webnovel

Solo dan Ceritanya

"Perasaan tour pertama? Hm …." Laki-laki dengan kaos hitam itu nampak sedang berpikir sambil menyentuh dagunya. Tatapannya seakan sedang menerawang jawaban dari pertanyaan yang dilayangkan Naraya di balik kameranya.

"Mungkin kayak ketemu sama ponakan setelah sekian lama. Ya. Gue rasa tour ini kayak gue ketemu sama ponakan-ponakan gue di kampung halaman. Pengen menghabiskan waktu lebih banyak bareng mereka, kasih mereka barang-barang yang buat mereka ketawa seharian, bahkan sedih saat tiba di waktu kita harus berpisah lagi."

Lengkara. Leader The Heal itu menjelaskan jawabannya dengan senyum yang mengembang di wajahnya. Sorot matanya saat ini menggambarkan betapa dia sangat menantikan hari ini, juga sedih karena waktu bersama fans sangatlah sedikit.

"Gue suka main sama ponakan. Suka liat semua tingkah mereka dan bakal kasih apapun yang mereka minta. Tetapi, di sisi lain gue sedih kalau harus dipaksa balik dan nggak main mereka lagi. Dan, setelah gue berdiri di depan fans-fans The Heal, gue merasakan hal yang sama," tambah Lengkara.

"Oke. Cut," ucap Naraya setelah merasa puas dengan jawaban Lengkara tadi.

Lengkara bangkit dan mendekati Naraya. "Gimana? Bagus hasilnya?" tanyanya.

Naraya mengangguk tanpa mengalihkan perhatiannya dari kamera yang ada di tangannya saat ini. "Bagus. Makasih kerjasamanya. Sekarang lo bisa istirahat."

"Lo belum balik?" tanya Lengkara lagi.

"Bentar lagi. Mau ngambil gambar dikit."

"Gue temenin aja gimana? Teman-teman lo udah balik juga, kan?" usul Lengkara.

Naraya nampak berpikir sejenak. Sepertinya tawaran Lengkara tidak ada salahnya juga. Sekarang sudah hampir jam 1 malam. Meskipun suasana venue masih ramai dengan keberadaan staff, tapi dengan kehadiran Lengkara setidaknya bisa jadi teman bicara Naraya untuk mengambil sedikit gambar.

***

Tour selanjutnya adalah kota Solo. The Heal dan tim Naraya sudah sampai di kota ini sejak semalam dan sekarang sedang menggelar gladi di venue. Sama seperti di Bandung kemarin, konser nanti akan dimulai sekitar pukul 7 malam. Tetapi, untuk mereka, persiapannya sudah akan dimulai sejak sore.

"Makan-makan. Jangan sampai koit kayak kemarin," ujar Rizky sembari membagikan burger yang dipesannya tadi kepada Naraya dan Anggun. Mereka bertiga memilih istirahat di bagian kursi penonton.

Naraya terkekeh mendengar ucapan setengah mencibir Rizky barusan. Anggun yang ada di sampingnya langsung mencebik karena dia tahu ucapan rekan kerjanya itu ditujukan untuknya.

"Jangan nyindir gitu lah, Ky. Kasian tuh Anggun ngambek," ledek Naraya sedikit terkekeh.

"Cuman ngingetin aja, Nar. Ya kali dia harus pingsan lagi hanya karena laper," ucap Rizky mencoba membela diri.

"Maklumin aja. Ini pengalaman pertama lo syuting di lapangan langsung, kan?" Naraya melempar pertanyaannya kali ini ke gadis anggun yang sesuai dengan namanya itu.

Anggun mengangguk. "Gue nggak nyangka bakal selelah ini kalo syuting di konser. Benar kata Rizky, gue harus isi tenaga sebanyak mungkin biar nggak ngerepotin kalian."

Anggun sejak hari terakhir di konser kemarin, dia terus saja merasa bersalah karena dirinya yang pingsan bahkan sebelum acara selesai. Akhirnya, Naraya harus mengambil alih tugas Anggun sementara Rizky membantu rekan mereka tersebut. Itulah kenapa kemarin Naraya pulang paling akhir dari mereka bertiga.

"Eh, malam itu Kak Naraya kenapa muntah-muntah? Sakit juga?"

Hampir saja Naraya menyemburkan makanannya karena mendengar pertanyaan Anggun itu. Rizky pun saat ini tengah menatapnya penuh tanya.

"Lo muntah, Nar? Asam lambung lo naik lagi? Kemarin makan berapa kali? Atau lo telat makan malam?" cecar Rizky.

Naraya langsung menggeleng karena tidak ingin rekan-rekannya tahu kalau dirinya malam itu memang sedikit merasa tidak enak dengan perutnya. Bisa berabe kalau sampai mereka mengadu pada Wanodya. Kalau sampai hal itu terjadi, bisa jadi telinganya akan panas mendengar ocehan dari sahabatnya itu.

"Nggak, kok. Gue kemarin salah beli makanan di minimarket dan rasanya nggak enak," bohong Naraya.

***

"Mau ke mana lo, Sa?" tanya Senandika saat melihat Aksa yang hendak keluar dengan pakaian rapi.

"UNS," jawab Aksa singkat sambil memakai sepatu kets-nya.

"Mau ngapain ke sana?" Kali ini Batara yang melayangkan pertanyaan saat dia baru saja keluar dari kamar mandi.

"Kepo banget lo semua. Bilang ke Bang Arnan gue mau jalan-jalan. Jangan sampai nyusul ke sana," ujar Aksa sebelum dirinya keluar dari kamar hotel.

Setelah jadwal konser di kota selanjutnya terpaksa diundur karena Ekamatra yang tiba-tiba drop akibat penyakit tipesnya kambuh, akhirnya personil yang lain harus menghabiskan waktu mereka sedikit lebih lama di Solo. Saat ini Bang Arnan dan Lengkara sedang menjaga Ekamatra di rumah sakit. Itulah kenapa Aksa bisa bebas keluar saat ini.

Di tengah kosongnya jadwal mereka, Aksa kepikiran satu tempat yang tiba-tiba ingin dia kunjungi saat berada di kota ini. Bahkan, tepat pesawat mendarat di kota ini, Aksa langsung terpikirkan akan tempat ini. Dan tempat yang ada di pikirannya itu ada di UNS.

Dia sengaja pergi sendiri karena benar-benar ingin merasakan kembali suasana di tempat penuh kenangan itu. Apalagi sekarang waktunya dirasa sangat tepat. Dia hanya berharap tempat itu tidak begitu ramai saat ini. Seharusnya begitu.

Jalan-jalan sendirian seperti sekarang ini sedikit membuat Aksa tidak bebas. Statusnya sebagai artis yang sudah cukup terkenal membuatnya harus berhati-hati jika jalan tanpa Bang Arnan. Dia juga harus berusaha keras untuk menjaga sikap agar tidak menarik perhatian orang di sekitarnya.

Sudut bibir Aksa terangkat di balik masker hitamnya saat melihat apa yang sangat dia rindukan sekarang ada di depan matanya. Kepalanya menengadah untuk melihat benda kecil itu berterbangan karena tertiup angin dan berakhir di aspal tempatnya berpijak.

"Gue kangen banget liat ini," gumam Aksa.

Aksa sangat merindukan pemandangan ini. Pemandangan gugurnya bunga angsana yang ada di kampus ini. Inilah alasan terbesar mengapa Aksa ingin mengunjungi tempat ini lagi. Dan Aksa sangat bersyukur karena guguran dari pohon angsana itu lebih banyak dari yang pernah dia lihat.

Kakinya kembali melangkah. Tempat utama yang harus dia datangi masih sedikit jauh jadi dia harus melanjutkan perjalanannya lagi.

Ingatan-ingatan akan masa lalu kembali berputar di kepalanya saat dirinya berjalan di bawah guguran bunga kuning itu. Sesekali kakinya menendang tumpukan-tumpukan kecil guguran bunga tersebut.

***

Di tempat lain, Naraya sedang duduk sendirian di salah satu bangku dekat danau yang kini permukaan airnya jadi berwarna kuning. Dia sudah satu jam duduk di tempat ini sambil terus-terusan mengambil gambar apapun yang bisa ditangkap oleh kameranya.

Angin yang berembus semakin membuat gadis itu tersenyum lebar karena berhasil menerbangkan kelopak-kelopak kecil dari tempatnya dan berakhir di atas permukaan air. Meskipun Naraya tidak pernah keluar negeri sebelumnya, tapi dia seakan merasakan nuansa yang sama dengan musim gugur yang sering terjadi di negara-negara bermusim empat.

"Naraya?"

Naraya menoleh saat namanya dipanggil oleh seseorang yang saat ini tengah berdiri di sampingnya. Dia memicingkan mata untuk mengenali sosok tersebut.

"Aksa?" tebak Naraya.

Ya, dia Aksa. Laki-laki itu langsung duduk di samping Naraya dan sedikit menurunkan maskernya sampai ke dagu.

"Lo ngapain di sini sendiri?" tanya Aksa lagi.

"Lo sendiri ngapain di sini?" Naraya malah balik bertanya.

Aksa berdecak. Dia paling tidak suka saat dia bertanya tapi malah mendapat pertanyaan balik. "Gue nanya lebih dulu. Jawab, bukan balik nanya."

Naraya hanya memutar bola mata malas. "Jalan-jalan doang."

"Sendirian?"

Naraya mengangguk. "Lo sendirian ngapain di sini? Mana yang lain?"

"Sama kayak lo. Jalan-jalan doang dan sendiri," jawab Aksa sambil mengikuti arah pandangan Naraya yang terlempar ke arah danau.

"Lo sengaja datang ke sini cuman mau jalan-jalan doang? Emang lo alumni kampus ini juga?" tanya Aksa lagi.

Naraya menggeleng. "Gue nggak kuliah di sini."

"Terus?"

"Gue pengen liat bunga angsana lagi. Terakhir kali gue ke sini sekitar 5 tahun lalu pas pertama kali ngeliput di sini," beber Naraya.

"Jadi lo ke sini karena mau liat angsana doang?"

Naraya mengangguk. "Bunganya cantik. Apalagi, liat tuh." Naraya menunjuk ke arah danau. "Danaunya jadi cantik banget. Beruntung banget gue bisa ke sini di waktu yang tepat," lanjutnya.