webnovel

Kembali Semula

~Beberapa pertemuan ada yang sangat diharapkan terjadi kembali. Akan tetapi, adapula yang berharap itu adalah pertemuan terakhir~

Pemilik kamar bernuansa biru laut itu sejak satu jam yang lalu terus bersenandung mengikuti alunan lagu yang terdengar dari pengeras suara yang ada di ruangan tersebut. Gadis dengan surai panjang itu sesekali menggerakkan tubuhnya seirama dengan lagu tersebut.

Tidak peduli dengan teriakan sang Ibu yang sudah berapa kali menyuruh Naraya untuk mengecilkan volume pengeras suaranya, gadis itu tetap saja asik dengan apa yang sedang dia kerjakan sekarang.

Semua bagian tubuh Naraya tidak ada yang tidak bergerak. Tangan sibuk menyetrika baju yang akan dia kenakan. Kaki yang berjalan kesana kemari entah mengambil sesuatu atau mengembalikan alat-alat yang sudah dia gunakan. Juga, kedua bibir ranumnya yang tidak berhenti dari menyanyikan setiap lirik dari band kesukaannya.

"NARAYA!" teriak Ibunya yang sudah tidak tahan lagi mendengar kebisingan dari musik yang sejak tadi diputar anaknya.

Walaupun dia tidak pernah melarang Naraya untuk menyukai sesuatu, termasuk lagu-lagu milik band yang sedang naik daun sekarang. Tapi, dia kesal karena Naraya memutar musik dengan keras. Dia takut akan mengganggu tetangga.

"Kamu ini." Ibu Naraya mendekati anaknya lalu memukul pelan pundak Naraya. "Suaranya dikecilin dulu. Telinga kamu nggak sakit apa?"

Naraya mencebikkan bibirnya tapi tetap menuruti apa kata Ibunya. Setelah itu, Ibunya langsung bernapas lega karena pendengarannya sedikit tenang dari yang tadi.

"Kayaknya kamar kamu harus dipasang alat kedap suara, biar nggak ganggu tetangga."

Naraya langsung berbinar mendengar usulan Ibunya itu. "Ide bagus, Bu. Naraya udah kepikiran itu sejak lama, sih."

"Nanti bilang ke Ayah. Kuping Ibu sakit tahu. Mana teriak-teriak terus dari tadi kamunya nggak nyaut," gerutu Ibunya sambil memungut beberapa barang Naraya yang berserakan di lantai.

"Kalau sudah selesai siap-siapnya, cepetan keluar. Nonton The Healnya ditunda dulu. Sarapan terus Ibu sama Ayah nganterin kamu ke kantor."

Tanpa menunggu respon dari Naraya, Ibunya langsung melenggang keluar meninggalkan Naraya yang kembali melanjutkan kegiatannya untuk menyiapkan apa yang akan dia kenakan hari ini.

Hari pertama setelah dua tahun vakum dari dunia pertelivisian. Jangan tanyakan perasaan Naraya saat ini. Sudah pasti dia gugup sekaligus antusias.

Bukan hanya dirinya yang merasakan hal seperti ini. Ibu dan Ayahnya serta Wanodya pun merasakan hal yang sama. Bahkan, Wanodya sudah merecokinya sejak tadi untuk memastikan apa yang akan dipakai Naraya di hari pertama kembalinya dia ke kantor.

Satu jam dia gunakan untuk memastikan penampilannya layak dalam memulai lagi hal yang dulu sempat dia tinggalkan. Dia juga merubah sepenuhnya penampilannya di kesempatan kali ini.

Jika para staff yang dulu sama-sama bekerja bersama Naraya melihat penampilannya hari ini, mungkin mereka akan pangling dengan perubahannya.

Ini sudah menjadi keputusan Naraya. Segala hal yang masih ada hubungannya dengan lukanya di masa lalu, sebisa mungkin ditinggalkan Naraya. Termasuk dengan penampilannya.

Apa bedanya penampilan Naraya yang dulu dengan yang sekarang? Semua itu terletak pada model pakaian yang dia kenakan.

Jika dulu Naraya sangat senang mengoleksi pakaian yang bernuansa rok atau dres, berbeda dengan kali ini. Tidak ada lagi dua benda itu di lemari pakaian Naraya.

Celana kulot berwarna gelap dilengkapi dengan atasan blazer warna baby pink yang menutupi kaos putih polosnya menjadi outfit pertama yang akan memulai hari Naraya di kantor.

Setelah memastikan semuanya sudah siap, Naraya pun mematikan lagu yang ada di ponselnya juga mematikan speaker. Selanjutnya, dia mengambil tas selempangnya yang ada di atas meja rias dan kakinya pun berjalan keluar kamar.

Di meja makan sudah ada Ibu dan Ayahnya yang dengan senyum merekahnya menyambut kedatangan putri kesayangan mereka. Naraya pun mengambil tempat di dekat Ayahnya yang berseberangan dengan Ibunya.

"Udah siap hari ini, kan?" tanya sang Ayah.

Naraya mengangguk pasti. Dia sudah sangat siap untuk menyambut hari ini. Dan dia tidak ingin mengawali semuanya dengan keraguan atau ketakutan akan hal yang selama ini menghantuinya.

Setelah selesai sarapan, Naraya pun diantar Ibu dan Ayahnya sampai ke depan pintu masuk kantornya.

Dari dalam mobil Naraya sudah bisa melihat Wanodya yang langsung berubah senang saat melihat mobil Ayahnya berhenti tepat di depan Wanodya.

Sebelum turun, Naraya mencium Ibu dan Ayahnya bergantian. Ayahnya juga mengatakan untuk tidak mengkhawatirkan apapun karena tidak ada yang akan menyakiti Naraya di sini.

"Naraya…," seru Wanodya dan langsung memeluk Naraya dengan begitu senangnya. Dia bahkan tidak peduli dengan tatapan heran dari karyawan yang lainnya.

Setelah memastikan mobil Ayahnya pergi, Wanodya pun langsung membawa Naraya ke ruang kerja mereka. Ruangan yang sudah ditinggalkan Naraya dua tahun ini.

Selama di lift, Naraya tiba-tiba merasakan kekhawatiran. Entah khawatir terhadap apa. Wanodya yang sadar dengan gerak-gerik tidak nyaman Naraya pun langsung menoleh ke arahnya.

"Kenapa?" tanya Wanodya.

Naraya menggeleng. Dia tidak ingin Wanodya heboh kalau dia bilang dirinya sedang mengkhawatirkan sesuatu saat ini.

Wanodya menggenggam tangan Naraya yang saling bertaut itu. Dia sempat terkejut karena tangan Naraya sangat dingin saat ini.

"Kamu gugup?" Naraya mengangguk kaku. Mungkin memang dia sedang gugup saat ini. "Nggak apa-apa. Wajar kalau gugup sekarang."

Naraya menarik napas dalam-dalam untuk menetralkan perasaannya. Beberapa detik kemudian, pintu lift pun terbuka. Wanodya menatap sekilas ke arah Naraya dan mengangguk untuk meyakinkan Naraya bahwa tidak ada yang akan terjadi setelah ini.

Dengan langkah pelan, Wanodya membawa Naraya ke ruang kerja divisi produksi. Tepat mereka melewati pintu masuk ruang kerja, suara terompet dan beberapa konfenti menyabut Naraya.

"SELAMAT DATANG KEMBALI, NARAYA!!!"

Naraya terkejut bukan main. Detik berikutnya dia langsung tersenyum lebar karena sadar bahwa kembalinya dia ke kantor ternyata masih disambut dengan begitu senang oleh teman-teman yang dulu dia tinggalkan. Bahkan, ada beberapa orang yang tidak dia kenal ikut menyambutnya.

"Kalian kok kepikiran buat nyambut gue kayak gini, sih?" tanya Naraya yang matanya sudah berkaca-kaca karena terharu.

"Hari ini adalah hari yang udah kami tunggu, tau. Orang pencetus rating tertinggi akhirnya kembali, mana bisa kami nggak nyambut lo," seru Kak Sita yang sejak tadi terlihat paling heboh.

"Tiup lilin dulu, gih. Sebelum Pak Direkturnya datang." Bang Dede maju mendekati Naraya dengan sebuah kue kecil yang dipegang dengan kedua tangannya.

Tanpa sadar Naraya mundur selangkah. Hal itu tentu saja langsung mengundang tatapan bingung dari orang-orang yang ada di sana. Tapi, Wanodya langsung mengembalikan suasana seperti semula.

Kak Dede dan teman-teman Naraya yang sudah tahu apa yang terjadi pada Naraya pun seketika sadar. Seharusnya mereka tidak membiarkan Kak Dede yang memegang kue tersebut.

"Sorry, Ay," ucap Kak Dede sambil cengengesan.

Naraya pun kembali bersikap seperti tidak terjadi apa-apa. Dia tidak ingin mengubah suasana ini berubah karena sikap antipatinya terhadap Kak Dede tadi.

Dia juga tidak ingin karyawan yang lain jadi penasaran dengan sikapnya itu. Dia belum siap untuk menjawab semua rasa penasaran orang-orang mengenai dirinya.

"Jaa… selamat sekali lagi, Naraya! Hari ini adalah hari bersejarah. Gue senang banget hari ini. Nanti pas makan siang gue traktir lo, deh," ucap Kak Sita begitu riangnya.

"Biasa aja, ah, Kak. Kan gue cuman balik kerja doang, bukan habis berjuang dari kerusuhan."

"Benar kata Kak Sita. Hari ini kita bukan kedatangan superhero dari reality show, tapi juga kedatangan manager baru yang katanya sangat mumpuni di dunia pertelivisian."

"Oh, ya?" tanya Naraya penuh antusias kepada Kak Dede. Orang yang ditanya pun mengangguk kuat.

"Ini ada apa?"

Pertanyaan itu seketika membuat semua orang yang ada di depan pintu masuk departemen produksi langsung menoleh ke sumber suara. Dan ternyata itu adalah Pak Cecep, Direktur dari Divisi Produksi yang pernah menjabat sebagai manager departemen mereka.

"Wah, ternyata ada tamu penting, toh." Nada bicara Pak Cecep yang tadi terdengar dingin, kini berubah riang saat melihat siapa yang karyawannya kerumuni sejak tadi.