webnovel

Unsur Penting

23 Maret 22, lokasi konser.

Tangan Naraya mengalun mengikuti irama yang dimainkan oleh lima orang di atas panggung. Ini adalah lagu kesukaan Naraya di antara lagu-lagu milik The Heal. Itulah kenapa, sekarang Naraya mengerahkan seluruh suara, tenaga, dan antusiasnya saat genjrengan pertama dimainkan pertanda lagu ini dimulai.

Mas Tirta di sampingnya ikut tersenyum saat melihat wajah gadis itu tidak pernah menghilangkan senyum lebarnya. Dia senang sudah mewujudkan impian Naraya untuk pergi melihat konser The Heal secara langsung.

Hadiah untuk terapi terakhir dari Mas Tirta sangat tidak tanggung-tanggung. Dia seperti sedang mencetak sejarah pertama yang paling berharga bagi Naraya.

"Senang banget, ya?" tanya Mas Tirta sedikit berteriak di samping telinga Naraya.

Gadis itu langsung menoleh dan mengangguk semangat. "Senang banget, Mas."

Selanjutnya, Mas Tirta kembali membiarkan Naraya menikmati lagu itu sampai habis. Meskipun mereka sudah berdiri hampir dua jam, tapi Naraya tidak sedikitpun terlihat lelah atau mengeluhkan kakinya sakit. Bahkan, dia sudah tidak mempedulikan pengunjung lain yang mulai berdesakan memasuki area VIP ini.

"Makasih, Mas, udah kenalin lagu keren ini ke gue," ujar Naraya setelah lagunya selesai dan sekarang sedang sesi istirahat.

Keduanya kembali duduk di kursi yang memang disediakan. Mas Tirta menyodorkan air mineral ke arah Naraya dan langsung diterima gadis tersebut. "Makasih."

"Setelah liat mereka langsung, gimana? Tambah bucin, kah?" tanya Mas Tirta lagi.

"Ya jelas makin bucin lah. Makin cinta gue sama mereka. Apalagi sama Aksa. Ya ampun, dia main gitarnya mendalami banget. Terus suaranya lengkara yang berat-berat gitu. Gue nggak nyangka suaranya lebih bagus kalo dengar langsung gini," balas Naraya sangat antusias. Dia bahkan bercerita dengan ekspresi yang berubah-ubah dengan cepat.

Melihat hal itu membuat Mas Tirta tertawa. Naraya ini kalau sudah membahas The Heal pasti akan berubah jadi sangat atraktif dan ekspresif. Dia bisa dengan lancar mendeskripsikan bagaimana emosi dari setiap lirik yang dinyanyikan para personil The Heal.

Padahal, selama ini Mas Tirta hanya sekadar menikmati lagu-lagu mereka yang memang memilik lirik yang sangat relate dengan kehidupan anak muda. Tidak sia-sia dia memperdengarkan lagu-lagu mereka kepada Naraya saat gadis itu tengah berusaha bangkit dari keterpurukannya.

"Gimana, ya, kalau gue nggak kenal sama mereka?"

Mas Tirta kembali menoleh ke arah Naraya saat gadis itu melontarkan pertanyaan tersebut. Dia pun tidak bisa membayangkan akan jadi seperti apa Naraya jika dia tidak pernah mendengarlan lagu-lagu milik The Heal.

"Apa arti The Heal dalam hidup lo?" Mas Tirta malah balik bertanya.

Ada jeda beberapa saat untuk Naraya menjawab pertanyaan Mas Tirta. Dia pun selama menyemplungkan diri dalam dunia fangirl, tidak jarang dia mempertanyakan eksistensi The Heal dalam hidupnya.

Selama menjalani terapi, Naraya perlahan menemukan jawabannya. Dan dia yakin saat ini dengan jawabannya itu.

"Mereka jadi bagian seperempat dalam hidup gue. Bagian lain untuk Ibu sama Ayah, bagian lain untuk pekerjaan dan cita-cita gue, bagian lain untuk lo dan sahabat gue yang lain, dan yang terakhir adalah mereka, The Heal," balas Naraya sambil menerawang panggung besar di depan sana.

"Apakah itu artinya mereka tidak akan pernah hilang dari hidup lo, layaknya keberadaan orang tua lo?" tanya Mas Tirta lagi.

Naraya langsung mengangguk. "Ya. Empat unsur ini nggak akan pernah gue hilangkan dalam hidup gue apapun yang terjadi."

"Tapi… kenapa gue masuk dalam empat unsur penting hidup lo?"

Naraya menolehkan kepalanya dan menatap dalam Mas Tirta. Ada banyak alasan yang membuatnya memasukan Mas Tirta dalam unsur penting hidupnya.

"Karena lo udah mengenalkan The Heal ke gue. Tentu saja itu hanya salah satu alasan di antara alasan lain yang memperkuat gue bahwa lo benar-benar penting dalam hidup gue," jawab Naraya sambil tersenyum hangat.

Karena tidak tidak harus merespon apa dengan ungkapan jujur itu, akhirnya Mas Tirta hanya bisa mencubit kedua pipi Naraya. "Ih… jawabannya gemesin."

"Mas, sakit tau…," keluh Naraya sambil melepas paksa cubitan Mas Tirta dari pipinya.

"Habis ini ikut gue, ya?"

"Mau kemana?"

"Ketemu sama orang penting lainnya. Gue yakin lo bakal senang berkali-kali lipat dari ini," jawab Mas Tirta yang meninggalkan teka-teki bagi Naraya.

Tapi, rasa penasaran Naraya langsung diredam saat satu-persatu personil The Heal kembali naik ke atas panggung. Kali ini mereka sudah berganti kostum yang dibuat khusus dengan tema konser kali ini. Dan itu menandakan bahwa mereka sudah memasuki sesi terakhir dari konser.

Lagu yang dimainkan pun adalah lagu yang baru-baru ini dirilis, kemudian berlanjur ke lagu yang sangat hits diantara lagu-lagu milik The Heal, dan yang terakhir adalah lagu-lagu bertemakan perpisahan.

Karena dua lagu terakhir bertemakan perpisahan, yang memang dibuat khusus The Heal untuk para fansnya yang datang ke konser, hal itu membuat air mata Naraya turun tanpa bisa dia cegah.

Naraya dan para fans yang lain rasanya tidak ingin pulang dan terus melihat pertunjukan mereka sampai kapanpun, padahal hal tersebut tidaklah mungkin. Dan lagu yang mereka nyanyikan sekarang semakin memperjelas bahwa dalam beberapa menit kedepan, mereka akan mendengarkan kalimat 'sampai jumpa' dari para personil The Heal.

"Jangan mewek dulu, Naraya," ujar Mas Tirta sambil memberikan tisu kepada Naraya yang sudah sesegukan di sampingnya karena terlalu menghayati lagu yang dibawakan The Heal.

"Gu—gue belum pe—pengen pisah sama me—mereka," ucap Naraya terbata-bata karena sesegukan.

Melihat tingkah lucu Naraya saat menangis ini, membuat Mas Tirta tidak bisa menyembunyikan tawanya. Apakah ini bentuk cinta tingkat akut dari seorang fans?

Sudah dia bilang, kan, kalau Naraya itu adalah orang paling ekspresif jika menyangkut The Heal. Dia tidak akan setengah-setengah memperlihatkan ekspresinya saat berhadapan dengan The Heal.

"Udah-udah. Bentar lagi gue bakal buat lo nggak nangisin mereka lagi. Air matanya diberhentiin dulu biar bedaknya nggak luntur," ujar Mas Tirta lagi dan membantu Naraya membersihkan bekas air matanya dari wajahnya.

Dan benar saja, beberapa menit kemudian, setelah menyelesaikan dua lagu perpisahan dan beberapa kata perpisahan, akhirnya mereka benar-benar meninggalkan panggung. Beberapa penonton paling belakang pun mulai keluar secara bergantian.

Mas Tirta menahan lengan Naraya saat gadis itu hendak mengikuti penonton yang lain untuk bergerak ke pintu keluar.

"Kita masih ada hal yang spesial abis ini. Jangan keluar dulu," ucap Mas Tirta dan kembali mengajak Naraya untuk duduk.

"Mau ngapain lagi?" tanya Naraya penasaran. Konser, kan, sudah selesai, jadi tidak ada alasan lagi untuk mereka bertahan di sini lebih lama.

"Udah, lo duduk sini aja. Bentar lagi kita bakal melakukan hal yang bakal buat orang lain iri ke lo," balas Mas Tirta yang sekarang malah sibuk dengan ponselnya.

Naraya pun membiarkan saja dan menurut apa kata Mas Tirta. Untung saja konsernya selesai sebelum malam terlalu larut, jadi dia masih banyak waktu di luar bersama Mas Tirta sebelum ayahnya akan menelpon untuk menyuruhnya pulang.