webnovel

Lupakan Saja Semua

Setelah hujan semalam langit dipagi hari begitu cerah. Alena masih bergelung di dalam selimutnya. Mau bangun tapi kepala terasa sangat berat. Efek dari menangis semalam selain kepala pusing mata juga bengkak segede bapau. Dari arah dapur tiba-tiba Cyntia datang membawa nampan berkaki yang biasa digunakan untuk menghidangkan sarapan di atas ranjang. Alena bangun dan duduk bersila, perutnya terasa lapar. Mungkin karena seharian kemarin ia tidak makan apapun. Ia sangat berterima kasih pada Cyntia yang membawakan makanan untuknya. Apalagi ketika dilihatnya isi nampan itu adalah sadwich berisi keju dan telur. Sebuah pisang dan kue pie bertabur buah-buahan makanan kesuakaannya. Tidak lupa segelas Besar Jus Jeruk dan sebotol air putih.

"Terima kasih Cyntia Kamu benar-benar sangat baik. Entah bagaimana Aku harus membalas kebaikanmu. " Kata Alena sambil meraih botol air putih lalu meneguknya seperempat botol untuk membasahi tenggorokannya yang kering. Lalu diraihnya Sadwich yang lezat itu, tanpa lama-lama sadwich itu sudah berada dalam perutnya. Masih juga lapar Alena mengambil kue pai lalu kembali melahapnya diselingi minum jus jeruk. Cyntia memperhatikan dengan perasaan sangat bahagia. Nafsu makan yang besar bisa adalah salah satu pelampiasan perasaan depresi. Tetapi menurutnya itu lebih baik dari pada hanya bergelung di atas ranjang dan menangis tiada henti.

"Oh ya.. Apa Kamu sudah sarapan? " Alena bertanya, Ia lupa menawari Chintya sarapan bersama saking laparnya.

"Tentu Aku sudah sarapan. Apa kamu tahu sekarang jam berapa, Nona? jam 11. Kamu tidur begitu lama. Isi kulkasmu hanya sayuran dan buah-buahan. Untung tadi Mrs. Nancy datang membawa banyak bahan makanan. Lalu Aku menawarkan diri untuk menyiapkan sarapan untukmu. Ia setuju dan kemudian Dia bersih-bersih setelah itu Dia lalu pamit. " Cyntia menjawab sambil mengambil sebuah apel dari atas meja kemudian memakannya dengan perasaan bahagia.

"Aku benar-benar berterima kasih Cyntia, Kamu benar-benar sahabat sejatiku. " Kata Alena sambil mengusap-ngusap perutnya yang terasa kenyang lalu ia bangkit dari dari tempat tidur sambil membawa nampannya. Kemudian ia mencari tasnya dan mengambil handphonenya.

"Kamu mau nelepon siapa? " Tanya Cyntia.

"Aku mau mendatangkan pegawai salon ke rumah. Apa Kamu tidak melihat betapa hancurnya wajahku? " Alena menjawab sambil memainkan jarinya diatas layar handphone dan mencari nomor salon langganannya kemudian mulai menghubunginya.

Cyntia menggeleng-gelengkan kepalanya. Sungguh enak jadi orang kaya. Mau apa-apa tinggal maunya saja. Semua akan tersedia dengan segera. Tapi tetap saja tidak bisa membeli cinta.

"Bagaimana perasaanmu sekarang?" Tanya Cyntia. Setelah dilihatnya Alena menyimpan Handphonenya tanda ia sudah selesai menghubungi salonnya.

Alena menghela nafas lalu menjawab: "Lebih baik dari kemarin. Aku akan berpikir secara jernih tentang apa yang harus Aku lakukan. Mungkin kata-katamu benar. Aku harus mulai belajar melupakan Nizam dan belajar mencintai Edward. Dia pria yang sangat baik dan perhatian. Hanya dengannya Aku bisa berbicara dengan nyaman. Ia juga sangat lembut.

"Luar biasa Alena.. that's a good girl" Cyntia berkata sambil melompat dari kursi dan memeluk Alena tapi kemudian segera dilepaskan lagi. "Ih.. Kamu bau belum mandi" Cyntia berkata sambil menutup hidungnya. Alena melotot sambil meraih bantal kursi yang empuk lalu melemparnya ke wajah Cyntia sambil mengumpat. Cyntia tertawa terbahak-bahak. Ia benar-benar senang melihat senyum Alena kembali muncul.

Alena kemudian masuk ke kamar mandi. Ia menyalakan kran air hangat di dalam bathtub. Sambil menunggu air di bathtub penuh Alena menggosok giginya. Alena menatap wajahnya di cermin wastafel dan berkata dalam hatinya. "Mungkinkah Aku bisa melupakannya. Nizam bagai udara baginya. Apakah Ia bisa hidup tanpa udara? itu sangat mustahil. Tetapi Ia juga bukan orang bodoh. Ia harus berpikir realistis. Cinta bukanlah hal yang bisa dipaksakan walau bisa diperjuangkan. Dan Ia merasa bahwa Ia sudah berjuang maksimal tetapi mungkin memang Nizam bukanlah jodohnya.

Alena melangkah gontai ke dalam bathtub. Membuka bajunya perlahan-lahan hingga tubuh yang indah itu tidak tertutupi sehelai benangpun. Kulitnya yang begitu halus meyakinkan semua orang yang memandangnya bahwa lalatpun akan tergelincir jika hinggap di atasnya. Tidak ada bekas luka sedikitpun karena dulu Ia selalu dijaga seksama oleh para pengasuhnya yang selalu berjumlah lebih dari satu. Alena menuangkan sabum dan minyak esensial ke dalam air di bathtub. Harum mawar langsung menyeruak menembus hidung mancungnya. Alena memasukan kaki jenjangnya satu persatu sebelum kemudian ia menenggelamkan badannya kedalam air hangat yang penuh dengan busa sabun. Alena menyapukan busa sabun itu ke kaki dan tangannya satu persatu. Entah kenapa tiba-tiba ia pikirannya malah melayang ke Nizam. Alena menutup matanya dan mulai membayangkan bahwa yang menyapukan sabun ke tubuhnya adalah tangan kekar Nizam. Muka Alena menjadi tambah memerah selain karena uap panas juga karena pikiran kotornya. Alena menggelengkan kepalanya mencoba mengusir pikiran yang tidak senonoh itu. Tapi wajah Nizam malah semakin melekat. Jantungnya berdebar membayangkan betapa indahnya kalau Nizam menciumnya. Dan kemudian Alena tersentak, wajah Nizam langsung lenyap seketika. Lenyap oleh suara ketukan pintu dari luar.

"Alena.. Alena ada telepon dari Edward apa kau mau menerimanya nanti atau sekarang?" Teriak Cyntia. Alena menghela nafas.

"Tolong bawa kemari handphonenya karena pintu tidak ku kunci. "

"Apa Kamu telanjang Alena? Aku ga mau masuk. Nanti saja Kamu telepon balik ya.. "

"Ya baiklah padahal tidak apa-apa karena tubuhku tertutup busa sabun."

Alena tidak mau Edward menunggu terlalu lama maka ia keluar dari bathtubnya dan mengguyur tubuhnya menggunakan shower yang ada dipinggir bathtub. Pria itu terlalu baik dan ia berjanji dalam hatinya untuk mencoba mengalihkan cintanya pada Edward.

Alena mengambil kimono handuknya dan memakainya segera. Lalu keluar dari kamar mandi, Cyntia memberikan handphonenya pada Alena. "Thanks..." Jawab Alena sambil menghubungi ulang ke handphone Edward.

"Hallo Edward " Suara Alena terdengar sedikit parau.

"Hallo Alena..Apa Kamu sedang sakit? Kenapa suaramu terdengar serak? Kalau Kamu sakit ayo Kita ke dokter. Aku punya dokter yang bagus dan terpercaya " Edward bertanya dengan bertubi-tubi.

"No thanks Edward, tidak usah karena Aku hanya pusing sedikit. Ada Cyntia yang menemaniku." Alena menjawab dengan perasaan terharu. Itulah Edward Ia selalu penuh perhatian. Ya Tuhan kenapa Aku harus mencintai si kepala batu itu.. Alena merintih dalan hati.

"Baiklah kalau begitu, Eummm Alena ada sesuatu yang ingin dibicarakan. Apa Kita bertemu di kantin besok jam 10?" Tanya Edward.

"Mengapa harus di kantin? Apa Kita tidak bisa mencari tempat lain? " Suara Alena terdengar keberatan. Ia masih trauma dengan suasana kantin apalagi kalau tiba-tiba Ia harus bertemu Nizam.

"Besok Aku harus ke kampus untuk latihan pentas seni dan pesta dansa itu, dan itu akan memakan waktu sampai malam" Edward menjelaskan pada Alena. Alena terdiam sebentar lalu kemudian menjawab.

"Baiklah kalau begitu, besok jam 10 siang di kantin kita bertemu." Alena akhirnya memberikan keputusan. Alena menjulurkan lidahnya pada Cyntia yang sedari tadi mengacungkan jempolnya menunjukkan tanda bahwa ia sangat setuju Aku akan pergi menemui Edward.