webnovel

Bullying And Bloody Letters

Tamat per-season Sebuah surat dengan percikan darah yang menuntun seorang gadis korban perundungan, untuk membalaskan dendam. Surat itu memberikan petunjuk satu-persatu bagaikan potongan purzzle yang perlahan menjadi utuh. Arwah dari korban ketidak-adilan di masa lampau mulai menebar teror, kepada setiap orang yang sudah membuatnya hancur dan terjebak di alam lain. Kematian dan pristiwa berdarah tak bisa terelakkan. Larasati, Cinta dan juga Eliza adalah ketiga gadis yang tewas karna dibunuh oleh teman sekelasnya. Kini arwah mereka mulai menebar teror dan menuntut balas atas kematiannya. Note: Bukan hanya tentang cerita seram, tapi dalam cerita ini penulis ingin menyampaikan betapa berbahayanya bullying. #stopbullying Selamat membaca....

Eva_Fingers · สยองขวัญ
เรตติ้งไม่พอ
372 Chs

Tulis Satu Nama Yang Ingin Kau Habisi

Suasana yang tadinya begitu gaduh, kini perlahan menjadi senyap. Karna sudah mulai masuk jam pelajaran.

Larisa tengah duduk terdiam sambil melihat ke depan. Dia sudah siap mengikuti pelajaran hari ini.

 

"Santi! kok kamu betah sih duduk sama dia? orangnya diam begitu, apa gak bosan kamu?" tanya seorang siswi yang duduk tepat di belakang gadis yang bernama Santi.

Santi adalah teman sebangku Larisa, hanya saja mereka tidak akrab. Dan Santi hanya mendekati Larisa karna Larisa anak yang pintar dalam semua mata pelajaran, sehingga dia bisa memanfaatkan kepandaian Larisa dalam mata pelajaran yang paling tidak ia kuasai.

"Hey, jangan berisik, sini biar ku beri tahu!" kata Santi menarik tubuh kawannya yang duduk di belakangnya itu agar lebih mendekat.

"Ah, sakit! nariknya pelan-pelan dong!" keluh siswi itu.

"Nilai ku menjadi semakin lebih baik berkat si Cupu ini...," bisik Santi.

 

Meskipun bicara hanya berbisik, tapi Larisa tahu jika Santi itu sedang membicarakannya. Dan dia juga tahu jika selama ini Santi hanya memanfaatkannya untuk memperbaiki nilai-nilainya yang begitu rendah.

 

Namun meski begitu Santi tak mau menghiraukannya. Karna baginya itu sudah biasa, dan semua kawannya rata-rata memang seperti itu.

 

Lalu hasil ujian Fisika pada minggu kemarin pun mulai di bagikan hari ini. Dan hasil ujian antara Larisa dan Santi pun sama.

Sama-sama mendapatkan nilai 90+.

Hal itu sudah sering terjadi. Sehingga guru mata pelajaran fisika itu pun mulai curiga dan bertanya kepada mereka berdua.

"Kalian ini selalu mendapatkan nilai yang sama. Apa itu karna kalian satu bangku dan saling menyontek?!" tanya guru mata pelajaran itu dengan nada tinggi dan tegas.

Sementara mereka berdua hanya terdiam dan menunduk.

Brek!

Guru itu menggebrak meja, dan berharap dua muridnya yang di duga saling menyontek itu bisa jera dan mau mengakuinya.

"Ayo jawab! siapa yang menyontek dan siapa yang mengerjakan?!" tanyanya lagi.

Larisa masih menunduk karna takut, dan tak berani mengakui jika sebenarnya Santi lah yang sudah menyonteknya di segala macam mata pelajaran.

 

Lalu Guru itu pun kembali melanjutkan ocehannya, yang bertujuan untuk memberi contoh bahwa perbuatan menyontek itu tidak benar. Dia ingin mengajarkan disiplin kepada semua muridnya.

"Dengar ya, saya kan sudah bilang, saya tidak suka anak yang menyontek dalam mata pelajaran saya. Karna menurut saya itu perbuatan tidak disiplin dan perbuatan seorang pecundang! jadi cepat mengakuinya, sebelum kalian menjadi pecundang selamanya!" tegasnya.

Guru mata pelajaran fisika itu memang terkenal tegas dan sangat disiplin. Meski dia  guru baru di sekolah itu, namun seluruh siswa yang dia ajar, takut dan segan kepadanya. Karna dia tak segan-segan akan menghukum siapa pun yang menurutnya benar-benar salah.

 

'Ah, kalau aku bilang Larisa yang menyontek ku, pasti dia percaya. Karna dia itu guru baru. Dan semua teman-temanku pasti akan membelaku karna mereka semua membenci gadis aneh dan jelek ini' batin Santi

 

Lalu Santi langsung mengacungkan tangannya. Dan dia pun berbicara kepada guru itu bahwa Larisa lah yang selama ini menyonteknya.

Santi berakting sejadi-jadinya. Hingga guru itu pun mulai percaya, apalagi para teman-teman di kelasnya lebih membela dirinya di bandingkan Larisa.

"Bu, sebenarnya yang menyontek di setiap ulangan itu Larisa. Teman sebangku saya ini, Bu! " Santi menunjuk Larisa.

Larisa menggelengkan kepalanya dengan wajah ketakutan.

"Tidak Bu, bu-bukan saya, tapi yang menyontek itu San—"

"Please deh, Larisa! kamu itu jangan berbohong! selama ini aku kasihan dengan mu karna tidak punya teman, makanya aku mau duduk sebangku dengan mu dan selalu memberimu contekkan agar kamu tidak terlihat bodoh! dan dengan begitu teman-teman kita tidak meledekmu lagi!" tutur Santi.

 

Guru itu pun langsung menatap kearah Larisa dengan ekspresi yang marah sekali.

 

Menyadari hal itu Larisa Langsung panik dan segera membela dirinya.

"Ti-tidak, Bu! bu-bukan saya tapi Santi yang menyonteknya!"

 

Santi Langsung menyerobot pembelaan dari Larisa, "Kalau begitu, kita tanya saja Bu, dengan teman-teman lainnya! siapa yang sudah berbohong!" Santi melirik kearah Audrey dan gengnya, lalu mereka pun mengetahui jika Santi sedang memberi kode. Dan Audrey serta teman-temannya mulai mempengaruhi yang lainnya, jika Larisa lah pelakunya.

 

"Larisa Bu! Larisa tukang nyontek!" teriakan teman sekelas Larisa dengan kompak.

Dan akhirnya guru itu pun memberi hukuman kepada Larisa.

"Larisa! cepat keluar dan berdiri di bawah tiang bendera!" ujar guru itu.

Larisa pun Akhirnya, di hukum berdiri di bawah tiang bendera dengan posisi hormat dan menatap ke atas.

***

Bel istirahat pun sudah terdengar. Dan akhirnya hukuman itu selesai.

Audrey dan Kawan-kawan pun menghampiri Larisa. Tujuannya tak lain dan tak bukan adalah hanya ingin meledeknya atau sekedar ingin mengerjainya.

"Aduh, si Cupu Sayang! kasihan!" ucap Audrey dengan nada bercanda.

Dan dua sahabatnya pun juga turut menertawainya.

Namun mereka tidak lama mengganggu Larisa, karna mereka harus pergi ke ruang Klub Cheerleaders. Mereka adalah anggota Cheerleaders di sekolah mereka, dan hari ini adalah jadwal mereka berlatih.

"Ah, sudah ayo kita pergi, karna tidak baik dekat-dekat dengan orang aneh, nanti kita bisa ketularan aneh! eww...!" ujar Audrey yang menggiring Kawan-kawannya pergi.

 

Setelah mereka pergi Larisa pun langsung berlari menuju toilet untuk mencuci wajahnya yang terasa panas dan juga berminyak.  Dia merasa tak nyaman.

Namun di jalan dia bertemu dengan Santi.

"Astaga! Larisa! wajah mu sudah mirip tomat! tomat busuk maksudnya haha!" Santi pun tertawa lebar. Lalu dia merangkul Larisa.

"Maaf ya Larisa, aku terpaksa melakukan hal itu, karna aku takut guru itu membenciku. Aku harap kamu mau memaafkanku ya," tukas Santi yang seolah memohon dan bersungguh-sungguh.

Akhirnya Larisa pun mau memaafkannya karna siapa tahu ucapan Santi itu memang benar-benar karna menyesalinya.

Dan Santi mengulurkan minuman dingin kepada Larisa.

"Ini untuk mu, aku tahu kami sedang haus. Sekali lagi aku minta maaf ya!" ujar Santi.

Larisa menerimanya dengan senang hati, karna selama ini tak ada Kawan-kawannya yang mau memberikan sesuatu untuknya. Jangankan minuman dingin. Yang ada malah kebalikannya. Dia yang di palak dan di suruh-suruh untuk membelikan minuman untuk mereka.

"Terima kasih Santi!" ucapnya sambil tersenyum.

"Iya, sama-sama! sekali lagi maaf ya!" ucap Santi sambil berlalu pergi.

 

Dengan wajah bahagia dan bibir masih tersenyum Larisa meneguk minuman itu.

"Ah, segarnya!"

 

***

Beberapa saat kemudian.

Larisa pun merasakan perutnya mulai sakit dan mulas-mulas.

"Ah, perutku kenapa ini?"

Larisa mengalami diare sehingga membuatnya sampai bolak-balik masuk ke dalam toilet.

Alhasil Larisa tak bisa mengikuti pelajaran selanjutnya.

 

Setelah beberapa kali dia keluar masuk ke dalam toilet. Akhirnya Larisa pun duduk sambil menangis dipojokkan ruang wastafel.

Dan di saat itu dia mengingat secarik kertas yang dia masukan ke dalam sakunya tadi pagi. Dan Larisa pun menguarkan dan kembali membacanya ulang.

'Tulis satu nama kawanmu yang ingin kau habisi' bunyi tulisan itu.

Meski Larisa tak tahu apa maksudnya. Tapi dia pun merogoh pulpen dari sakunya dan menuliskan nama Santi di atas kertas surat itu. Karna hari ini dia begitu kesal kepada Santi. Dia hanya bermaksud melampiaskan kekesalannya di atas kertas itu.

 

To be continued