webnovel

[14] Menggoda Sedikit

"Aku tidak tahu bahwa hujan akan turun hari ini."

Badu melemparkan ranting kering ke dalam api unggun di depan mereka. Di luar gua, suara hujan deras dan guntur sesekali bersahutan.

Mereka baru saja mendapatkan dua ekor ayam hutan ketika langit tiba-tiba meredup dan tetesan air hujan mulai membasahi mereka. Beruntung tidak jauh dari mereka terdapat gua yang tidak memiliki penghuni sehingga mereka dapat berteduh dengan tenang menanti hujan untuk mereda.

Kane yang duduk di sebelah Badu juga melirik ke arah pintu gua, melihat hujan yang belum menunjukan tanda-tanda akan reda, dia berkata, "aneh, aku juga tidak melihat tanda-tanda akan hujan saat kita berangkat sebelumnya."

Anung ikut merenung, "apa yang bisa kita lakukan, saat itu langit jelas-jelas cerah, mustahil kita tahu hujan akan turun saat ini."

Kane mengangguk setuju, dia mengalihkan pandangannya dari rinai hujan di luar gua, dan berbalik ke arah Anung, melambai padanya.

"Kemarilah, duduk di sini," ia menepuk tempat di sampingnya. "Untuk apa kau duduk begitu jauh dari api? Tidak kedinginan?"

"Tidak apa-apa di sini," Anung bergerak sedikit untuk bersandar dengan nyaman di dinding gua. "Aku ingin bersandar sebentar, cuaca seperti ini membuatku sedikit mengantuk."

Aryasatya yang sedari tadi memejamkan mata di sampingnya, ikut bergerak sedikit, beringsut mendekat ke arah Anung, "kemari, mendekatlah sedikit, dengan begini kita bisa lebih hangat tanpa harus mendekat ke arah api. Aku juga sangat mengantuk."

Jelas Anung menolak usulan tersebut, lagipula dia merasa ragu, mungkin saja itu adalah salah satu muslihat yang dilakukan oleh Aryasatya untuk menggodanya seperti sebelumnya, apalagi semenjak bertemu dengan dua kawannya, Aryasatya terlihat semakin usil dan terus membuatnya malu, menggodanya diam-diam, di depan dua kawannya yang tidak tahu apa-apa.

Ditambah, sejak Aryasatya bertingkah usil, Kane yang biasanya tidak terlalu peduli dengan hal yang sepele, tiba-tiba saat ini dia sepertinya lebih banyak mengamati mereka. Pihak lain masih tidak mengatakan apa-apa, tetapi Anung merasa seperti dirinya telah melakukan kesalahan, dan pihak lain memberikan sinyal bahwa dia sedang menunggu Anung untuk mengakui kesalahannya.

Dia merasa itu sangat canggung!

Dia beringsut sendiri, memeluk kedua lututnya, dan menciptakan jarak antara dirinya dan Aryasatya.

"Tidur saja di sana dan jangan bergerak, kita sama-sama memakai pakaian yang tipis, itu tidak akan menambahkan kehangatan sama sekali." Ujarnya.

Kane juga menimpali, "atau kau bisa duduk lebih dekat dengan api, Aryasatya. Kurasa itu lebih menghangatkan daripada terus melekat kepada Anung." Nadanya setengah bercanda, tapi hanya Badu yang tertawa, dua orang utama yang berbicara hanya tersenyum.

"Oh, begitukah?" Aryasatya menguap sebentar, melirik Anung yang meringkuk tidak jauh darinya dan tersenyum samar, lantas kalimat yang berikutnya membuat Anung hampir saja melompat dari tempatnya karena malu.

"Tetapi terakhir kali, aku melihat Anung mudah kedinginan. Sebenarnya aku tidak butuh kehangatan, tetapi aku sedih jika Anung kedinginan. Jadi ku kira tidak apa-apa untuk memeluknya lagi seperti sebelumnya."

"Pelukan apa!!"

"Pelukan yang sebelumnya?"

Dua orang berbicara pada saat yang sama, salah satunya adalah Anung yang berteriak dengan wajah memerah malu. Dan yang lainnya adalah Kane yang mengangkat alisnya dengan raut wajah bertanya.

Untuk sesaat, keheningan tercipta di antara ketiganya.

Badu, menatap mereka satu persatu, lantas bertanya dengan santai, "jadi kalian berdua pernah terjebak hujan juga sebelumnya?"

Itu kedengarannya seperti pertanyaan untuk mengalihkan pembicaraan, dan Anung merasa dia ingin memeluk pihak lain untuk kepolosannya.

Dia segera mengangguk seperti ayam mematuk makanan, "ya! Kami berdua pernah berteduh juga saat itu, dan hujannya memang sangat deras. Jadi begitulah!"

Aryasatya menahan diri untuk tidak tertawa dan menambahkan, "jadi akhirnya kami berpelukan untuk meredakan keinginan."

"Tidak ada pelukan!" Anung segera membantah.

Aryasatya berpura-pura bingung, "tapi aku ingat kita berpelukan saat itu. Kau jelas kedinginan dan bajumu basah, bukan?"

"Kapan bajuku basah, saat itu jelas kita hanya kehujanan sedikit. Dan tidak ada pelukan sama sekali!" Balas Anung.

"Begitukah?" Aryasatya berpura-pura memikirkannya sebentar. Lantas berkata, "tapi jelas sekali waktu itu kau duduk di pang ... Um!"

Ucapannya tidak bisa diselesaikan karena Anung segera melesat dan menutup mulutnya dengan telapak tangannya. Ada kegugupan yang jelas di wajahnya, sedang dua orang lainnya tidak bisa bertanya-tanya mengapa Anung bergerak begitu cepat.

"Ahaha, dia hanya mengarang cerita," ucap Anung dengan tawa canggung. Dia lantas memelototi pria di sampingnya, dia heran bagaimana bisa pihak lain tidak malu membicarakan hal semacam itu di depan orang lain.

Saat mereka berdua dan pihak lain menggodanya sedemikian rupa, ia memang membiarkannya saja, tetapi seharusnya Aryasatya tidak melakukannya di depan orang lain, bukankah itu memalukan?

Badu menunjuk mereka berdua, "aku terkejut!"

Anung bertambah gugup, tangannya belum juga lepas dari menutupi mulut Aryasatya, khawatir pihak lain melakukan omong kosong lagi. Dia sedikit panik dan takut jika Badu menemukan sesuatu yang aneh pada mereka berdua.

Badu diam sejenak, menatap kedua orang di seberangnya, lantas berkata, "aku tekejut sekali, akhirnya aku menemukan apa yang janggal."

Anung bertanya dengan gugup, "apa maksudmu?"

"Kalian berdua ..." Badu menununjuk Anung dan Aryasatya secara bergantian, "mengapa kalian terlihat sangat akrab hampir seperti saat Anung bersama kami. Maksudku, wajar jika itu kami karena pertemanan ini sudah begitu lama. Tapi seharusnya kalian belum mengenal selama itu, mengapa kalian begitu akrab?"

"Yah, aku juga ingin tahu, seberapa lama kalian telah berteman sehingga begitu dekat?" Kane menambahkan dengan santai dari sampingnya, menusukan ranting ke dalam bara api dan menatap Anung, "aku sedikit iri, keakraban ini hampir melampaui kami."

Aryasatya menarik tangan Anung dari mulutnya, setelah sebelumnya diam-diam mengambil kecupan singkat yang membuag Anung gemetar dan hampir melarikan diri untuk menjauh darinya, tetapi Aryasatya sigap menahan tangannya dan menariknya untuk duduk di sebelahnya.

Dia paling menyukai saat seperti, saat dimana dia bisa menunjukkan bahwa apa yang menjadi miliknya, hanya akan menjadi miliknya. Dia tidak keberatan menunjukkannya sedikit, sebab orang yang dia inginkan belum sepenuhnya memahami maksudnya sama sekali.

Dia hanya menggelengkan wajahnya dan tertawa kecil, merangkul bahu Anung sambil berbicara, "Anung pernah menyelamatkan aku sebelumnya, penyelamatan itu berarti besar sekali untukku. Oleh karena itu aku tidak bisa menahan diri tetapi ingin menjadi lebih akrab dengannya karena aku merasa sangat bersyukur padanya."

Badu mengangguk dua kali, "oh, jadi ternyata begitu. Pantas saja kalian tidak terlihat canggung."

"Penyelamatan seperti apa itu? Bisakah kau menceritakannya padaku?" Kane masih menimpali.

Aryasatya menatap orang yang berada dalam pelukannya, yang tengah menunduk dan tidak menyadari apapun kecuali membenahi pakaiannya yang nampak berantakan. Senyum lembut yang begitu penuh kasih terbit di wajah Aryasatya.

"Penyelamatan yang tidak hanya menyelamatkan ragaku, tapi juga jiwaku dan kehidupanku kedepannya."

[To Be Continue]

Akhirnya aku mulai melanjutkan cerita ini setelah vakum sekian lama, huhu. Jangan lupa tinggalkan support kalian supaya aku bisa segera nulis cerita ini sampai tamat yaa.

Kalian kangen gak sama Anung dan Aryasatya???

~ Ann

Hi_Annchicreators' thoughts