webnovel

BUTTERFLY'S ETERNAL LOVE (Bukan Liang Zhu)

Seorang gadis yang bernama Zhiwei mengalami time slip ke zaman dinasti Jin Timur. Dia bersama Shanbo, Yinfeng, dan Yingtai melakukan petualangan untuk mengumpulkan empat perhiasan batu Liang Zhu. Apakah Zhiwei bisa pulang kembali ke masa depan?

Maria_Ispri · แฟนตาซี
เรตติ้งไม่พอ
33 Chs

BAB 25

Di kantor polisi distrik Fengxian, seorang lelaki sedang sibuk di depan laptop membaca berkas-berkas kasus yang sedang ditanganinya. Lelaki berjas rapi dengan rambut disisir belah samping itu bernama Wei An. Sesekali dahinya berkerut membuat wajah tampannya tampak lebih tua dari umurnya. Mungkin kehidupan sebagai polisi yang berat membuatnya bahkan masih melajang di umurnya yang sudah mendekati tiga puluh lima tahun. Dia membuka gawainya dan menghubungi sebuah nomor.

"Shanbo, aku perlu bicara denganmu," ucap Wei An setelah Shanbo mengangkat panggilan, "aku akan ke sana. Tunggu sejam lagi."

Wei An menutup laptopnya, lalu menyambar jaketnya.

"Pak Fei ikut aku," ajak Wei An pada salah seorang anak buahnya.

Lelaki yang dipanggil Pak Fei mengangguk, tak menunggu lama menyusul Wei An keluar. Mereka menuju sebuah mobil yang ada di tempat parkir. Tak lama kemudian mereka sudah meluncur ke Shanghai menemui Shanbo.

***

Shanbo sedang berada di kampus saat Wei An menelepon. Dia berjalan menuju kantin kampus.

"Shanbo!" panggil sebuah suara yang sudah familiar.

Lelaki itu menoleh lalu tersenyum melihat Yingtai datang bergegas ke arahnya. Gadis itu berdiri menghadap Shanbo sambil mengulurkan sebuah bungkusan hadiah.

"Untukmu," ucap Yingtai.

Shanbo menaikkan alis penuh tanya.

"Apa ini?" tanya Shanbo mengambil bungkusan dari tangan Yingtai.

Gadis itu menunduk.

"Itu ... itu semua tentang apa yang ada dalam hatiku untukmu. Sebentar lagi kita wisuda. Aku akan menikah, sedangkan kau berniat untuk masuk akademi polisi. Mungkin kita takkan bisa bertemu dalam waktu lama. Aku ingin kita tetap berteman. Bagaimana?" tanya Yingtai sambil menatap Shanbo dengan netra beningnya.

Shanbo menatap gadis yang dicintainya langsung ke dalam matanya. Dia menemukan sebuah kepasrahan hidup di dalamnya. Shanbo hanya bisa tersenyum ironi.

"Baik!" jawabnya sambil menatap bungkusan yang ada di tangannya, "Teman," ucap Shanbo sambil tersenyum.

Yingtai mengulurkan tangannya untuk salaman. Shanbo ragu untuk mengulurkan tangannya, tapi demi sebuah hubungan baru, lelaki itu pun menyambut tangan Yingtai. Pada akhirnya mereka berteman. Yingtai tersenyum, lalu menarik tangannya.

"Aku masih ada urusan. Bye-bye!" ucap Yingtai pamit lalu beranjak meninggalkan Shanbo.

Gadis itu berlalu menjauh dari Shanbo yang masih berdiri menatap kepergiannya. Air mata menetes di pipi Yingtai.

***

Wei An, Shanbo dan Pak Fei duduk di teras kantin yang sepi.

"Aku hanya ingin menanyakan tentang ayahmu," terang Wei An mengutarakan maksudnya.

Shanbo menatap cangkir kopi yang ada di hadapannya.

"Apakah kau memiliki dugaan kasus hilangnya kalung milik keluarga Zhu serta jatuhnya Zhiwei ada hubungannya dengan kematian ayahku belasan tahun lalu?" tanya Shanbo balik.

Wei An mengangguk.

"Semua undangan sudah kami periksa di tempat. Semua lengkap dan memiliki alibi. Hanya Zhiwei dan Yinfeng yang tak ada di tempat kejadian. Kami sudah memeriksa CCTV, sayang sekali di geladak atas tak terpasang kamera. Aku khawatir Zhiwei dan Yinfeng dalam bahaya. Tapi, kau jangan khawatir, aku sudah meminta penjagaan untuk mereka, Kecelakaan yang dialami Zhiwei terkait dengan hilangnya kalung batu Liang Zhu" terang Wei An.

Shanbo menunduk sambil mengingat masa lalu.

"Aku masih kecil saat ayah pergi ke Gunung Lembah Ungu dan tak pernah kembali. Hanya saja ibu pernah menceritakan kepadaku tentang perhiasan batu Liang Zhu. Ayahku salah satu pewaris perhiasan anting, tapi ibuku menyadari kotak itu telah hilang setelah ayah ditemukan tewas di gunung. Aku melihat ayah membawa kotak perhiasan itu bersamanya saat berpamitan denganku. Aku juga baru tahu kalau Zhiwei bukan adik kandungku. Dia anak keluarga Shen dari istri kedua. Wei Yingyue. Ibunya masuk rumah sakit jiwa saat hamil Zhiwei dan meninggal setelah melahirkan. Nyonya Wei sempat menitipkan Zhiwei pada ayahku beserta perhiasan cincin batu Liang Zhu," cerita Shanbo jujur pada sang polisi.

"Jika memang demikian, berarti ada banyak pihak yang menginginkan keempat relik perhiasan itu," ucap Wei An.

"Oh, ya. Aku mendapat cerita dari Zhiwei tentang keluarga Shen dan Zhu. Mungkin bisa menambah informasi untuk investigasi," terang Shanbo.

"Apa itu?"

"Tuan Shen mencari Zhiwei dan memasukkannya ke dalam daftar pewaris sejak dia sakit-sakitan. Keluarga Tuan Shen tak ada yang berada di pihak Zhiwei, selain ayahnya. Zhiwei juga bercerita bahwa Tuan Shen memiliki gulungan sah pewarisan relik kalung yang selama ini berada di tangan keluarga Zhu. Namun keluarga Zhu juga memiliki gulungan surat yang sama. Zhiwei menduga salah satunya pasti palsu, sehingga Tuan Shen meminta Zhiwei bernegosiasi dengan Yinfeng tentang kalung itu. Namun, kejadian terakhir membuat semua urusan menjadi rumit," cerita Shanbo lalu meminum kopinya.

Wei An dan Pak Fei mengangguk paham.

"Kami akan menelusuri semuanya. Jangan khawatir. Kami pamit dulu. Terima kasih," ucap Wei An yang dibalas oleh Shanbo dengan anggukkan kepala.

Para polisi itu pun meninggalkan Shanbo sendirian di kantin. Dia tahu batasan, tak bisa melebihi wewenang polisi untuk menginvestigasi. Hanya saja ada begitu banyak praduga di benaknya siapa saja orang-orang yang dicurigainya yang telah membuat adiknya celaka. Keluarga Zhu, keluarga Shen, Simon, atau pihak lain yang memang memiliki niat untuk menguasai semua relik perhiasan itu. Shanbo menghela napas panjang, dia merasa heran, apa kelebihan relik-relik itu sampai banyak pihak yang menginginkannya?

***

Wei An berjalan bersama Pak Fei menuju mobil. Dibenaknya mulai menyusun hipotesa-hipotesa kunci kasus.

"Pak Fei, cari tahu informasi tentang Simon Zhou dan dimana dia sekarang berada. Kupikir kita harus menemuinya untuk mencari informasi lebih banyak tentang perhiasan itu," pinta Wei An pada Pak Fei sambil membuka pintu mobil.

Pak Fei menyanggupi. Mereka memang harus membuka kasus lama tentang kematian Liang Yiwen yang mati karena terjatuh di jurang saat naik ke Gunung Lembah Ungu.

***

Pintu kamar ruang tempat Zhiwei dirawat diketuk. Nyonya Liang menoleh dan melihat seorang lelaki membukakan pintu untuk seorang laki-laki yang ada di atas kursi roda.

"Shen Wenzhou," gumam Nyonya Liang.

"Senang bertemu kembali denganmu, Liang Ni Er," sapa Tuan Shen sambil tersenyum menatap ibu Shanbo.

"Untuk apa kau kemari?" tanya Nyonya Liang dengan wajah yang menunjukkan rasa tak suka.

"Aku kemari ingin menjenguk anakku. Maafkan aku yang tak bisa langsung menjenguk Zhiwei, karena kesehatanku juga tak begitu baik," terang Tuan Shen sambil menggelindingkan kursi rodanya mendekat ke arah ranjang Zhiwei.

Lelaki itu menatap Zhiwei dengan tatapan sendu, lalu menghela napas.

"Terima kasih kalian sudah menjaganya. Aku memang orang tua yang durhaka, tapi Zhiwei memiliki hati yang suci dan lapang. Dia bahkan tak marah atau dendam padaku yang telah menelantarkannya bertahun-tahun," ucap Tuan Shen.

Nyonya Liang hanya diam menatap anak dan ayah di hadapannya.

"Aku menyesal tak bisa menjaga Yingyue, bahkan sampai dia menghembuskan napasnya yang terakhir. Aku tak ada di sisinya. Kau pasti menertawakan aku yang lemah. Tapi, aku memang tak bisa berbuat apa-apa untuk menentang kehendak ibuku," terang Tuan Shen mengingat masa lalu saat dia harus merelakan Yingyue dimasukkan ke rumah sakit jiwa atas permintaan ibunya.

"Itu semua sudah berlalu. Tak usah kau ceritakan segala alasanmu. Itu tak ada gunanya. Yang penting sekarang, mencari obat dan perawatan yang bagus untuk Zhiwei agar segera sadarkan diri," terang Nyonya Liang.

Tuan Shen mengangguk.

"Aku berencana memindahkan Zhiwei ke rumah sakit yang lebih baik. Jika perlu akan kubawa ke luar negeri untuk memeriksakan kepada dokter yang lebih ahli. Apakah kau tak keberatan?" tanya Tuan Shen.

"Aku tak bisa memutuskan sebelum meminta pendapat Shanbo," jawab Nyonya Liang.

"Baiklah, pikirkan hal ini baik-baik. Mengenai Yinfeng, aku akan mendatangi Tuan Zhu untuk meminta maaf."

"Mengenai itu terserah padamu," ucap Nyonya Liang yang tak ingin terlibat dengan keluarga Zhu, "hanya saja aku ingatkan padamu, mereka keluarga yang suka memandang rendah pada orang lain," lanjut Nyonya Liang.

Tuan Shen tertawa kecil. "Aku tahu. Keluarga Shen tak pernah memliki dendam masa lalu dengan mereka," ucap Tuan Shen masih sambil tersenyum.

"Apa kau mengejekku?" ucap Nyonya Liang dengan wajah tak suka.

Tuan Shen menatap Nyonya Liang sambil tertawa lagi.

"Aku pamit. Aku akan menjenguk Yinfeng," ucap Tuan Shen masih sambil tertawa.

Tuan Shen keluar ruangan dengan dibantu oleh anak buahnya.

Nyonya Liang hanya menatap sinis pada Tuan Shen yang menertawakannya. Perempuan itu ingat saat masih muda. Dia ditolak masuk keluarga Zhu. Hubungannya dengan Tuan Muda Zhu, ayah Yinfeng saat itu ditentang oleh keluarga besar Zhu karena latar belakang keluarga Liang yang tak sepadan dengan keluarga Zhu. Liang Ni Er lahir dari keluarga pelayan yang melayani keluarga Zhu selama puluhan tahun. Saat kasus itu terungkap, keluarga Liang diusir keluar. Keluarga Zhu menuduh keluarga Liang mata duitan dan hanya mengincar harta yang mereka miliki. Liang Ni Er dipisahkan dari Tuan Muda Zhu sampai akhirnya perempuan itu dijodohkan dengan Liang Yiwen yang saat itu berteman dengan Tuan Shen. Di masa lalu, hubungan mereka bertiga sangat baik. Takdir kejam itu berlaku juga pada anaknya Shanbo saat jatuh cinta pada Yingtai anak kedua keluarga Zhu. Mereka menentang habis-habisan Shanbo menjalin hubungan dengan Yingtai.

Inilah aku

Tangan kananku terikat benang merah

Tangan kiriku menunjuk ke langit

Ku berlari dalam kabut mimpi

Ku temui dirimu sudah menunggu

Di tepian danau cermin sang rembulan

Membayang wajahmu

Lalu hilang

Air mata mulai mengalir

Kisah cinta hanya menjadi abu

Luruh mengalir bersama air hujan

Yang mulai turun bersama kesedihanku

Bayangmu muncul tersenyum padaku

Menghilang kembali saat kusentuh jarimu

Takdir benang merahku

Kuberharap itu dirimu

Walau ribuan tahun ku harus menunggu