webnovel

[15] Jauh di Puncak

"Apakah kalian yakin dia telah mati?"

Dua sosok lain yang berlutut di hadapannya mengangguk serentak, "ya, tuanku! Kami telah melukainya dengan sangat parah, tidak mungkin baginya untuk selamat!"

Pria yang berdiri dua langkah membelakangi mereka memiliki senyum kepuasan di wajahnya, "bagus sekali jika dia memang telah mati, tetapi adakah bukti yang bisa kalian berikan sehingga aku tidak perlu ragu lagi?"

kedua bawahannya saling menatap, lantas salah seorang dari mereka berbicara, "kami telah mengejarnya hingga keluar dari gerbang terakhir, saat ini ia harus berada di dalam dunia manusia, tuanku."

Wajah sang tuan segera berubah cerah, "wah, wah, tidak akan ada manusia yang cukup bodoh untuk menolong seekor harimau yang terluka di tengah-tengah mereka. Hmph, mati oleh tombak manusia sudah menjadi kematian paling baik baginya."

Bawahan yang lain mengangguk dengan penuh persetujuan.

"Tetapi Tuanku, jika para tetua mempertanyakan keberadaannya, apa yang akan kita lakukan? Dia tidak bisa dikalahkan dengan mudah, tentu saja para tetua akan segera curiga dengan kita yang paling mungkin melukainya."

Sang tuan mengangkat sudut mulutnya, "tidak hanya kita yang begitu menginginkan dia mati, jadi tentu saja ujung tombak itu tidak akan dengan mudah mengarah pada kita. Bahkan jika kita memang dicurigai, masih ada banyak cara untuk membuat itu terlihat mustahil, dan membuatnya semakin dilupakan. Lagipula, bahkan mayatnya tidak tersisa, apa yang harus dipermasalahkan lagi?"

Para bawahan segera mengangguk, "Tuanku memang selalu bijak."

Sang tuan tampaknya membayangkan sesuatu yang indah, senyum di wajahnya masih bertahan sampai dengan para bawahan pamit mengundurkan diri.

Kepimpinan di klan manusia harimau di dasarkan kepada kekuatan, dan siapa saja dapat memimpin selama mereka berhasil menunjukkan diri sebagai yang paling kuat, melalui pertandingan duel yang disaksikan oleh seluruh kalangan dan juga para tetua.

Namun, tentu saja, mereka yang kuat juga memiliki keturunan yang kuat, sehingga kaum ini pada dasarnya juga cendrung menebak bahwa keturunan dari pemimpin saat ini, mungkin akan menjadi pewaris kepemimpinan selanjutnya karena semakin jarang menemukan anggota klan yang kekuatannya melebihi keturunan pewaris saat ini.

Tapi, lalu apa? Sebelum anak itu mewarisi kepemimpinan ayahnya, tentu saja dia harus membuat cara agar anak itu gagal mendapatkan.

Pria itu memliki kilatan tajam di matanya, dan tertawa terbahak-bahak.

"Akhirnya ... Hahaha, akhirnya!! Aku akan menebus kekalahanku di masa lalu, dan aku akan mendapatkan apa yang seharusnya sudah ku dapatkan sejak lama, hahaha!!"

Pria itu masih memiliki senyum sumringah di wajahnya, dia menatap replika mahkota di tangannya dengan penuh kebanggaan, sudah lama sekali, dan akhirnya sebentar lagi dia akan membuka jalan untuk mengenakan mahkota yang sebenarnya.

Namun, sebelum itu, dia tidak bisa berbahagia terlalu dini, dia harus memastikan bahwa jalan yang akan dia lalui bersih dari berbagai rintangan. Rintangan yang utama sudah pasti disingkirkan, tinggal rintangan-rintangan kecil yang hanya membutuhkan sedikit upaya dan kesabaran sehingga dia bisa memastikan mereka semua tersingkir, dan jalan itu akhirnya bersih.

"Hmm ... Tidak sabar rasanya sampai hari itu tiba. Dahulu aku tidak bisa mengalahkanmu  ... Tapi aku jelas bisa dengan mudah mengalahkan keturunanmu, sementara kau sendiri sedang mengasingkan diri, tidak tahu kapan kau akan kembali, tetapi jika saat itu tiba, kau mungkin akan menemukan segalanya telah jauh berbeda." Bisiknya dengan senyum licik di wajahnya.

Pada saat itu, terdengar ketukan pintu. Pertanda bawahannya memiliki sesuatu untuk dilaporkan padanya.

"Masuklah."

Bawahannya, di dampingi oleh kepala pelayan memasuki ruangan, dan keduanya membungkuk, lalu sang kepala pelayan maju selangkah dan berbicara, "Tuanku, pelayan ini mendapat kabar dari bawahanmu, tetapi saya rasa tuanku harus mendengarkannya sendiri."

Pria itu mengangguk, "baiklah, katakan saja."

Sang bawahan segera berbicara, "Tuanku, saya telah mengamati tempat di sekitar kita menyerang orang itu, dan pagi tadi saya menemukan bahwa kawan-kawannya dan juga anak buahnya nampaknya telah berpencar dan menyisir seluruh hutan untuk menemukannya. Salah satu kawan baik sekaligus tangan kanannya bahkan mendekati gerbangnya pula."

"Humm, cukup menarik," sang tuan mengelus dagunya. "Apakah akhirnya rintangan kecil ini membuat masalah? Apakah mereka ingin disingkirkan begitu cepat?"

Kedua bawahan di depannya hanya saling bertukar pandang, tetapi tidak berani menanggapi ucapan sang tuan.

"Apakah ada kemungkinan mereka berani melintasi gerbang dan memasuki dunia manusia untuk menemukan jejak orang itu, atau setidaknya, jejak dari mayatnya?" Tanya sang tuan dengan wajah sinis.

"Saya rasa tidak mungkin, tuanku. Mereka harus mengetahui dengan jelas bahwa memasuki dunia manusia adalah hal yang berbahaya sebab manusia tidak mungkin menerima kita dengan terbuka." Jawab si bawahannya.

Sang tuan berpikir sebentar, lalu tertawa kecil.

"Jika kita menyingkirkan mereka sekarang, sudah pasti itu akan menimbulkan gejolak yang lain, dan kita juga akan terancam karenanya, jadi kita harus membiarkan mereka untuk saat ini." Ucapnya. "Maka, tugas kalian adalah terus mengamati mereka, dan jika ada sedikit saja pertanda bahwa mereka berani bergerak untuk melintasi gerbang, kalian harus menghentikan mereka, saat itu juga. Jika ada yang lolos dari jaring pengamatan kalian ... Jangan tanya apa yang dapat kulakukan. Mengerti?"

"Ya! Ya! Kami mengerti tuanku!" Keduanya serentak membalas dan mengangguk beberapa kali dengan tubuh gemetar.

Pria itu mengangguk, "bagus sekali. Kalian bisa pergi."

Keduanya membungkuk, "baik, tuanku."

"Ah, tunggu, kepala pelayan, kau bisa tinggal sebentar." Tunjuk sang tuan pada kepala pelayan yang sudah berbalik, sang kepala pelayan dengan sigap menanggapi dan bertahan di tempatnya, sedangkan sang bawahan segera mengundurkan diri.

Setelah hanya mereka berdua yang tersisa, kepala pelayan segera berbicara lebih dahulu, "apa yang dapat saya lakukan untuk Tuanku?"

"Kepala pelayan, bukankah keberhasilan dalam menyingkirkan anak itu harus dirayakan?" Tanya sang tuan.

"Tentu saja, Tuanku. Itu adalah hal yang membahagiakan."

Sang tuan mengangguk setuju, "lalu, menurutmu, bagaimana kita harus merayakannya? Dengan pesta? Itu sudah pasti tidak mungkin karena itu akan membuat yang lain curiga. Jadi bagaimana aku harus merayakan kebahagiaan ini, kepala pelayan?"

Kepala pelayan nampaknya menangkap isyarat dari sang tuan, dan membalas, "perayaan harus berisi sesuatu yang menghibur, tuanku."

"Hahaha," sang tuan tertawa. "Sepertinya kepala pelayan menangkap maksudku."

"Tentu saja, tuanku." Balas kepala pelayan.

"Jadi, kau bisa pergi kepala pelayan, temui manusia-manusia lemah yang memohon kepadaku itu, biarkan mereka mengirimkan padaku persembahan yang cantik yang bisa menghiburku."

Kepala pelayan membungkuk patuh, "baik, tuanku."

Sebelum kepala pelayan mengundurkan diri, sang tuan menambahkan, "ah, satu lagi, akan lebih baik jika mereka mempersembahkan remaja laki-laki yang cantik, ah, maksudku tampan dan tentunya masih segar, aku tidak keberatan memberikan sedikit hartaku sebagai gantinya."

"Tentu, tuanku."

"Pergilah. Mudah untuk menggoda manusia, tugas ini harusnya tidak memakan waktu lama buatmu, bukan begitu kepala pelayanku?"

Kepala pelayan membungkuk sekali lagi, "Ya, akan segera saya laksanakan, tuanku."

[To Be Continue]

Mulai muncul nih sosok yang menyebabkan Aryasatya terluka. Udah mulai berasa seru belom??

Jangan lupa tinggalkan jejak kalian ya.

~ Ann

Hi_Annchicreators' thoughts