webnovel

Cinta Cowok Dingin

Jangan salahkan aku menjadi seperti ini, sebab ini semua karena dirimu yang meninggalkan aku sendiri tanpa penjelasan darimu.

Wulandari_8096 · วัยรุ่น
เรตติ้งไม่พอ
34 Chs

Jalan belakang

Happy Reading

.

.

.

"Tunggu Wi" teriak Briyan sambil berlari mengejar Dwi.

"Jangan ikutin gue" kesal Dwi sambil mempercepat langkahnya.

"Yee gue kan juga mau ke sekolah" saut Briyan sambil menyamai langkahnya dengan Dwi.

Tepat saat mereka sampai di depan gang sebuah mobil menghampiri mereka.

"Dengan mbak Dwi?" tanya orang dalam mobil itu yang ternyata taksi online yang di pesan Dwi.

"Iya saya, pak Suharto kan ya?" tanya Dwi.

"Iya mbak silahkan masuk" jawab pak Suharto ramah.

"Makasih pak" Dwi membuka pintu dan masuk disusul oleh Briyan.

"Lo ngapain ikut masuk?" tanya Dwi kesal.

"Ya elah Wi tengah banget mau ninggalin gue disini, bareng ajalah jadi nanti kalo di hukum juga lo ada temennya kan" mohon Briyan memelas.

"Nyusahin banget sih lo" jawab Dwi luluh sambil memakai sabuk pengamannya.

"Hehehe" Briyan tak menjawab Dwi lagi karena takut Dwi kesal dan membuangnya di tengah jalan.

"Jam segini baru mau sekolah neng?" tanya pak Suharto.

"Iya pak" jawab Dwi.

"Ini mah udah telat neng" pak Suharto mencoba memberi tau.

"Iya pak, tapi mau gimana lagi karena SESEORANG yang sok-sokan beli motor baru taunya motor butut hasilnya ya rusak dijalan" jawab Dwi sambil menekan kaya seseorang dengan muka yang menghadap Briyan, hal hasil muka Briyan terkena cipratan air mancur dari mulut Dwi.

"Ngomongnya biasa aja dong muncrat nih" protes Briyan sambil mengelap wajahnya sedangkan pak Suharto hanya terkekeh kecil melihat tingkah Dwi dan Briyan.

"Haha, Kalian lucu banget jadi bapak kasih tau rahasia mau?" kekehan pak Suharto tak tertahankan.

"Rahasia apa pak?" tanya Dwi dan Briyan bareng membuat pak Suharto semakin terkekeh sedangkan mereka sendiri malah melihat satu sama lain dengan tatapan tajam.

"Nah ini rahasianya" pak Suharto memberhentikan mobilnya di sebuah gang kecil.

"Kenapa kita kesini pak?" tanya Dwi sambil melihat-lihat sekitar yang sangat asing.

"Ini rahasianya" kata pak Suharto membuat Dwi dan Briyan bingung.

"Ayo sini" ajak pak Suharto yang entah kapan sudah keluar dari mobilnya yang langsung diikuti Dwi dan Briyan.

"Ini tembok yang paling pendek kalian tinggal masuk aja gak perlu mohon-mohon ke guru dan satpam yang berjaga di depan" lanjut pak Suharto saat melihat Dwi dan Briyan sudah berdiri di dekatnya.

"Emang ini tembok apa pak?" tanya Briyan penasaran yang di angguki Dwi.

"Kalian gak tau?" tanya pak Suharto yang langsung mendapat gelengan kepala dari Dwi dan Briyan.

"Haha kalian kayak anak baru aja" canda pak Suharto yang malah di angguki Dwi dan Briyan karena candaan pak Suharto Memeng benar, hal itu membuat pak Suharto terdiam.

"Hemm, ini tembok belakang sekolah yang paling pendek dan juga guru-guru jarang keliling sampai ke belakang sini jadi kalian aman" jelas pak Suharto.

"Tunggu kok bapak tau?" tanya Dwi curiga.

"Iya kok bapak bisa tau?" Briyan pun merasa heran.

"Tau dong saya kan alumni dari sini" jawab pak Suharto sombong.

"Udah cepat masuk jangan banyak tanya" lanjut pak Suharto memerintah sambil mendorong pelan punggung Dwi dan Briyan ke arah tembok.

"Eh eh bayar dulu pak" Dwi ingat mereka belum membayar, bagaimana bisa dia pergi kalau belum bayar pikirnya.

"Oh iya hehe" malu pak Suharto padahal mereka belum membayar tapi dia sudah buru-buru mendorong Dwi dan Briyan agar cepat pergi, jika saja Dwi dan Briyan tadi benar-benar pergi pasti dia akan rugi.

"Ini pak" Dwi memberikan uang pecahan 100 ribuan beberapa lembar.

"Eh ini kebanyakan neng" teriak pak Suharto tapi Dwi dan Briyan sudah berlari memanjat tembok.

"Ambil aja pak" teriak Dwi saat berada di atas tembok.

"Wah makasih neng" teriak pak Suharto tak didengar Dwi karena mereka sudah meloncat turun.

"Wih jago juga lo manjat-manjat" kagum Briyan saat melihat Dwi bisa melewati tembok tanpa bantuan.

"Heh siapa dulu" jawab songong Dwi.

"Anak monyet" kesal Briyan padahal tadinya dia berniat untuk benar-benar memuji Dwi tapi melihat Dwi yang malah besar kepala membuatnya kesal.

"Lo anak monyet" marah Dwi, masa dia yang begitu cantik paripurna begini di bilang seperti monyet.

"Wkwkkw" Briyan tertawa sambil berlari kabur meninggalkan Dwi.

"Woi lewat sini" teriak Dwi saat melihat Briyan berlari ke arah yang salah.

"Hehe gue gak tau" malu Briyan saat menghampiri Dwi, gimana gak malu coba dia sudah sok-sokan mau ninggalin Dwi taunya malah salah jalan.

"Makanya jangan sok tau" kesal Dwi smabil melipat tangannya di depan dada.

"Sini ikutin gue kalo gak mau nyasar" perintah Dwi songong.

"Baik ibunda ratu" jawab Briyan sambil mengikuti Dwi dengan patuh.

"Nah sampe" seru Dwi.

"Ya udah yuk masuk kelas" Briyan bersemangat karena mereka sudah sampai tujuan yang berarti dia tidak perlu lagi mengikuti Dwi.

"Ettt lo gak liat di dalam kelas masih ada buk Putri?" Dwi menghentikan Briyan yang akan melewatinya dengan menarik kerah baju belakangnya.

"Yah tentu gimana?" tanya Briyan bingung.

"Kita masuk pas pergantian jam lah, kalo sekarang yang ada kita kena hukum" terang Dwi.

"Lo kok kek pengalaman banget Wi?" Briyan heran karena setahunya Dwi anak yang sangat patuh akan aturan jadi mana mungkin dia sering bolos.

"Yaelah yang kek gini mah gak perlu pengalaman kali, cuman perlu otak" jawab Dwi dengan tangan yang memainkan ujung rok nya pertanda dia sedang berbohong lalu menutupinya dengan langsung berjalan melewati Briyan.

"Eh mau kemana?" Briyan berlari mengikuti Dwi.

"Kantin isi perut" jawabnya enteng sambil mengelus elus perut nya.

"Gue heran deh, dengan badan lo yang kecil gini kok bisa sih banyak makannya?" heran Briyan sambil melihat Dwi dengan tatapan julid nya.

"Ya mau gimana lagi, gue kan masih masa pertumbuhan" setelah mengatakan itu Dwi langsung berlari ke arah Bulek Sri.

"Bulek Dwi mau bakso mie ayam nya satu, sama es teh manis satu ya" pesan Dwi.

"Siap neng" sahut Bulek Sri membuat Dwi tersenyum.

"Buk saya soto satu ya sama jus jeruk" pesan Briyan yang tiba-tiba muncul di belakang Dwi dan sangat dekat dengan Dwi.

"Ih apaan sih lo panas tau" Dwi mendorong Briyan menjauh karena merasa risih lalu berjalan mencari tempat duduk, sedangkan Briyan terus menatap Dwi sambil memegangi dadanya yang tadi di dorong Dwi.

"Dia ngerasain detak jantung gue gak ya?" gumam Briyan pelan.

"Dek gak papa?" tanya Bulek Sri khawatir karena melihat Briyan yang tiba-tiba mematung sambil memegang dadanya.

"Eh gak papa buk" sadar Briyan.

"Haduh saya khawatir loh kirain tadi masnya kena serangan jantung wong tadi tiba-tiba kek patung gak gerak mana megangin dadanya pula" cerocos Bulek Sri.

"Saya gak papa kok buk, saya nunggu di sana ya buk" Briyan mencoba menenangkan Bulek Sri lalu langsung kabur agar tidak terus mendengar cerocosan Bulek Sri.

"Eh awas"

.

.

.

TBC....