jelas terlihat. Ada kebun kurma, Zaitun dan buah Tin yang terhampar memenuhi perbukitan disamping pantai dengan pasir putih yang terhampar. Burung-burung Camar tampak berterbangan menyambar ikan-ikan yang nasibnya sedang sial.

Jubah yang dipakai Nizam sedikit berkibar. Ia memakai pakaian khas Azura. Wajah tampannya tampak sukar ditebak apakah Ia sedang senang, bahagia atau memikirkan sesuatu. Setelah berapa lama Nizam melirik ke arah Pelayan. Ia meminta minuman pada pelayan tersebut. Pelayan segera memberikan kopi yang sengaja diimpor dari Brazil. Seharusnya Nizam minum sambil duduk tetapi Ia lupa, Ia minum kopinya sambil berdiri. Kopi itu meluncur masuk ke tenggorokannya menimbulkan sensasi unik bagi wanita yang memandang jakun Nizam naik dan turun karena minumannya itu.

Nizam lalu duduk dikursinya. Ia biasanya menunggu Ibunya ditaman tapi hari ini Ia diminta untuk menunggu diberanda. Ada hal penting yang harus Ia bicarakan dengan Ibunya berkaitan dengan Istrinya Alena. Akhirnya Ibundanya tiba. Pakaian hijau yang dikenakan ibunya dipenuhi sulaman mewah hasil tangan dan bukannya hasil mesin. Tidak bisa dipungkiri walaupun Ibunya sudah berusia hampir 50 tahun tapi pesonanya tidak pernah pudar. Konon katanya karena Ibundanya sering mengenakan lulur dan masker dari susu campur madu. Tapi jelas Nizam tidak memperdulikan hal itu.

"Nizam..yang Mulia putraku" Kata Ibunya sambil mengulurkan tangannya. Nizam menciumnya penuh takzim.

"Ibunda dengar dari kemarin Kau menghabiskan malam dengan Alena? Bagaimana keadaannya? " Ibundanya langsung bertanya.

Dengan sedikit memerah Nizam menjawab. "Alhamdulillah baik, Bunda"

"Apakah Ia sudah bisa beradaptasi?" Ibunya terus mencoba menyelidiki kondisi menantunya. Nizam melengos membuang perasaan yang terganggu oleh pertanyaan ibunya yang berkesan meragukan keterampilannya di atas ranjang.

"Tentu saja Ibunda yang Mulia. Alena gadis yang cepat dalam memahami sesuatu"

"Yaah...betul. Ibunda mulai tahu itu. Ia sebenarnya bukan gadis yang bertipe buruk dia cepat belajar walaupun dia kekanak-kanakan. Ibunda paham kondisi dia. Ibunya banyak bercerita tentang dia. Jadi apa maksud Ananda hendak berbicara dengan Ibunda?"

"Ibunda ini tentang Alena." Nizam terdiam mengatur strategi agar Ia bisa mencapai maksud dan tujuannya kepada Ibunya sendiri.

"Hmmmm.." Ibunya mengguman menunggu Nizam menyelesaikan bicaranya.

"Ananda bermaksud mengambil Alena dari Harem dan memindahkannya ke ruangan Ananda"

Ibunya langsung melotot kelihatan sekali Ia tidak setuju.

"Kau ingin memindahkan Alena?? Apa Ananda sudah lupa dengan peraturan Harem. bahwa tidak dibenarkan wanita dalam Harem keluar dari Harem kecuali Dia sudah memiliki anak. Lagipula Bagaimana bisa Alena pindah ke ruanganmu karena Seorang Raja atau putra mahkota haruslah memiliki privacy yang lebih dari orang lain. Tinggal dengan salah satu istri juga akan mengakibatkan ketidakharmonisan hidup di dalam istana. Kalau hanya tidur dengan salah satu istri bagaimana istri yang lain."

"Ibunda, Ananda mohon untuk Ananda abaikan dulu aturan kerajaan. Apakah Ibunda tidak ingin Anada segera memiliki keturunan? Ananda akan berusaha semaksimal mungkin untuk segera memberikan Ibunda cucu yang begitu Ibunda inginkan."

Ratu Sabrina terdiam. "Bisakah dari kedua istrimu dan dari yang lainnya juga?"

Nizam menggelengkan kepalanya. "Ibunda jangan belajar menjadi orang yang serakah, satu saja Ananda belum bisa mengendalikan dengan baik bagaimana Ananda harus mengambil lagi yang lain. Apa Ibunda ingin Kepala Ananda hanya berisi tentang mereka. Ada banyak yang harus Ananda urus bunda. Ibunda jangan khawatir akan Ananda berikan keturunan yang banyak walaupun hanya dari Alena.."

"Tapi kapan??"

"Sabar sebentar saja, Sekarang Ananda hanya mohon untuk tidak mengganggu Alena dulu, biarkan Ia hidup dengan tenang. Ananda juga memohon kepada Ibunda untuk memberikan akses kepada Alena keluar masuk istana tanpa protokoler istana."

"Apa ini tidak berlebihan?"

"Tentu saja tidak, Ibunda mohon untuk memahami bahwa dia bukan dari kalangan kita yang bisa kita perlakukan sama dengan gadis Azura lainnya."

"Tapi mengapa bukan dia yang harus menyesuaikan dengan kita, Mengapa harus kita yang menyesuaikan dengan dia? Bukankah ada peribahasa yang mengatakan dimana bumi dipijak disitu adat dijunjung. Dia tinggal di istana kita. Harusnya dialah yang beradaptasi dengan kita."

Nizam menarik nafas panjang. "Ibunda, karena kita sekarang berada diposisi yang lebih rendah dari Alena."

"Apa maksudmu? bicara yang jelas!! mana ada seorang suami yang kedudukannya lebih rendah dari istri dan mana ada kedudukan mertua yang lebih rendah dari kedudukan menantunya"

"Ibunda bukan kedudukan dalam arti secara harafiah, Tapi kedudukan berdasarkan keinginan. Apa Ibunda tahu kalau keinginan kita tentang anak lebih tinggi daripada keinginan Alena untuk memilikinya?"

Wajah Cantik Ratu Sabrina mulai kelam.

"Jangan Kau coba-coba mengatakan bahwa Alenamu itu tidak menginginkan kehamilan."

Nizam menghela nafas berat. "Sayangnya itu yang terjadi"

"Aaargh.. itulah sebabnya mengapa Bunda dari awal tidak menyetujui pernikahanmu, menikah dengan orang luar jauh lebih ribet dari istri dikalangan sendiri. Kalau sudah seperti ini lalu bagaimana? Mengapa Kau mencintai wanita yang tidak ingin mengandung anakmu sendiri. Ya Tuhan...baru kali ini dalam sejarah kerajaan ada seorang wanita yang tidak menginginkan anak dari seorang calon raja. Sulit dipercaya"

Nizam mengusap-usap punggung Ibunya yang terlihat sangat emosi. Entah apa jadinya kalau Alena seorang wanita Azura. Pasti nasibnya sudah berakhir dipenjara.

"Ibunda serahkan kepada Ananda untuk mengatasinya. Ananda hanya memohon apapun yang Alena kehendaki kita laksanakan sampai dia nanti mengandung anak dari Ananda. Bukankah seorang wanita yang mengandung akan lebih memiliki pemikiran yang dewasa dan tidak egois lagi"

Ratu Sabrina tampak menggelengkan kepalanya yang tiba-tiba terasa berdenyut-denyut. Agaknya kepala dia mulai migren. "Putraku Pangeran Nizam, agaknya sebentar lagi istrimu itu akan berhasil membuat ku mati berdiri"

Nizam tersenyum manis Ia memeluk ibunya dengan erat. Kata-kata terakhir Ibunya jelas suatu sinyal bahwa Ia akan menyetujui apapun keinginan anaknya "Ibunda adalah wanita terhebat yang Ananda miliki. Kasih Ibunda sepanjang zaman sekarang tengah Ananda rasakan. Terima kasih Ibunda sudah sangat memahami Alena" Nizam mencium pipi Ibunya.

Hati Ibu mana yang takkan meleleh dengan perlakuan Nizam seperti itu. Ratu Sabrina lalu pergi meninggalkan Nizam dalam hatinya Ia berkata. Gadis kecil itu benar-benar sudah menyihir perasaan semua orang yang melihatnya. Ia bagaikan titisan Dewi Medusa yang berhasil menyihir semua orang menjadi batu hanya dengan melihat matanya.

***

Usai menemui ibunya Nizam berkata kepada pelayannya Arani yang sedari tadi berdiri disampingnya. "Arani panggilkan tabib istana dan kepala juru masak kita sekarang."

"Yang Mulia mohon untuk memperjelas, Yang Mulia bermaksud memanggil tabib dan bukannya dokter?" Arani tampak ingin menegaskan sekali lagi bahwa yang Nizam minta panggilkan adalah tabib istana dan bukannya dokter.

"Sejak kapan telingamu tidak berfungsi dengan baik?" Nizam malah balik bertanya dengan hati kesal. Arani buru-buru membungkuk memberi hormat dan segera berlalu. Nizam menunggu dengan tenang. Wajahnya yang tampan itu kini bagai menampilkan kesan licik tak ubahnya seekor rubah yang akan memerangkap kelinci untuk dijadikan santapan makan siangnya.

"Alena sayangku, Jangan pernah menantang kecerdasan suamimu sendiri. Kau tidak akan pernah bisa lepas dariku, Kau akan ada disampingku selama-lamanya" Kata Nizam lalu tersenyum licik sambil meminum putih dalam gelasnya.