webnovel

32. Jadi Perantara

Azzam langsung berdehem pelan ketika bertemu dengan Alan, Leo, dan Ryan yang duduk-duduk di ruang tamu Villa. Para cowok itu memang hanya suka bersantai saja sebelum resmi memulai sesuatu. Lagi pula hari sudah menginjak siang, mereka sedikit malas saja untuk melakukan banyak kegiatan.

"Leo!" Panggil Azzam. Ia melihat Leo yang berbaring di sofa panjang sambal memakan snack keripik kentang dari kemasan besar.

Bukannya Leo yang menoleh, justru Alan yang menoleh. Namun Alan menoleh pada Leo dan langsung merebut kemasan snack itu dari tangan temannya. "Woy!! Dipanggil Azzam noh!!" Tegurnya sambal merogoh snack dalam kemasan itu.

Leo berdecak malas, lalu menatap Azzam yang berdiri di dekat ujung kakinya yang bertumpang di ujung sofa. "Apaan sih Zam?? Mau nyuruh gue bantuin pacar lo nyiapin makan siang? Ogah!! Pada mager ini… ntar aja kalau makan malam gue bantu nyiapin, aelah!!"

"Ge-er amat lu brodi! Ikut gue, gue mau bicara sama lo!!" Ajak Azzam.

"Ke mana?"

"Ke mana aja." Jawab Azzam cepat.

"Gue nggak diajak nih? Tega amat sama gue." Sahut Ryan yang sejak tadi tidak dianggap.

Azzam memutar bola matanya dengan malas ketika Ryan menyeletuk. "Diem aja di sini lo sama Alan." Pintanya.

Lalu Ryan hanya mendengus pelan dan lanjut memakan snacknya sendiri.

Sedangkan Alvin, ia baru saja datang memasuki ruang tamu Villa dari arah pintu tengah yang tembus ke area kolam renang dan ruang lukisan. Pria itu menatap Leo dengan wajah datar. Dan Leo pun juga begitu.

Leo dan Alvin kini layaknya dua orang yang sedang bermusuhan diam-diam. Dan hal itu hanya dirasakan oleh mereka berdua. Apa memang begini yang terjadi di antara dua lelaki yang menyukai satu perempuan?

***

"Duduk." Pinta Azzam dengan santai. Ia mengajak Leo bicara di tepi kolam renang saja, sembari menceburkan ujung kedua kakinya ke dalam air.

Leo pun menurut, ia duduk dan menunggu Azzam bicara lagi.

"Sebenernya gak penting banget sih bagi gue, seakan-akan gue lagi belajar jadi mak comblang. Kalau bukan Likha yang minta, udah gue abaikan aja hal ini. Selain jadi mak comblang, sekarang pun gue udah jadi perantara." Ujar Azzam sambal melirik Leo dengan dengusan pelan.

"Aelah, lama. Apaan sih?" Leo merasa geregetan saja dengan Azzam.

"Sikap lo itu kekanakan. Lo suka kan sama Andrea?"

Leo yang semula hanya menatap air kolam renang, kini menoleh menatap Azzam. "Ck, ngapain lo ngurusin perasaan gue?"

"Gue sebagai sobat lo juga pengen lihat lo seneng kayak gue sama Alan. Kalau lo ada perasaan sama Andrea, buruan ungkapin aja gak pake lama. Dan menurut gue, Andrea juga ada tuh sedikit perasaan ke lo. Gak ada salahnya kali buat nyoba. Masa tiap hari lo cuman lempar-lempar kode perhatian mulu ke dia? Nggak capek? Ntar Andrea diembat sama yang lain." Azzam sambal terkekeh mengatakan itu.

"Udah itu doang yang mau lo omongin ke gue?" Tanya Leo dengan nada suara sedikit jengkel.

"Lo tadi cemburu kan sama Alvin?"

"Dikit."

"Gak perlu gitu lah, masa cemburu sama temen sendiri. Gue rasa tuh anak kagak pernah ngapa-ngapain. Lo tuh kekanakan, Le. Yang gentle dong. Kalau emang gak pengen kalah start, lo curi duluan startnya. Paham?" Ucap Azzam dengan menepuk punggung atas Leo dengan ramah.

Leo menghela napasnya pelan. "Gue sendiri pun sebenernya juga nungguin respon Andrea ke gue. Bagi gue, dia masih kurang ngerespon gue. Jadinya gue gak maju maju ke dia. Dia agak cuek juga sih, nggak terlalu ekspresif. Andrea itu cantik dan misterius bagi gue. Dia perempuan yang berhasil membuat gue suka sama hal-hal yang tidak terlalu mencolok. Membuat gue ingin ngejar dia, ngegapai dia, tapi tentu butuh waktu. Thank you deh, Zam buat masukannya. Gue akan nyatain perasaan gue ke Andrea. Haha, nggak tahu sih kapan, tapi akan gue lakukan selama kita masih ada di Villa ini." Ujarnya dengan senyuman yang terbentang di bibirnya. Ia pun juga menepuk pelan punggung atas Azzam dan terkekeh pelan.

"Naahh, gitu dong. Ini baru brodi Leo yang gue kenal." Seru Azzam senang.

***

"Gue bosen banget masak sup, masak yang lain kek…" gerutu Kina pada Likha.

Likha pun bingung juga hendak membuat menu makan siang apa. Mereka sudah bosan dengan sayur sup dan sebangsanya. "Gue sendiri juga bosen, Kin. Enaknya apa deh?"

"Ini ada ikan salmon, sama spaghetti." Ujar Kina yang mengambil daging salmon beku dari dalam freezer, dan menunjuk ke arah lemari dapur bagian atas terdapat tiga kemasan mi spaghetti yang masih mentah.

Langsung saja Likha mengangguk antusias. "Ya udah bikin itu deh. Salmonnya ada berapa?"

"Cuman dua pack doang sih. Satu packnya berat dua ratus gram."

"Udah banyak sih itu. Kita iris dadu kecil-kecil aja, biar rata sembilan orang kebagian semua ntar."

Kina mengangguk dan membawa dua pack daging salmon itu pada Likha. Ia ingin Likha saja yang mengurusi daging salmon itu. Sedangkan dirinya hendak mengambil mi spaghetti untuk ia rebus semua dalam panci ukuran sedang.

Keduanya pun sibuk di dapur, Likha merendam daging salmon terlebih dahulu dalam wadah yang sudah ia isi air keran dari wastafel. Kina fokus mengamati dan menunggu air dalam panci mendidih. Tiga kemasan mi spaghetti yang isinya lumayan banyak itu sudah berada di tangannya, tinggal menuangkan semua isinya ke dalam air mendidih saja.

Likha langsung menuju kulkas, ia memeriksa bahan bumbu yang ada. Gadis berhijab itu mengambil sebotol saus tomat, kecap manis, lalu dua kemasan saus bolognese yang masih utuh. Saus bolognese yang memang digunakan untuk pelengkap mi spaghetti.

Gadis itu kembali ke dapur dan melihat Kina yang memasukkan semua mi spaghetti perlahan-lahan rata ke dalam panci berisi air yang sudah mendidih dengan cepat.

"Kina, mau ngambilin cabe gak?"

Ditanya begitu, tentu saja Kina melongo sejenak. "Cabe kan di kulkas." Ujarnya dengan polos.

Likha terkekeh dan mengangkat plastik bening di tangan kanannya, yang hanya berisi empat buah cabe rawit saja. "Kurang. Di pekarangan kan ada tuh pohon cabe, sama Mang Asep juga boleh ngambil sayuran atau cabe. Ambilin gih." Suruhnya dengan sedikit memohon.

"Lo nyuruh gue ke pekarangan sendirian?"

"Kan ada Andrea sama Felic yang lagi nyuci. Paling sekarang mereka lagi jemur, kalau nyucinya cepet.

Raut wajah Kina begitu ragu. Ia mengamati panci berisi mi spaghetti yang belum lembek sama sekali. Pasti masih sedikit lama juga menunggu mi spaghetti itu.

Likha menghembuskan napas pelan. "Urusan dapur, gue bisa sendiri kok. Jangan khawatir. Sambil nunggu daging salmonnya lunak, gue bisa awasin mi spaghettinya sampai matang."

"Ck, kenapa gak nyuruh para cowok aja sih? Gue panggil Alan---"

"Kelamaan, Kina. Para cowok itu gak pernah cekatan."

"Hmmm, ya udah deh gue ke pekarangan dulu." Ujar Kina dengan keputusannya.

Likha pun nyengir senang dan mengangguk. "Gak ada lima menit juga ngambil cabe rawitnya. Hihi, makasih Kina yang baaaiiikk.. ntar daging salmon buat lo gue banyakin dari yang lain." Bujuknya agar Kina bersemangat.

*****