webnovel

Ada yang Didiamkan

~Bagaimana langkah selanjutnya terjadi, tergantung dari apa yang diputuskan di awal~

"Perhatian, semuanya." Seruan Pak Direktur berhasil menarik perhatian para karyawan dari departemen Produksi. "Untuk menyambut kedatangan Manager baru dari departemen ini sekaligus kembalinya sang ahli rating, malam ini kita akan mengadakan makan bersama."

Sorakan pun saling bersahutan dari para karyawan yang lainnya, tidak terkecuali Naraya dan Wanodya. Sebenarnya ini adalah agenda yang sudah direncanakan oleh para karyawan yang lain, dan harus Pak Direktur yang mengumumkannya sendiri.

"Dan Pak Direktur yang traktir. Hore!!!" timpal Kak Dede.

"Enak saja kamu. Rencana ini, kan, kamu yang usul. Orang yang traktir adalah orang yang punya usul, dong," kelakar Pak Cecep.

Mereka pun seketika terbahak melihat tampang cemberut Kak Dede yang berhasil termakan gurauan Pak Cecep. Mereka masih sama lucunya seperti terakhir kali Naraya bekerja di sini. Mereka tidak berubah sama sekali.

Naraya senang dengan fakta itu. Dia pikir, orang-orang yang dulu bekerja sama dengannya akan berubah dengan hilangnya dia sementara dari pekerjaan ini.

Tapi, ternyata apa yang dia tinggalkan dulu masih sama sampai sekarang. Bagaimana hobi Pak Cecep yang selalu menjahili Kak Dede dan Kak Sita. Bagaimana cerewetnya Kak Dede setiap selesai rapat karena dia tidak bisa ngemil. Dan juga, Kak Sita yang sangat perhatian kepada siapa saja yang ada di departemen mereka.

Semuanya masih sama. Dan itu bisa memberikan sedikit kelegaan bagi Naraya. Dia tidak harus berusaha beradaptasi lagi dari awal karena orang-orang yang dulu masih sama memperlakukan dirinya.

Mungkin, berbeda dengan beberapa karyawan baru. Mungkin Naraya akan sedikit berusaha untuk membiasakan diri dengan mereka. Juga Manager barunya, Ibu Dahayu.

***

Begitu jam kantor selesai, semua karyawan di departemen produksi langsung mengemasi barang-barangnya. Apalagi Kak Dede. Dia terlihat sebagai orang yang paling antusias di antara yang lainnya.

"Kak Dede semangat banget, ya? Orang yang traktir emang selalu seantusias ini, ya?" tanya Naraya.

Kak Dede kembali mencebikkan bibirnya. "Bukan gue yang traktir, Nar. Mana ada duit gue buat kasih kalian semua ini makanan. Selagi masih ada kartu perusahaan, kita harus gunakan itu dengan baik."

Tawa Naraya pecah. Kak Dede memang selalu punya balasan lucu untuk setiap lelucon yang dia atau yang lain lontarkan. Apalagi kalau sudah bertemu dengan Pak Cecep. Pasti suasana akan langsung jadi seperti arena lawak.

Di tengah candaan mereka, Pak Cecep dan Ibu Dahayu keluar secara bersamaan dari ruangan manager. Setelah itu, Naraya dan yang lainnya langsung mengikuti langkah dua atasan mereka itu.

Tidak jauh dari kantor mereka memang ada sebuah restoran all you can eat, tempat andalan untuk mengadakan makan bersama. Selain dekat dengan kantor, harga di restoran ini juga tidak terlalu mahal tapi tidak murahan juga. Pokoknya pas untuk ukuran kartu perusahaan.

Karena deprtemen produksi termasuk departemen yang memiliki banyak karyawan ditambah lagi dengan anak magang, sehingga Pak Cecep mengajak mereka menempati ruangan khusus yang kapasitasnya lebih besar.

Semuanya duduk di tempat yang mereka inginkan. Pak Cecep mengambil tempat paling ujung meja. Di samping kiri dan kanannya ada Naraya dan Dahayu, orang spesial dalam acara makan bersama kali ini. Di samping kanan Naraya ada Wanodya.

Kak Sita dan beberapa karyawan baru serta anak magang mengambil bahan makanan yang sekiranya cocok dengan perjamuan malam ini.

"Oke." Pak Cecep berdiri dari tempatnya sambil memegang segelas bir. "Untuk acara sambutan Manager baru dan sang ahli rating, kita bersulang. Mari majukan lagi acara dari Divisi Produksi."

Semua ikut berdiri dan saling bersulang dengan orang yang ada di sampingnya. Hampir semua dari mereka mengisi gelasnya dengan bir. Kecuali Naraya yang lebih memilih bersulang dengan air putih saja.

"Kak Naraya nggak mau birnya?" tawar seorang karyawan baru yang duduk di samping Kak Dede.

Kak Dede langsung menepis pelan tangan karyawan tersebut. Sementara Naraya hanya terkekeh melihat Kak Dede yang mengomeli karyawan tersebut.

"Jangan galak-galak, Kak. Dia kan nggak tahu," ujar Naraya tidak tega melihat karyawan tersebut diomeli Kak Dede.

"Jadi, untuk karyawan baru dan anak magang, senior kalian ini punya tiga pantangan. Pertama, tidak bisa minum yang beralkohol mau sekecil apapun kadarnya. Kedua, alergi buah baik buah murni ataupun olahan. Jadi kalian harus hati-hati kalau nggak mau buat anak orang masuk IGD. Dan yang terakhir, terutama untuk yang cowok, jangan tiba-tiba berdiri di dekat Naraya atau berduaan bersama dia. Jangan tanya alasan dari tiga pantangan itu. Dengar, hormati, dan patuhi," papar Wanodya panjang lebar.

Beberapa karyawan baru terutama yang cowok terlihat mengangkat tangannya, mungkin ingin bertanya perihal fakta tentang Naraya yang tadi diungkapkan Wanodya dengan sukerala.

Tapi, sesuai dengan kalimat penutup sahabat Naraya tadi, dia tidak menerima segala bentuk pertanyaan. Untuk Pak Cecep dan beberapa karyawan lama seperti Kak Sita dan Kak Dede pasti sudah sangat paham dengan hal itu. Mereka juga tidak berniat untuk memberi penjelasan karena merasa itu bukan hak mereka.

"Gue mau nanya sesuatu, Kak," seorang gadis dengan surai sebahu itu mengangkat tangannya.

Wanodya langsung melayangkan tatapan tajam karena dia masih berani melayangkan pertanyaan padahal dia dengan tegas menutup segala pertanyaan mengenai tiga fakta mengenai Naraya tadi.

"Lo nggak paham apa kata gue tadi?" sewot Wanodya.

"Gue nggak mau nanya soal itu, kok. Tenang," kekeh gadis tersebut.

"Terus mau nanya apa?"

"Alasan Kak Naraya cuti dua tahun apaan, sih? Kok bisa cuti selama itu? Kalau cuti nikah atau hamil kan tidak selama itu."

Oke. Pertanyaan itu sukses membuat Naraya, Pak Cecep, Kak Sita dan Kak Dede langsung menghentikan pergerakan mereka. Sementara Wanodya langsung mengerjapkan matanya berkali-kali karena tidak menyangka akan mendapat pertanyaan itu.

"Oh? Lo—lo nanya apaan?" tanya Wanodya gugup.

"Kenapa Kak Naraya cuti selama itu?" ulangnya.

"Oh, itu. Itu karena… apa, ya? karena di—"

"Gue sakit," potong Naraya. Hal itu membuat orang-orang yang tahu kondisi Naraya yang sebenarnya langsung menatapnya tidak percaya.

Naraya memaksa senyumnya ke arah para karyawan baru yang sangat penasaran dengan alasan cutinya. Mungkin itu hal yang wajar bagi mereka.

Karyawan penuh prestasi seperti Naraya bukan tidak mungkin untuk tidak mendapatkan perhatian dari orang lain. Apalagi, namanya selalu dieluk-elukkan kepada para karyawan baru bahkan para anak magang saat dirinya masih cuti.

Itulah kenapa saat Naraya sudah kembali bekerja, pertanyaan itu langsung menjadi pertanyaan nomor satu yang akan mereka lontarkan kepada Naraya.

Orang yang penuh prestasi dan mencintai pekerjaannya tidak mungkin harus menghilang selama itu tanpa alasan yang kuat. Bahkan, tidak ada jejak apapun di dunia maya yang bisa memenuhi rasa penasaran para karyawan baru mengenai sosok Naraya.

"Gue sakit dan butuh waktu lama buat sembuh," lanjut Naraya.

Tangannya sudah digenggam erat oleh Wanodya di balik meja. Sahabatnya itu menatap Naraya sembari memberi sinyal kalau dia harus berhenti menjelaskan mengenai kondisinya kepada orang lain.

"Sakit? Separah apa, sih, sakitnya kok lama banget proses pemulihannya?" sahut yang lainnya.

"Kalian kok kepo banget, sih?" ketus Kak Sita karena merasa hal ini akan membebani Naraya.

Tapi, berbeda dengan mereka, Naraya pikir dia sebaiknya harus memberi pemahaman kepada teman kerjanya yang baru itu bahwa dia pernah berada di titik yang memaksanya untuk menarik diri dari dunia yang dia cintai.

"Nggak apa-apa, Kak Sita. Wajar kalau mereka kepo," ucap Naraya. "Gue nggak bisa kasih tahu penyakit gue. Tapi tenang aja, nggak menular kok. Dan sekarang udah pulih."

Jawaban itu adalah jawaban yang sebenarnya sudah dia siapkan jauh sebelum dia memutuskan untuk kembali ke dunia pekerjaannya. Dia memang sudah menduga hal ini akan terjadi dan dia tidak bisa menghindar dari rasa penasaran orang lain mengenai dirinya.

Jadi, cara yang bisa dia lakukan adalah memuaskan rasa penasaran mereka dengan kata-kata yang sebisa mungkin tidak mengekspos terlalu banyak kondisinya yang sebenarnya.

Wanodya, Pak Cecep, Kak Sita dan Kak Dede diam-diam mengembuskan napas lega mendengar jawaban Naraya. Mereka pikir Naraya akan jujur se-jujurnya mengenai penyakitnya kepada karyawan baru.

Tapi, Naraya masih Naraya yang dulu. Selalu punya cara untuk menangkal segala situasi mendesak seperti ini. Dan yang pastinya tidak membuat salah satu pihak merasa tidak nyaman.

Setelah kecanggungan itu, Kak Dede dan Pak Cecep berusaha mengganti suasana yang jauh dari hal-hal menyangkut kondisi Naraya ataupun yang bisa membuat acara makan malam mereka jadi tidak harmonis.

Tapi, ada satu orang yang sebenarnya tidak merasa puas dengan jawaban Naraya barusan. Dia adalah Dahayu. Orang yang sudah menaruh curiga kepada Naraya sejak dia melihat adanya perlakuan spesial kepada gadis itu.