webnovel

Hari Yang Seharusnya Bahagia

Sebuah pintu terbuka lebar.

Mila menatap ke dalam cahaya yang sangat menyilaukan. Di sebelahnya, ayahnya telah siap untuk menuntunnya menuju altar pernikahan. Di mana Vian sudah menunggunya.

Mila terlihat menawan menggunakan gaun sederhana berpotongan open bateu neckline berwarna putih gading. Menghadirkan kesan elegan dengan sentuhan modern.

Kerudung sepanjang lima meter berbahan silk tulle, menambah sempurna penampilannya. Sedangkan rambutnya tertata indah dengan hiasan mutiara berbahan platina bertabur berlian.

Gaun itu adalah gaun yang sama dengan yang digunakan oleh Delia dulu. Mila sama sekali tak keberatan tentang hal itu, karena semua sudah dipersiapkan oleh Vian. Dan Mila hanya tinggal terima jadi saja.

Dengan perlahan Mila melangkahkan kakinya menuju tempat di mana Vian berdiri. Untuk sesaat Vian terpana melihatnya, wanita itu semakin mirip dengan istrinya saat menggunakan pakaian itu.

Mila tersenyum saat langkahnya semakin dekat dengan Vian. Hari ini ia merasa menjadi wanita yang istimewa. Meskipun semua hanya pura pura semata.

Deni menyerahkan tangan putrinya kepada Vian sebagai tanda jika ia sudah memberikan tanggung jawab pada lelaki itu atas kebahagiaan putrinya.

Vian menerimanya dengan lembut. Mereka berdua lalu mengucapkan janji suci di hadapan para saksi. Dan saling menyematkan cincin sebagai bukti sakral pernikahan mereka.

Mila tersenyum menatap lelaki yang ada di depannya kini sudah resmi menjadi suaminya. Sedangkan Vian masih seperti biasa, meski tak terukir senyum di wajahnya namun tatapannya terasa begitu dalam.

Arini berada di sana, namun tidak di dalam gedung. Melainkan ia berada di luar. Rasanya sangat menyakitkan baginya untuk melihat Vian bersanding dengan wanita lain untuk kedua kalinya.

"Semoga kamu bisa bahagia Vian, aku nggak apa-apa selalu jadi bayang-bayangmu asal kamu bisa tersenyum lagi," desis Arini ketika ia melihat Vian dan Mila keluar bersama dari gedung pernikahan dan masuk ke dalam sebuah mobil.

"Kamu nggak apa-apa, nggak tinggal lagi sama pak Deni, emm maksudku ayahmu?" tanya Vian saat ia melakukan mobilnya bersama dengan Mila di sebelahnya. Mereka kini sedang dalam perjalanan pulang menuju rumah Vian.

"Kita nggak perlu bulan madu ya," kata Vian tiba-tiba. Mila menoleh ke arah lelaki itu seakan ingin bertanya kenapa, namun entah mengapa mulutnya justru berkata lain.

"Iya nggak apa-apa," jawab Mila sambil tersenyum.

"Aku masih ada deadline pekerjaan di kantor. Lagipula kita gak benar benar menikah." Vian menjelaskan alasannya meskipun Mila tidak bertanya.

*

Mila melihat rumah Vian dengan seksama. Dia harus membiasakan diri tinggal di sini mulai hari ini.

"Baju-bajumu baru bisa kita ambil besok. Apa kamu nggak keberatan pakai baju mendiang istriku?" tanya Vian hati-hati. Ia takut jika Mila akan tersinggung dengan perkataannya barusan.

"Nggak apa-apa. Semua baju sama aja." Mila menerima uluran baju yang diberikan oleh Vian.

Setelah selesai mandi, Mila mematutkan diri di depan cermin. Dia menggerai rambut panjangnya.

Sementara lelaki itu masih berada di kamar mandi, Mila menuju ke dapur untuk menyiapkan makan malam mereka berdua. Saat dia membuka pintu lemari es, terlihat banyak bahan makanan yang tertata rapih di sana. Mila sedikit mengagumi sifat rajin suaminya.

Meskipun ia tinggal sendiri tanpa seorang pembantu. Tapi rumahnya terlihat bersih dan rapih. Padahal bisa saja dia menyewa asisten rumah tangga jika dia mau.

Vian berjalan menuruni tangga saat Mila menata piring dan makanan di atas meja makan.

"Ayo kita makan malam. Aku udah nyiapin beberapa masakan buat kita berdua. Tapi aku nggak tahu apa ini pas buat selera kamu atau nggak," kata Mila.

Vian berjalan menuju meja makan dan langsung duduk di salah satu kursi. Dengan segera Mila mengambil sendok nasi dan berniat untuk mengambilkan nasi untuk suaminya tersebut.

"Biar aku sendiri," sergah Vian lalu mengambil alih sendok nasi yang ada di tangan Mila sebelumnya. Vian melirik ke arah Mila yang terlihat kecewa. Sepertinya Vian tak menyukai perhatian yang Mila berikan.

"Maaf. Aku belum terbiasa dengan perlakuan kayak gini. Lain kali aku akan membiasakan diri," ucap Vian. Dia berharap kata-katanya bisa sedikit menghibur Mila.

"Nggak apa-apa. Aku bisa maklum kok."

Akhirnya mereka mulai makan malam dengan tenang.

Setelah selesai makan malam, dan membersihkan meja makan. Mila menyusul Vian masuk ke dalam kamar. Dan saat dia masuk, ia tak melihat suaminya ada di sana. Perasaannya gugup ketika mengingat jika saat ini adalah malam pertama mereka. Dalam kontrak perjanjian tidak menyebutkan apakah mereka akan melakukan hubungan suami istri atau tidak. Yang Mila tahu Vian hanya memintanya menjadi istri kontraknya selama dua tahun.

Dan Mila langsung menerimanya mengingat ginjal yang sudah laki laki itu donorkan serta tagihan operasi dan biaya perawatan semua telah ditanggung oleh Vian.

Berkali-kali Mila mengubah posisi tidurnya selama Vian masih berada di dalam kamar mandi.

CEKLEK

Suara pintu kamar mandi terbuka. Sontak Mila langsung membeku dan memejamkan matanya. Entah mengapa dia melakukan hal itu. Bagaimana jika nanti Vian mengira jika dia sudah tidur?

"Bodohnya aku," rutuk Mila dalam hati.

Terdengar langkah kaki Vian yang mendekat. Dia berhenti di depan Mila dan membenarkan selimutnya yang berantakan. Setelah itu dia berjalan menuju sisi ranjang sebelahnya dan merebahkan tubuhnya di sana.

Harapan Mila terlalu besar karena ternyata lelaki itu justru mematikan lampu. Mila membuka matanya dan perlahan membalikkan tubuhnya menghadap Mila. Ya, lelaki itu sudah terpejam di sana. Dan mungkin ini semua karena Mila yang gugup dan langsung berpura-pura tidur tadi.

Mila mengetuk-ngetuk pelan kepalanya dengan tangan. Dia benar-benar menyesali perbuatannya.

"Tidurlah, aku masih banyak pekerjaan besok di kantor," desis Vian tanpa membuka matanya.

Mila sontak terkejut mendengarnya. "Ah, iya.." jawabnya pelan. Dia kembali ke posisi tidurnya dengan perasaan malu. Malam ini dia benar-benar tidak bisa tidur dengan nyenyak.

*

Keesokan harinya.

Vian sudah bersiap untuk berangkat ke kantor. Sedangkan Mila sedang menggoreng telur mata sapi untuk sarapan pagi ini.

Mila masih merenungi perbuatannya semalam. Dan tiba-tiba saja tercium bau gosong dari penggorengan yang ada di depannya. Dengan panik dia mengangkat penggorengan itu dan tidak sengaja mengenai lengannya.

"Aww!" Mila langsung menjatuhkan penggorengan itu.

Mila lalu menghampirinya dan menjauhkan penggorengan itu dari sana. Lelaki itu kemudian mengambil kotak p3k dan mulai mengobati luka bakar pada lengan Mila.

"Kamu mikirin apa? Kenapa pagi-pagi udah nggak fokus?" tanya Vian tanpa menatap wajah Mila. Sedangkan yang ditatap hanya diam saja melihat perlakuan manis dari suaminya tersebut. Meskipun wajahnya tetap dingin seperti biasanya.

CUP!

Mila tiba-tiba mengecup pipi Vian. Membuat lelaki itu sejenak berhenti melakukan kegiatannya. Hal itu membuat Mila semakin penasaran dengan reaksi dari Vian.