webnovel

[10] Hari untuk Bersenang-senang

"Arya, lihat itu ikan di belakang kakimu, tangkap!"

Anung bersorak dari pinggir sungai, berusaha untuk menunjukan keberadaan ikan pada Aryasatya, yang tengah berada dalam bentuk harimau dan berusaha menangkap ikan yang berenang di sekitarnya.

Harimau itu tiba-tiba melompat ke tepian sungai, menjilat wajah Anung sebelum kemudian berubah ke dalam bentuk manusia.

Di sampingnya, Anung hanya ingin memasang wajah kesalnya lagi, "kenapa kau harus menjilat wajahku? Tahukah kau hampir membuat aku mati ketakutan?"

Aryasatya menanggapi dengan tertawa di sebelahnya.

"Siapa yang menyuruhmu untuk berteriak begitu semangat? Bagaimana jika orang-orang mendengarkan dan datang untuk memeriksa?" tanyanya dengan santai.

Memikirkan hal ini, Anung akhirnya menyadarinya bahwa mereka tampaknya terlalu larut dalam suasana yang bersemangat sehingga dirinya sendiri bahkan tidak memikirkan jika tiba-tiba orang lain datang dan memergoki mereka.

"Aku meminta maaf," ujar Anung dengan wajah tertunduk.

"Lupakan saja, itu bukan lagi masalah. Ah, dan sebelumnya kau mengatakan tentang ikan di belakang kakiku, apakah kau lupa bahwa kakiku ada empat ketika menjadi harimau? Kaki yang mana yang kau bicarakan?"

"Hah? Aku tidak menyadarinya." Bocah di sebelahnya tersenyum dengan perasaan bersalah lagi.

Aryasatya tidak ingin membuatnya semakin takut lagi, sehingga dia hanya bisa mengangkat tiga ekor ikan yang telah diikat dengan tali yang terbuat dari rerumputan, "lihat, kita sudah mendapat tiga dari mereka, sekarang kita hanya perlu menangkap satu lagi kelinci atau ayam liar, dan mencari kayu bakar, lalu kita bisa makan dengan senang hati."

"Baiklah," Anung mengangguk di sebelahnya. "Aku yang akan menangkap ayam liar kali ini."

Tetapi, antusiasme miliknya segera dipadamkan ketika Aryasatya menolak, "tidak."

"Mengapa?"

"Karena ada aku di sini, bagaimana bisa aku membiarkan kau berguling dan menangkap ayam liar." Jelas Aryasatya dengan santai.

Seharusnya itu adalah salah satu bentuk perhatian dari pihak lain, tetapi entah mengapa Anung masih merasa bahwa Aryasatya juga menggunakan itu untuk mengejeknya. Dia mulai merasa kesal lagi.

Dia menggerutu dan berjalan pergi, "baiklah, terserah kau saja. Aku akan mengumpulkan kayu bakar jika begitu. Ingat untuk tidak membuang-buang waktu terlalu lama ketika menangkap ayam liar."

"Apakah kau meremehkan kemampuanku untuk menangkap ayam?" Tanya pihak lain di belakangnya.

Anung membungkuk dan meraih ranting-ranting yang jatuh di kaki pohon, mengapitnya di tangan kiri, dan melanjutkan langkahnya sambil menjawab, "aku tidak mengatakan hal semacam itu."

Aryasatya hanya mengulas senyum di sudut bibirnya, dan berpamitan, "baiklah, kita akan berpisah di sini. Ingatlah untuk segera kembali ke gua dan jangan sampai tersesat."

Cup!

Setelah itu ia meninggalkan satu kecupan di dahi pihak lain, yang membuat Anung segera meradang lagi, "seharusnya aku yang mengatakan hal itu! Dan untuk apa kau mencium dahiku! Pergilah sana!"

Aryasatya berlari sambil tertawa, tetapi masih melemparkan beberapa patah kata, "jangan menjadi terlalu galak atau tidak ada yang mau menjadikan kau istrinya!"

Dia benar-benar melemparkan ranting di tangannya ke wajah Aryasatya, dia membalas dengan teriakan, "siapa yang mau menjadi seorang istri!"

Hanya ketika benar-benar hanya tersisa dirinya di sana, Anung mengusap bekas ciuman di keningnya dan rona merah mulai merambat lagi di telinganya. Tetapi kekesalannya masih tersisa dan hentakan kaki menjadi suara yang bergema di sekitar menuju ke arah gua.

Sepanjang perjalanan, apa yang berada di dalam pikirannya adalah bagaimana seekor harimau yang begitu gagah dan pendiam sebelumnya bisa berubah menjadi Aryasatya yang sangat tengil dan suka menggoda, hampir membuatnya naik darah setiap hari.

Tidak jauh lagi untuk sampai di gua, dan ranting di tangan kirinya juga sudah cukup banyak, dan ia berubah menjadi memanggulnya di atas pundaknya.

Saat itulah beberapa orang warga desa muncul di depannya, Itu adalah Badu yang sempat menjadi kawannya saat jaga malam, dan juga Kane. Mereka tampaknya berencana untuk berburu.

Badu yang lebih dahulu melihatnya dan mendekat, "eh, Anung? Apa yang kau lakukan siang-siang begini di dalam hutan?"

Anung berpura-pura tenang, dan berusaha untuk membuat mereka tidak bergerak ke arah gua dimana mereka berada biasanya, akan kacau jika warga desa mengetahui tempat itu.

Ia menatap mereka berdua, dan menunjukkan tumpukan ranting di pundaknya, "kayu bakar di rumahku habis, jadi aku berpikir untuk mencari beberapa ke hutan."

Badu mengamati sekitarnya, "kau pergi sampai sedalam ini?"

Anung mengangguk.

"Tetapi, mengapa kau baru mendapat ranting-ranting ini? Kami menemukan banyak kayu-kayu kering di jalan menuju kemari, mengapa kau tidak melihatnya?" Kali ini Kane yang bertanya dengan keheranan di wajahnya.

Sebelum Anung memiliki kesempatan untuk membalasnya, Badu lebih dahulu tersenyum dengan aneh dan menyenggol lengan Kane, "eeeh, jangan bertanya terlalu banyak, mungkin Anung tidak mau jika kita mengetahui tentang calon istrinya."

Calon istri apa yang dibicarakan orang ini? Anung hanya memasang wajah bodoh.

Kane di hadapannya juga tidak mengerti begitu cepat, sebelum kemudian mendapat kesimpulan, "oh, apakah Anung pergi menemui calon istrinya dulu sebelum memungut kayu bakar? Pantas saja kau baru mendapatkan sedikit setelah mencapai hutan sedalam ini."

Dia benar-benar ingin memberikan acungan jempol kepada Badu yang sangat hebat dalam menyusun cerita di dalam kepalanya, tetapi dia tidak ingin kesalahpahaman ini menjadi lebih parah dan hanya bisa menyangkal.

Dia mengangkat kantong ikan yang dia ikatkan di pinggangnya, "jangan terlalu banyak berpikir, aku hanya menangkap ikan terlebih dahulu."

"Ooh, bertemu calon istri sambil bermain menangkap ikan?" Goda Badu dengan wajah tersenyum.

"Tidak ada calon istri, jangan membuat berita angin yang tidak jelas." Desak Anung dengan wajah kesal.

"Baiklah, baiklah, Anung ingin menyembunyikan calon istrinya begitu dalam, kita hanya bisa berpura-pura tidak tahu mengenainya." Sahut Kane yang diikuti dengan anggukan dari Badu, meskipun masih dengan senyuman di sudut bibirnya.

Mereka berdua pergi, beruntung sekali itu ke arah yang berlawanan, dengan Badu yang masih meninggalkan senyum menggoda, "jangan lupa memperkenalkannya pada kami nanti."

Anung hanya bisa mendesah sambil berjalan pergi menuju ke arah gua. Dan pada saat yang bersamaan, suara datang dari belakangnya.

"Jadi, calon istriku sebenarnya memiliki seorang calon istrinya sendiri? Ah, hatiku sakit sekali."

Dia tidak perlu menoleh ke belakang untuk melihat siapa pelakunya, "Aryasatya, berhenti bercanda atau kau akan bertugas memanggang ayam dan ikan nanti."

Tiba-tiba Aryasatya telah mendarat di sampingnya, "aku tidak keberatan, lihat aku mendapat dua ayam liar. Tetapi sebelum itu katakan padaku, menurut dari perkataan mereka, apakah itu berarti aku adalah calon istrimu, bukankah itu terbalik?"

Anung memukul lengan Aryasatya dengan ikan, "berhenti berbicara omong kosong."

"Kalau begitu, buat aku diam."

Mendengarkan hal ini, langkah Anung tiba-tiba tertahan, dan dia terpaku untuk mencerna maksud dari ucapan pria di sebelahnya. Hanya ketika ia menoleh untuk melihat wajah Aryasatya yang menatapnya dengan sungguh-sungguh, dia tiba-tiba menebak apa maksud dari perkataannya.

Kali ini, ikan benar-benar terlempar ke wajah Aryasatya.

"Cium saja ikan yang kau tangkap!"

[To Be Continued]

Ahhh, jangan lupa tinggalkan support dari kalian. Aku benar-benar mengejar waktu untuk menulis ini, haha.

~Ann

Hi_Annchicreators' thoughts