webnovel

BUKAN SALAHNYA CINTA : Cintaku di Ujung Senja

"Jangan menangis Hanin, kalau kamu menangis cantikmu akan hilang. Lihat aku! aku berjanji padamu untuk segera kembali dan akan membalas tiap tetes airmatamu ini." (Rafka Arsha Fathan) "Aku mencintaimu dengan segala niat tulusku yang tanpa ada batas, memilihmu karena aku yakin kamu adalah takdirku, tidak perduli dengan jarak usia, atau rentang waktu." (Hasta Narendra) Hanin Humairah (21 th) seorang gadis cantik yang sudah tidak mempunyai orang tua selain tinggal dengan Dina ibu tirinya dan kedua saudara tirinya Amelia dan Jonathan. Rafka Arsha (21 th) sahabat sekaligus kekasih Hanin, terpaksa berhubungan jarak jauh dengan Hanin karena mengikuti orang tuanya yang pindah tugas di kota A. Hasta Narendra (35 th) seorang duda sahabat ayah Hanin mencintai Hanin dengan tulus dan berusaha membantu Hanin lepas dari siksaan Dina dengan bersandiwara menikahi Hanin. Karena cinta tulus Hasta, perasaan dan cinta Hanin berpaling dari Rafka dan beralih pada Hasta dan mereka menikah secara sah. Dalam pernikahannya selama satu tahun, Rafka kembali dalam kehidupan Hanin dan kembali mengejar cinta Hanin. Akankah cinta Hanin tetap bertahan untuk Hasta setelah tahu Rafka amnesia karena kecelakaan akibat putus cinta dengannya? Apakah cinta Hanin akan berpaling pada Rafka setelah Hasta meninggalkannya karena Hasta tidak bisa mempunyai keturunan??

NicksCart · วัยรุ่น
Not enough ratings
43 Chs

DUA SURAT NIKAH KITA

Tubuh Hasta bergerak saat merasakan ada sesuatu yang menutupi tubuhnya, perlahan ia membuka matanya.

"Hanin? kamu sudah bangun?" tanya Hasta sambil merasakan sakit pada punggungnya.

"Sudah Tuan, sekarang masih pagi, sebaiknya anda tidur lagi dengan berbaring," ucap Hanin sambil memberikan bantal pada Hasta.

Hasta menatap Hanin tak berkedip, sungguh Hasta menyukai hati Hanin yang selalu baik dan perhatian pada semua orang.

"Tuan Hasta, hidung anda berdarah. Anda tidak apa-apa kan?" tanya Hanin sangat terkejut saat melihat darah yang tiba-tiba keluar dari hidung Hasta.

"Oh, aku tidak apa-apa Nin, ini sudah biasa," ucap Hasta sambil mengeluarkan saputangannya dan membersihkan darah yang keluar dari hidungnya.

"Apa anda sakit, Tuan Hasta?" tanya Hanin lagi seraya meraba kening Hasta. Hanin berpikir bisa saja Hasta panas tinggi hingga mimisan.

"Tidak Hanin, aku tidak sakit," ucap Hasta berusaha untuk tetap tenang. Dalam keadaan atau hawa yang dingin sering kali ia mengalami pendarahan pada hidungnya.

"Kalau tidak sakit kenapa hidung Tuan Hasta mengeluarkan darah?" tanya Hanin dengan tatapan cemas.

"Bisa ambil remote di meja itu Nin?" ucap Hasta tanpa menjawab pertanyaan Hanin yang masih mempertanyakan keadaannya.

Dengan cepat Hanin mengambil remotenya dan memberikannya pada Hasta.

Hasta segera mematikan AC agar tidak terlalu kedinginan. Setiap menjelang pagi di manapun ia berada, ia pasti merasakan kedinginan hingga mengeluarkan darah dari hidungnya.

"Tidak apa-apa kan Nin? kalau ACnya aku matikan? tubuhku tidak tahan dengan hawa dingin," ucap Hasta sambil menutupi tubuhnya dengan selimut.

Hanin yang tidak mengerti apa-apa hanya bisa terdiam dan menatap Hasta dengan perasaan takut.

"Tuan Hasta, aku panggilkan Pak Rahmat ya?" ucap Hanin tidak tega melihat Hasta yang terlihat sangat kedinginan.

"Jangan Nin, biar Rahmat istirahat. Aku hanya kedinginan saja, hal ini sudah biasa terjadi tiap pagi." jawab Hasta berusaha tersenyum agar Hanin tidak merasa takut.

"Baiklah Tuan, kalau begitu anda tidur saja," ucap Hanin segera mengambil selimut lagi dan menyelimuti tubuh Hasta agar tidak merasa kedinginan.

"Apa Tuan masih kedinginan?" tanya Hanin dengan tatapan penuh duduk di samping Hasta yang terbaring meringkuk di balik dua selimut tebal.

"Sudah lumayan Nin, sedikit hangat." Jawab Hasta dengan tersenyum.

"Tidurlah Tuan, sekarang biar aku yang berganti menjaga anda," ucap Hanin dengan tersenyum masih menatap wajah teduh Hasta.

Hasta tersenyum, kemudian memejamkan matanya berusaha untuk tidur kembali. Dan tidak lama kemudian Hasta benar-benar tertidur dengan penjagaan Hanin yang duduk di sampingnya.

Hampir dua jam Hanin tetap duduk di samping Hasta dan tidak kemana-mana. Hingga Hanin mendengar suara batuk Hasta yang tidak berhenti.

"Uhukk..Uhukk.. Uhukk"

Hanin segera bangun dari duduknya dan melihat Hasta yang kesakitan sambil memegang dadanya.

"Tolong ambilkan air putih Nin," ucap Hasta seraya mengambil obat dalam sakunya.

Hanin segera memberikan segelas air putih pada Hasta.

Entah kenapa hati Hanin mengatakan kalau keadaan Hasta tidaklah baik-baik saja, sejak melihat ada darah yang keluar dari hidungnya.

Setelah Hasta meminum obatnya, Hasta kembali berusaha untuk tidur kembali.

"Tuan, setelah surat nikah kita selesai hari ini, sebaiknya anda pergi ke dokter memeriksakan diri. Aku merasa keadaan anda tidak cukup baik," ucap Hanin dengan perasaan cemas.

"Aku sudah memeriksakan diri Hanin, tidak ada apa-apa. Aku memang begini kalau tiap pagi Nin," ucap Hasta seraya menahan dadanya agar tidak batuk lagi.

"Begitu ya, syukurlah kalau anda tidak kenapa-kenapa," ucap Hanin merasa lega setelah mendengar jawaban Hasta.

Hasta menganggukkan kepalanya merasa gugup dengan tatapan Hanin yang tak lepas ke arahnya.

Hanin menelan salivanya merasakan sesuatu yang aneh saat menatap kedua mata Hasta yang terlihat teduh.

Untuk sesaat kediaman menyelimuti keduanya yang hanya saling menatap, sampai Rahmat masuk ke dalam kamar keduanya tidak menyadarinya.

"Den Hasta, Non Hanin," panggil Rahmat membuat Hasta dan Hanin sama-sama terkejut dengan wajah yang sedikit memerah.

Hasta segera bangun dari tidurnya dan duduk dengan punggung tegak. Hanin pun membetulkan posisi duduknya dengan menghadap ke arah Rahmat.

"Den Hasta, Pak Anang sudah ada di sini dengan berkas-berkas surat nikah yang perlu di tandatangani," ucap Rahmat dengan hati tersenyum saat melihat Hasta dan Hanin saling berpandangan.

"Suruh masuk saja Rahmat," ucap Hasta sambil menggerakkan badannya berniat turun dari tempat tidur untuk menyambut Anang.

"Tuan Hasta, sebaiknya anda duduk di tempat tidur saja," ucap Hanin menahan Hasta yang berniat turun dari tempat tidurnya.

Dengan hati berdebar-debar Hasta menurut saja dengan apa yang di katakan Hanin.

"Selamat pagi Tuan Hasta," sapa Anang yang baru datang dengan membawa dua berkas surat nikah yang asli dan yang palsu.

"Pagi Pak Anang, apa surat nikah yang aku minta sudah selesai?" tanya Hasta dengan tersenyum ramah.

"Sudah Pak, tepat waktu seperti yang anda minta," jawab Anang dengan tersenyum sambil menatap Hanin yang duduk di kursi di sebelah kanan Hasta.

"Ada dua surat yang di buat kan?" tanya Hasta dengan serius memastikan apa yang ia minta tidak salah.

"Ya Tuan Hasta, ini surat nikah yang tidak asli bisa anda pakai untuk mengurus apapun di desa nanti. Dan yang satu ini surat nikah asli untuk mengurus harta warisan Pak Usman jika Hanin sudah bersedia menandatanganinya," jelas Anang sambil memberikan dua surat nikah pada Hasta.

"Terima kasih Pak Anang, anda telah membantu menyelesaikan urusan saya." ucap Hasta kembali tersenyum sambil memegang kedua surat nikah di tangannya.

"Sama-sama Tuan Hasta, saya senang bisa membantu anda. Sekalian saya permisi untuk melanjutkan pekerjaan yang lainnya." ucap Anang seraya menyalami pak Hasta.

Hanin yang sedari tadi diam dan memperhatikan saja kembali duduk dekat di samping Hasta setelah Anang keluar dari kamar.

"Tuan Hasta, boleh aku bertanya tentang surat nikah tadi?" tanya Hanin dengan wajah serius.

"Ya Nin, tentu saja boleh. Kamu mau tanya apa?" ucap Hasta dengan tenang sambil memberikan kedua surat nikah itu pada Hanin.

"Bukannya kita tidak menikah ya Tuan? kenapa ini ada surat nikah asli dan palsu?" tanya Hanin menatap penuh wajah Hasta mencari kejujuran di mata Hasta.

Hasta tersenyum melihat Hanin yang terlihat kebingungan.

"Hanin, surat nikah yang ini ada tandatangan kita berdua, tapi ini sebenarnya palsu. Surat ini yang akan kita tunjukkan pada Ibu kamu nanti. Dan yang satu ini adalah surat nikah asli tapi belum sah jika belum ada tandatangan kita berdua. Dan kenapa aku mengurusnya? karena surat nikah asli ini sangat penting buatmu nanti Hanin. Ayah kamu mempunyai warisan buat kamu yaitu perusahaan yang di bawah naungan perusahaanku dengan syarat kamu harus menikah denganku lebih dulu. Tapi aku tahu kamu tidak ingin menikah denganku. Untuk itu kami bisa menandatangani surat nikah itu setelah aku tiada nanti," jelas Hasta dengan tatapan yang tenang dan penuh keteduhan.