webnovel

KE TAMAN BERSAMA VINO.

Siang se pulang sekolah, mata May masih sembab sedikit memerah. Bayangan kemarin masih menempel lekat di kepalanya, entah rasanya dia ingin sekali merubah dunianya. Dunia yang menurutnya penuh hinaan dan cacian, May masih memasang muka murung. Dia berjalan menuju tempat sepeda sambil menendang kerikil-kerikil yang berserakan.

Sepedanya terhimpit motor-motor di belakangnya, membuat May terlalu kesulitan untuk mengambil sepedah yang terparkir di barisan paling depan. Bola matanya berputar mencari ide agar ia bisa menyingkirkan motor-motor itu, tapi tidak ada hasil, motor yang terparkir tidak bisa pindah posisi sebelum di geser dari Paling ujung Oleh pemiliknya.

"Lama banget sih itu orang-orang ngambil motornya" Kata May kesal sambil bersandar di tembok gerbang parkir. Lalu dia mendengar langkah kaki, sepertinya terdengar lebih dekat. Dia menoleh ke samping kiri, pandanganya tertangkap oleh se pasang mata yang begitu sinis. Rupanya dia adalah seorang Vino, May berdecap kesal. Tapi itu hanya bungkusnya, dalamnya ada bunga yang mekar. Kali ini dia akan ia jadikan obat kesedihanya.

"Mana sepedamu? Buruan mendung nih!" Tanya Vino sambil menaruh tanganya di dahi dan menatap langit. May kebingungan lalu menatap Vino heran, Vino membalas dengan tatapan menantang.

"Emang kenapa kakak kok mencari sepeda ku?"

"Lah kan kamu harus antar saya pulang"

"Haa?" May terkejut.

"Perjanjian kemarin kan cuma jemput pas berangkat sekolah kak"Protes May tidak terima, kakinya kembali menendang tanah. Ternyata ekspetasinya salah, Vino membawa derita bukan bahagia.

Vino sudah mengenali sepeda May, sepeda butut bewarna biru yang berkarat di seluruh bagian. Keranjangnya bolong karena terlalu berat membawa beban dulu waktu May masih rajin-rajinya bantu Ibunya julalan di kantin. Gerik mata Vino ketika menemukan sepeda itu berdiri di pojok Paling depan.

"Kak Vino mau kemana?"

"Mau ambil sepada kamu lah, masa mau ambil hatimu!"

Seketika jantung May berdebar tidak beraturan, lebar mata dan mulutnya begitu selaras. Keringatnya pun jatuh deras seperti air hujan, tapi May pelan-pelan mentelaah ucapan Vino barusan.

'Mau ambil sepedamu lah, masa mau ambil hatimu'

"Masa mau ambil hatimu? Kan aku salah artian!" Gerutu May dalam hati, dia membiarkan Vino menyasak motor-motor yang berdempetan. Tiba-tiba dia datang dengan memanggul sepeda May di pundaknya, mata May membulat bahagia dan loncat-loncat kegirangan. Lalu tersenyum melihat Vino yang begitu gagah dan kuat.

"Waduh jadi ngrepotin kak Vino" Kata May pura-pura sopan, Vino hanya membalas dengan senyuman singkat lalu menyodorkan setir ke tangan May.

"Cepat bonceng!" Vino sudah duduk di belakang sambil membunyikan bel sepeda.

Memang raga May saat itu sangat lemah, tapi jiwanya ketika melakukan apapun untuk Vino, bisa berubah secepatnya menjadi roda yang berputar sangat cepat. Dia begitu bersemangat.

"Ini saya yang bonceng kakak?"Tanya May sambil memegang ke dua setirnya.

"Lah iya lawong kamu yang dapat hukuman" Ucap Vino menjelaskan, lalu dia melirik mata May yang terlihat seperti ada bekas deraian air mata. Di balik binar matanya ada Luka di dalamnya, mendadak hati Vino tersentuh.

"Eh tapi paling kamu cuma ngos-ngosan kaya kemarin, gak kuat bonceng aku" Vino menutupi rasa pedulinya dengan masih bersikap acuh.

"Sini biar aku yang bonceng" Tangan Vino meraih sepada dari May lalu menaiki sepada yang hampir rubuh itu.

"Pegangin dulu tasku" Perintah May sambil menaruh tasnya di pangkuan Vino.

"Eh seenaknya kamu nyuruh-nyuruh"

Protes Vino sambil melempar lagi tas milik May, tapi May masih ngotot dengan sikapnya.

"Gimana aku mau naik kak kalau sambil pegang tasku yang copot ini?" May mencoba mencari cara agar seolah Vino melayaninya sebagai kekasih.

"Ya udah sini-sini" Jawab Vino mengalah, lalu mengambil lagi tas May.

May sengaja berpegangan pundak Vino, tapi baru ujung jarinya menyenggol pundaknya Vino sudah menggeliat menolak tangan May.

"Pegangan sepedanya kan bisa!" Ucap Vino ngegas, May mengibaskan tanganya sambil memasang muka jijik di hadapan Vino. Harusnya kalau Vino itu seoarang yang romantis, dia akan membantu May naik ke sepedanya. Entah itu sekedar memegang tanganya atau mengangkat langsung May naik ke sepeda. Tapi itu adalah hal yang mungkin mustahil, sangat mustahil.

Ngiik ngiik!!

Itu suara khas dari sepeda May, Vino mengayuh sepeda kuat-kuat. Tidak peduli dengan ocehan May di belakangnya, May banyak bercerita tentang dongeng kerajaan. Vino merasa risih, sudah segede ini masih saja ia menemui hal aneh seperti itu.

"Udah kamu diam! Suara kamu melebihi telolet truck pasir tuh, berisik mirip kereta api!" Vino berteriak keras menyeimbangi suaranya dengan suara kendaraan lain.

"Ah yang bener kak? Kelihatan banget kalau kak Vino lagi bohong, pasti mau bilang kalau suaraku bikin adem Kan?" May tidak henti-hentinya membuat Vino geram.

Vino tetap melajukan sepedanya, Tak lama mendung terlihat menggantung di langit. Gerimis kecil mulai mengguyur bumi, tapi masih tidak menjadi masalah buat May dan Vino, mereka tetap lanjut dengan sepedanya. Dongeng May sudah hampir pada tahap ending, hanya angin yang mau menerima kisah dari May. Gerakan tangan dan matanya sungguh mampu menghidupkan ceritanya, andai saja Vino tidak mengabaikan seorang May.

"Loh loh kok jadi deras gini?" Vino menengadahkan tanganya ke atas, air hujan yang lumayan deras sedikit demi sedikit membasahi tubuh mereka.

"Kak berhenti aja kak, itu ada taman deh kayaknya, terus ada warungnya, kita berteduh di situ yuk!" May meminta Vino belok ke kiri menuju ke sebuah taman di pinggir jalan, tidak ada pilihan lain hujan semakin deras terpaksa Vino menuruti permintaan May.

Vino memarkirkan sepeda di bawah pohon jambu depan warung bakso. Lalu berlari sambil menutupi kepalanya dengan jacket dan tasnya, tapi May sudah lebih dulu masuk ke warung itu.

"Siapa yang suruh kamu masuk? Kita kan cuma numpang berteduh di emperan depan"Kata Vino kebingungan.

"Udah sini masuk kak, kak Vino lapar kan?" Ucap May mencoba menebak, tapi Vino hanya diam, dan diamnya adalah jawaban. Dia pun masuk dan duduk di kursi depan May.

"Buk baksonya satu kuahnya yang banyak" Vino memesan ke penjaga warung yang sedang menata daganganya.

"Oh iya Le siap" Kata Ibu itu ramah.

Alis May turun sebelah, kenapa hanya pesan satu? Memangnya May Kucing gak suka bakso?

"Kok cuma satu kak? Kan aku juga lapar"

May Protes sambil memegangi perutnya.

"Jadi orang itu harus mandiri, ya pesan sendiri lah"

Ahirnya May memesan dua mangkok bakso dan satu gelas teh hangat. Vino hanya melotot dan menelan ludah kaget, badan se trepes May bisa habis dua mangkok.

"Kak aku tidak suka mie nya, kakak makan ya" May mengambil mienya lalu di tuang ke dalam mangkok Vino.

"Tapi aku suka banget sama pentolnya, jadi tukeran ya kak" May menusuk pentol Vino dengan garpunya, muka Vino tiba-tiba memerah, giginya rapat seperti singa yang berlatih menekam mangsanya.

Vino masih diam dengan amarahnya.

"Kak kayaknya kuahku kebanyakan deh, bantu habisin ya" Lagi-lagi May menuang kuahnya ke mangkok Vino.

Cukuuuuup!

Vino benar-benar sudah menjadi macan.