Happy Reading semuanya!
Iris mata cokelatnya menatap tulisan yang ada di dinding tidak jauh dari mereka, perasaan gugupnya semakin menjadi karena bahasa korea yang akan dirinya gunakan. Tulisan ucapan selamat datang di korea selatan terpapang nyata dihadapannya, ah—perasaannya jadi tidak karuan. Bagaimana ini! Raima jadi gemetar sendiri.
Kalau di ingat-ingat perjalanan dari Indonesia menuju Korea Selatan lumayan memakan waktu yang lama, tapi mereka berdua menikmati perjalanannya dengan senang tanpa ada kata lelah sedikit pun. Bagaimana tidak lelah kalau mereka sibuk membicarakan apa yang akan mereka berdua lakukan di Negara ini, jika ada waktu libur bahkan udara panas yang menyapa mereka seakan tidak mempengaruhi keduanya untuk tidak berbicara tentang destinasi wisata.
Bahkan mereka berdua saat ini malah terlihat nyaman duduk di bangku ruang tunggu bandara Incheon yang sangat hebat ini, teknologinya ternyata benar-benar sangat canggih disini. Membuat siapa saja senang berlama-lama berada disini. Sepertinya negaranya harus mempunyai sistem yang seperti ini juga. Ah--ia jadi tidak sabar melihat perubahan bandara di Negaranya, pasti akan sangat hebat.
"Itu kenapa ramai-ramai ya Raim?" tanya Nissa
Raima mengikuti arah pandang temannya itu, aneh sekali temannya yang satu itu. Seharusnya dia tahu apa yang sedang terjadi disana bukan malah bertanya padanya yang tidak tahu sama sekali apa yang sedang terjadi disana. tidak kah sahabatnya itu mengerti kalau dirinya sedang benar-benar gugup.
"Jangan-jangan ada artis atau enggak idol lewat Raim kaya yang kemarin aku nonton di TV, aku mau kesana kamu tunggu disini ya jaga koper! Jangan kemana-mana tunggu sampai aku kembali!" pinta Nissa membuat dirinya hanya menatap tidak percaya gadis itu.
Jadi dirinya sekarang sedang ditinggal sendirian? Raima tidak percaya ini, menyebalkan sekali sahabatnya itu. Matanya menatap beberapa orang yang kebetulan sedang melewatinya itu, sebagian dari mereka menatapnya datar atau bahkan ada yang tidak menatapnya sama sekali. Raima hanya bisa terdiam, ia tidak mau memancing dirinya untuk mengatakan sepatah kata apapun.
Kalau dilihat dari tinggi badannya mereka, membuat dirinya terlihat sangat pendek sekali bahkan sepertinya tinggi badannya hanya sampai pundak mereka atau bahkan lebih pendek sedikit lagi, padahal kalau dirinya bersebelahan dengan Nissa jauh lebih tinggi dari dirinya. Raima sudah seperti anak kecil berdampingan dengan mereka. Bagaimana kalau Nissa yang berdampingan disebelah mereka? Ah—pasti terlihat sangat kecil dari pada dirinya.
"Woah! Tinggi banget, jadi iri. Mereka makan apa bisa sampai kaya gitu? Ibunya dulu enggak ngidam makan kayu bambu kan? Atau ibu mereka mengidam anaknya tumbuh tinggi seperti pohon raksasa? Ah—jangan mengada-ada Raim," Gumam Raima sembari menatap lelaki yang sudah berjalan menjauh dari dirinya.
"Kamu lihat apa?" tanya Nissa yang sudah kembali menghampiri dirinya.
Kepala Raima menggeleng, membuat sang empu berubah murung. "Kenapa?" tanya Raima.
"Enggak ada artisnya. Katanya mereka sudah lewat jalur lain biar aman dan enggak dilewatin sama reporter. Aku jadi kecewa padahal aku mau ketemu sama mereka, siapa tau aja aku ketemu sama artis dunia. Seharusnya aku tadi tetap diam saja sama kamu disini," ucap Nissa dengan nada suara kecewa.
"Lain kali pasti ketemu, lagian kita juga kan bakalan lama disini enggak cuman satu atau dua hari. Aku dengar dari Zainun yang suka ada idol yang berkumpul di studio musik semacam music bank yang tempatnya tidak jauh dari tempat tinggalku nanti, mungkin kita bisa pergi kesana nanti. Jangan kecewa gitu dong! Kamu udah kaya Zainun tau nggak," sahut Raima membuat temannya itu mengangguk dan tersenyum lebar.
"Aku iri sekali denganmu yang tinggal di ibu kota Raim," ucapan Nissa membuatnya hanya bisa menggeleng.
Padahal Nissa sendiri tinggal di kota terbesar ke dua di Negara ini. Ada-ada saja temannya itu.
"Kamu yakin enggak naik pesawat lagi aja?" tanya Raima sembari bangkit dari duduknya mengikuti temannya yang berjalan pelan menuju toilet.
"Aku sudah bilang kan dari semalam selama di pesawat kalau aku mau naik mobil aja, biar aku bisa melihat pemandangan Negara ini. Jangan khawatir, semua bisa teratasi dengan baik. Kamu sendiri naik apa?" tanya Nissa
"Naik bus maybe," sahut Raima
"Memang kamu tahu?" Raima menaikkan sebelah alisnya bingung,"Kita di kasih teknologi yang bagus bernama google, aku bisa tahu dari sana. Jangan khawatirkan aku, tapi khawatirkan dirimu sendiri karena nanti tidak ada aku."
Nissa berdecih,"Kamu percaya sama google?" tanya Nissa
"Sekarang begini Nissa … kalau aku percaya sama kamu, aku bakalan sampai kantor enggak hari ini?" tanya Raima
Kepala Nissa menggeleng, "Benar juga, kamu selalu nyasar kalau aku kasih tau." Nissa tertawa kemudian menggandeng tangan Raima yang sibuk menggeleng mendengar penuturan dari sahabatnya yang satu itu.
Mereka berjalan menuju pintu keluar Bandara bersama, sepertinya mereka harus berpisah karena tujuan Nissa berbeda dengannya. Nissa memutuskan untuk naik taksi untuk sampai di kantor gadis itu, sedangkan dirinya sendiri memilih untuk menaiki bus yang akan membawanya menuju ibu kota dengan bantuan google, tenang saja ia sudah mengubah mata uang negaranya dengan mata uang Negara ini jadi tidak perlu khawatir.
"Aku pergi dulu ya, kalau ada apa-apa cepat hubungi aku dan jangan buat aku khawatir karena hanya kamu yang aku kenal disini, aku pergi dulu ya sekarang. Sampai nanti! " Kepala Raima hanya mengangguk mengiyakan ucapan dari temannya itu yang telah berlalu menggunakan taksi yang gadis itu taiki. Memang senang sekali temannya itu membuang-buang uang.
Kini menyisakkan dirinya sendirian dengan koper hitam yang ada disampingnya, matahari begitu menyengat untuk ia rasakan bahkan dirinya merasakan keringat yang mengalir didahinya. Rasa panasnya sangat berbeda dengan panas di negaranya.
Bagaimana bisa mereka tahan di cuaca panas seperti ini? Keadaan yang seperti ini membuatnya bersyukur bisa tinggal di Negara tropis seperti Indonesia sekalinya panas tidak akan seperti ini. Sepertinya ia harus segera pergi juga ke tempat yang lebih dingin di bandingkan di luar seperti ini.
Manik matanya menatap lelaki yang ada di belakangnya itu bingung. Tenang saja ini bukan perkara kalau dirinya uangnya kurang atau bagaimana, tapi yah—sepertinya uang lelaki itulah yang kurang bahkan sepertinya dia tidak membawa uang.
"Boleh aku meminjam uangmu?" tanyanya pada Raima yang sejak tadi menatap bingung lelaki itu.
Skakmat. Kalau boleh jujur ia sendiri tidak terlalu tahu apa yang dibicarakan oleh lelaki itu tapi dirinya tahu apa yang dimaksud oleh lelaki yang ada dihadapannya itu, tangannya mengeluarkan uang yang sengaja ia taruh disaku tas kecilnya dan memberikan pada lelaki yang matanya tampak tersenyum padanya. Raima seperti orang dengan tampang innocent yang mudah dikerjai.
Mata cokelatnya menatap alamat yang ditulis diponselnya ia takut dirinya malah kelewat atau bahkan nyasar dari tempat tujuannya.
"Aku tau tempat itu, tiga pemberhentian lagi kamu akan sampai. Oh! Iya tadi terimakasih sudah membayar biaya busku, nanti aku akan meminta managerku untuk menggantinya. Berikan saja nomor rekening milikmu ah—tidak! berikan saja nomormu nanti akan aku kirimkan," ucapnya sembari membuat kode tangan tiga dihadapannya, Raima hanya terdiam menatap lelaki yang ada disampingnya itu.
Entah pergi kemana hapalannya itu, ia hanya bisa memahami sebagian kata-kata lelaki itu dan sisanya ia tidak terlalu mengerti.
"Kamu mengerti apa yang aku bicarakan?" tanyanya.
Raima mengkode tangannya untuk mengatakan kalau dirinya hanya mengerti sedikit apa yang lelaki itu bicarakan, membuat lelaki yang ada disampingnya itu terdiam dan mengangguk perlahan. Mata Raima menatap jalanan yang ada diluar jendela itu, ah—jadi hari ini hari pertamanya berada di Negara orang.
Terlihat sekali perbedaannya, semoga dirinya serta Nissa baik-baik saja dan selalu mendapat perlindungan, ah—Ia jadi tidak sabar untuk besok seperti apa. Semoga tidak terlalu buruk.
To Be Continued
Terima kasih sudah membaca.
Dilarang memplagiat karya.
salam Leea Kim