webnovel

Bab 10

"Kau ada di mana sekarang? Sudah melihat berita?"

"Di Miami. Aku belum sempat melihat berita hari ini," ucap Dean. "Memangnya ada apa?"

"Kau masih bisa bertanya?" Victor berdecak. "Kau pasti sudah tahu, kan."

"Ya dan aku tidak berminat untuk melihat beritanya."

"Kau melakukan tugasmu dengan sangat baik, kau pantas diberikan penghargaan," ucap Victor.

Dean berdecak. "Kalau kau ingin memberikanku penghargaan, beri aku libur yang lama. Aku bukan robot," ucapnya kesal.

"Baiklah jika itu yang kau inginkan. Aku mengizinkanmu untuk mengambil libur lebih lama."

"Terima kasih, ini yang aku tunggu," ucapnya. "Apa kau sudah mendapatkan identitas bos acara pelelangan itu?" Dean cukup penasaran dengan wanita yang dipanggil Madam itu, ia wanita yang sangat berani menurutnya.

"Grace. Namanya Grace, seorang buronan dari Rusia. Ia melarikan diri dan bergabung dalam kelompok mafia cukup berbahaya yang bermarkas di Las Vegas," jelasnya.

"Apa dia terbunuh? Aku melihat speedboat yang ia gunakan meledak di tengah lautan, ia di serang orang tak dikenal."

"Sampai sekarang aku tidak mendapatkan informasi terbaru tentang dia," jawab Victor. "Tunggu… tunggu sebentar, orang tak dikenal? Apa maksudmu?"

Dean menghentikan aktivitasnya dan fokus berbicara dengan Victor. "Aku juga tidak tahu mereka siapa dan apa motifnya. Ketika aku menyelamatkan warga sipil dari pelelangan, kami dikejar oleh orang tak dikenal. Mereka juga menyerang orang-orang dari pelelangan," jelas Dean.

"Apa kau punya foto mereka?"

"Sayangnya aku tidak sempat mengambil gambar. Mereka ada empat orang dan mereka sangat mahir menggunakan senjata," ucap Dean sambil mengingat keempat pria asing yang mengejarnya.

"Mereka sepertinya orang berbahaya. Lagi pula kenapa kau mau bersusah payah menyelamatkan orang, biarkan saja mereka yang bertanggung jawab yang menyelamatkannya," cecar Victor.

"Aku kasihan padanya, ia kelihatan rapuh," jawab Dean. "Melihatnya mengingatkanku pada diriku yang dulu sebelum bertemu denganmu dan aku tidak ingin melihatnya tertekan." Dean menyandarkan punggungnya di tepi ranjang.

"Baiklah aku tidak akan mempertanyakannya lagi." Victor sangat ingat bagaimana keadaan Dean saat mereka bertemu dulu. Dean seperti orang yang tidak memiliki nyawa dan ia sama sekali tidak mau berbicara dengan siapa pun.

"Vic, apa kau membutuhkan staff baru?"

"Kenapa kau bertanya seperti itu?" tanya Victor heran.

"Jika ada, berikan itu padanya. Dia sudah tidak memiliki keluarga lagi dan ia bahkan dijual oleh manager tempat ia berkerja sebelumnya."

"Sial sekali orang itu," umpatnya. "Aku akan melihatnya dulu, nanti kuberi tahu."

"Terima kasih." Dean mematikan sambungan telpon itu dan mulai bekerja kembali.

Dean baru selesai dengan pekerjaannya saat jam telah menunjukan satu dini hari, ia memijat pangkal hidungnya. Matanya belum mau terpejam padahal selama di Sun Night ia sangat kekurangan tidur, Dean memilih untuk menyelakan televisi dan siaran televisi masih menayangkan soal tenggelamnya Sun Night. Banyak korban yang meninggal, karena mereka terjebak di lantai bawah, kebanyakan korban adalah para pekerja Sun Night di lokasi meledaknya bom. Berita tentang pelelangan ilegal di kapal itu sama sekali tidak diberitakan, Dean menghembuskan nafas kasar.

Dean terjaga sampai pagi, ia sama sekali tidak tidur semalaman. Matanya mengantuk tapi otaknya menolak untuk tidur, ia membuka balkonnya dan berdiri di sana sambil menikmati pemandangan pantai, Dean menghirup nafas panjang dan menghembuskannya perlahan, ia melakukannya berulang kali, setelah itu ia melakukan peregangan tubuh, kebiasaannya setiap hari. Selesai mandi Dean mengetuk pintu kamar Kim untuk mengajaknya sarapan, Kim langsung keluar saat Dean mengetuk pintunya, mereka pun menikmati sarapan di restoran hotel.

Ponsel Dean berbunyi dan ia mengangkatnya. "Ada apa?"

"Mengenai pertanyaanmu semalam soal pekerjaan, aku membutuhkan seseorang untuk menangani bagian administrasi," ucap Victor.

"Sebentar." Dean menjauhkan ponselnya.

"Apa kau bisa menggunakan komputer dan mengurus hal yang berkaitan dengan surat?" tanya Dean pada Kim.

"Ya? Kenapa kau menanyakan hal itu?" Kim menantap Dean heran.

"Sudah jawab saja."

"Bisa. Aku bisa melakukannya," jawan Kim. Dean mengangguk.

"Dia bisa melakukan pekerjaan itu sepertinya, tinggal dibimbing saja." Dean kembali berbicara pada Victor.

"Ok. Bawa dia ke sini," putus Victor, setelah itu pembicaraan mereka selesai. Dean meletakan ponselnya di atas meja.

"Kenapa?"

"Ikut aku New York. Ada pekerjaan untukmu," kata Dean santai. Kim membelalakan matanya.

"Apa maksudmu?"

"Aku sudah meminta izin pada atasanku untuk memperkerjakanmu. Kebetulan dia membutuhkan orang di bagain administrasi," jelasnya.

"Kau tidak bisa memutuskan seenaknya," ucap Kim kesal.

"Terima saja. Kesempatan tidak datang dua kali," balas Dean. "Jika kau bekerja di sana dalam waktu enam bulan kau bisa pergi liburan naik kapal pesiar mewah."

Kim tercengang, ia mengerjapkan matanya sekali. Wajah kesalnya seketika berubah menjadi heran, terkejut dan nge-bug. Kim meneguk salivanya lalu menggigit bibir bawahnya, kesempatan memang tidak datang dua kali, rasanya sangat sayang jika melewatinya, apalagi ia ditawarkan pekerjaan yang pendapatannya jauh lebih tinggi dari pekerjaannya dulu. Ini merupakan kesempatan untuk dirinya menaikan taraf hidupnya menjadi lebih baik dari sebelumnya. Lagi pula ia memang bisa melakukan pekerjaan yang ditawarkan oleh Dean, dulu ia sering membantu manager-nya untuk mengurus administrasi, mengingat manager tempat ia berkerja dulu membuat perasaannya sakit.

"Bagaimana?" tanya Dean sambil meminum kopi. Ia melirik Kim.

"Aku terima tawaranmu," ucapnya mantap.

Dean tersenyum. "Kita ke Denver untuk mengambil barang-barangmu setelah itu ke New York," putusnya.

"Aku ikut saja apa katamu."

***

Kim dan Dean telah sampai di Denver, mereka langsung menuju rumah yang selama ini Kim tempati. Rumah Kim sangat sederhana tapi terawat, Kim mengemasi barang-barangnya, tidak banyak yang ia bawa hanya pakaian, berkas-berkas penting, ponsel dan dompet yang ia tinggalkan ketika dirinya pergi berbelanja dan ia diculik saat berjalan pulang menuju rumahnya. Kim memandang kamarnya cukup lama, kamar yang selama bertahun-tahun ia tempati, setelah itu ia ke dapur untuk memastikan kompor, lemari es sudah aman untuk ditinggal dalam waktu yang sangat lama. Lalu ia menemui Dean yang menunggu di ruang tamu.

Dean mendongak saat Kim muncul di hadapannya. "Sudah selesai?"

"Sudah."

"Apa kau sudah siap?"

"Ya. Aku sudah siap."

Mereka langsung menuju New York hari itu juga dan sampai di sana malam hari. Selama di pesawat Kim tertidur tapi ia masih mengantuk ketika mereka sudah menginjakan kaki di bandara New York, Kim memaksakan diri agar terjaga, ia pun ke kamar mandi untuk mencuci wajahnya. Mereka langsung keluar setelah mengambil barang bawaan Kim dan Andre sudah menunggu mereka. Ia melambaikan tangan saat melihat Dean dari kejauhan, Dean pun menghampirinya.

"Rasanya sudah lama aku tidak melihatmu," ucapnya.

"Memang, kan." Ia dan Andre memang sudah lama tidak berjumpa. Setelah Dean selesai menjalankan tugas, ia langsung diperintahkan untuk menyelidiki Sun Night.

"Mana orang yang kau selamatkan itu?" tanyanya. Andre cukup penasaran dengan orang yang diselamatkan oleh Dean, tapi sekarang ia malah tidak melihatnya bersama Dean.

"Dia sedang ke kamar mandi."

Kim mencari-cari keberadaan Dean dan ia melihatnya di dekat pintu keluar sedang berbicara dengan seorang pria, matanya menyipit dan ia mendekati mereka berdua.

"Maaf membuat kalian menunggu," ucapnya canggung.

Andre mengalihkan perhatiannya kepada Kim dan ia sangat terkejut, ia pikir orang yang diselamatkan oleh Dean adalah pria tapi ternyata seorang wanita yang menurutnya cantik.

"Wanita?" tanyanya spontan pada Dean. Dean menatapnya datar.