webnovel

Castilia Academy

••• Sebuah anak panah melesat cepat ke arah seorang gadis tanpa dapat dicegah pemuda itu, anak panah itu menggores lengan kiri sang gadis membuat luka sayatan menganga di sana. Sang gadis membuka matanya, ia meringis sambil memegangi lengannya yang terkena panah, bermaksud menutupi lukanya agar darah tidak keluar lebih banyak lagi. "Kau tak apa?" tanya pemuda itu masih melempari bola api dari tangannya. "Aku ... tak apa," kata sang gadis sambil merintih. "Awas!" seru pemuda itu saat melihat sebuah anak panah meluncur ke arah sang gadis yang saat ini terduduk di tanah. Gadis itu hanya mampu menutup matanya rapat, saat anak panah itu mengarah padanya. •••••

sasco_ryder · แฟนตาซี
เรตติ้งไม่พอ
7 Chs

Kelompok Element

Conor pergi meninggalkan Jacob dan Louis di kantin, tadi saat mereka berpapasan dengan tiga orang gadis yang jika tidak salah menebak itu adalah murid kelas pemula. Conor merasakannya lagi.

Apa salah satu di antara mereka? Tapi bagaimana cara memastikannya? Mereka tidak memiliki bakat element, itu yang pertama. Yang kedua, mereka tidak mempunyai patner.

Conor masih melamun kala bahunya dipukul keras dari belakang, Conor menoleh, ia mendapati Jacob telah nyengir dan Louis yang diam.

"Kau meninggalkan kami lagi," kata Jacob sambil menekankan kata lagi.

"Kita harus ke ruangan Mr Harry setelah ini," kata Louis memberi tahu.

"Kenapa?" tanya Conor.

"Mungkin itu hukuman kita," jawab Louis acuh.

"Ya, hukuman karna kita bolos pelajaran Mr Harry." Jacob menjelaskan tanpa diminta.

"Bukannya hanya aku yang bolos?" Conor mengernyitkan dahinya bingung.

"Aku dan Louis juga bolos karna kami mencarimu kemana-mana tapi tidak ketemu, jika kita waktu itu kembali dan masuk pelajaran Mr Harry yang dengan jelas sudah terlambat, sudah tentu kita mendapat hukuman yang istimewa," jelas Jacob panjang lebar.

"Jacob, kau kenal mereka?" Tiba-tiba Conor bertanya.

"Mereka? Siapa?" tanya Jacob balik.

Conor menghela napas, "yang tadi di kantin."

"Oh, yang tadi. Kenal Jessie saja," jawab Jacob.

"Lainnya?" tanyanya lagi.

"Tidak, memang kenapa tanya-tanya? Naksir ya?" goda Jacob.

"Tidak," elak Conor.

"Stop! Kita ke ruangan Mr Harry sekarang," perintah Louis yang sedari tadi diam mendengarkan temannya mengoceh tiada henti.

Ketiganya berjalan beriringan menuju ruang guru yang berada di ujung koridor kelas pemula. Banyak tatapan kagum dan memuji yang mereka dapat saat melewati koridor kelas pemula.

Aku benci ini, batin Conor.

Setelah sampai, Louis mengetuk pintu ruangan Mr Harry. Mr Harry menyuruh mereka masuk ke dalam.

"Akhirnya kalian datang," kata Mr Harry dengan tatapan menusuk ketiga muridnya.

"Maaf Mr Harry, ada apa Anda memanggil kami?" tanya Louis sopan.

"Aku mempunyai hadiah atas prestasi kalian yang mencoreng daftar absensiku," sindir Mr Harry.

Ketiganya diam mendengarkan perkataan Mr Harry yang menyindir mereka.

"Aku ingin kalian membantuku mengurus murid pemula di kelas element yang lolos seleksi hari ini. Kalian sanggup?" Tatapan Mr Harry tajam memperingati.

Mau tidak mau ketiga lelaki itu mengangguk patuh kepada gurunya.

"Bagus, sebentar lagi kita ke kelas," kata Mr Harry puas. "Kalian keluarlah dulu," usirnya.

"Aku tidak percaya ini! Kita disuruh datang hanya untuk diusir? Yang benar saja!" gerutu Jacob saat ia sampai di luar.

"Sudahlah, Jacob, ayo pergi."

Mereka menapaki koridor kelas pemula lagi untuk sampai di kelas element. Conor mengacuhkan panggilan yang ditujukan untuknya, berbanding terbalik dengan Jacob yang membalas dengan ramah para gadis yang memanggilnya.

"Conor, ada sesuatu yang kamu sembunyikan dariku." Itu pernyataan bukan pertanyaan.

Conor bergeming, meneruskan langkahnya.

"Tidak mau cerita?" Louis masih berusaha membujuk temannya.

"Tidak penting," kilah Conor.

"Hei ada apa ini?" tanya Jacob menyusul langkah keduannya.

"Tidak ada," jawab Louis.

Jacob memilih diam, dia yakin ada sesuatu diantara keduanya. Tapi Jacob tidak berhak memaksa mereka untuk bicara jika bukan kehendak mereka sendiri. Dan Jacob akan menunggu saat itu tiba.

"Ternyata kalian lama juga, ya," sindir Mr Harry saat mereka telah sampai di luar kelas.

Mereka diam. Beginilah resiko membolos kelas Mr Harry, para pelakunya akan selalu salah, apapun yang dilakukan.

Salah lagi, batin ketiganya.

Conor tidak menyadari, sesuatu dalam sakunya mulai bergetar pelan dan cahaya mulai keluar dari benda itu.

"Ayo masuk," ajak Mr Harry.

Ruangan hening saat Mr Harry masuk dan para gadis langsung menjerit tertahan saat melihat siswa menengah yang mengikuti Mr Harry. Di depan kelas, Conor, Louis dan Jacob hanya diam memasang wajah datar. Bahkan Jacob yang biasanya menyapa balik kini hanya diam.

"Pagi, Anak-anak," sapa Mr Harry.

"Pagi, Mr Harry," jawab seisi kelas.

"Pertama-tama, saya ucapkan selamat karena kalian lolos seleksi ini. Dan saya berharap kalian sungguh-sungguh dalam mempelajari element yang kalian miliki," kata Mr Harry.

"Dan pada pelajaran pertama ini, saya akan dibantu oleh ketiga siswa yang ada di depan ini," lanjutnya.

Seorang gadis mengacungkan tangannya, mengalihkan perhatian Mr Harry.

"Ya?" tanya Mr Harry.

"Mr, bisakah mereka memperkenalkan dirinya, Mr Harry?" tanya gadis itu.

"Ide bagus." Pandangan Mr Harry beralih kepada ke tiga siswanya. "Ayo, perkenalkan diri kalian," suruhnya.

Jacob yang pertama kali memperkenalkan diri. "Hai semua, perkenalkan saya Jacob dari kelas element menengah. Yang berambut cokelat itu namanya Louis, sedangkan yang berambut pirang itu namanya Conor. Mereka satu kelas sama seperti saya, sekian dan terima kasih."

Jacob menutup perkenalannya dengan kediapan mata kepada para gadis. Seketika suasana menjadi ribut karna jeritan siswi-siswi yang bersahutan.

"Tenang! Kita sedang di dalam kelas," suruh Mr Harry.

Conor masih berdiri di sana tanpa bergeser sedikitpun dari tempatnya. Mata abu-abunya menyapu pandang ke penjuru kelas, mencari sosok yang tidak dikenalnya. Ya, ia merasakan lagi. Entah bagaimana sosok itu bisa ada di sini, tapi itu menguatkan hipotesisnya.

Sepertinya langkah pertama akan ia ambil. Kelas element. Tempat yang akan pertama kali ia telusuri. Tidak salah lagi, getarannya semakin sering dan kuat.

"Baiklah, kita mulai saja kelas pagi ini. Saya akan membagi kalian ke dalam 4 kelompok sesuai element yang kalian miliki."

"Kelompok satu element air akan dibantu oleh Louis, kelompok dua element tanah akan dibantu oleh Jacob, kelompok tiga element api dibantu Conor, sedangkan kelompok empat element udara akan saya ajar. Ada pertanyaan?"

Seorang siswa mengangkat tangan, "Mr, saya memiliki element roh," jelasnya.

"Alan, kau ikut denganku," jawab Mr Harry. "Yang lainnya segera merapat ke pendamping masing-masing."

Mendengar perintah Mr Harry, para siswa bergegas menuju pembimbing masing-masing. Kini semua telah bergabung dengan kelompoknya menyisakan seorang gadis yang belum beranjak dari duduknya.

"Maggie, mengapa kau masih di sana?" tanya Mr Harry bingung.

"Aku tidak tahu ikut kelompok mana Mr," jawabnya gugup.

"Mengapa?"

Maggie mendongak, menatap Mr Harry. "Aku memiliki dua element Mr, api dan tanah," lanjutnya.

"Oh, begitu. Baiklah, kau ikut Conor di element api," putusnya.

Maggie bergegas menghampiri siswa kelas menengah itu yang sedari tadi menatapnya tajam. Ia risi ditatap seperti itu, tapi ia mencoba bersikap acuh.

Mata itu masih terus menatapnya tajam, mencoba mencari sesuatu yang dapat menguatkan pendapatnya. Sedang yang ditatap menundukkan kepala, menghindar dari tatapan mengintimidasi sang senior.

"Saat ini kita akan belajar tentang dasar element yang kalian miliki, semua yang tidak paham dapat menanyakannya kepada para pembimbing kalian."

Mr Harry menatap seluruh orang yang ada dalam ruangan dengan kening berkerut, berpikir.

"Jadi, di sini yang memiliki element berbeda hanya Alan? Ditambah Maggie yang mempunyai dua element," ucap Mr Harry. "Menarik," lanjutnya sambil mengusap dagunya.

"Di tingkat menengah ada Emma dengan kemampuannya membaca pikiran, sedangkan di tingkat atas ada Paul dengan kemampuan teleportasi. Bahkan di tingkat menengah tidak ada yang mempunyai dua element," gumam Mr Harry.

Di sisi lain, siswa bermanik abu-abu itu mulai menyadari bahwa seseorang yang dicarinya selama satu tahun ini ada di sini, di ruangan ini.