Dia mengerjapkan mata, matanya melihat ke atas dan bawah Kahime beberapa kali, dan terkekeh menahan tawa. Merasa ditertawakan dengan setelan serupa yang dipakai Saki dan dirinya, ia mendengus kasar, menatap tak suka, "Kau-" ucapannya terhenti ketika dia bergeser satu langkah memberinya jalan, "Aku disuruh ibuku untuk mengantarkan kotak ini padamu. Isinya cemilan yang sangat enak. Kau akan sangat menyukainya." Goda Saki sambil tersenyum jahil.
Setelah mendengarnya, ia cuma ber-oh ria dengan raut yang sangat datar, dan membiarkannya ikut masuk ke dalam rumah.
**********
Saki pulang ke rumah dengan menghela napas pasrah sambil berjalan menuju ruang makan, menyusul adiknya yang tengah menikmati cemilan, biskuit kering berwarna coklat bertabur coklat. Sedangkan adiknya –Sasha, melihat kakaknya pulang dipenuhi rasa kecewa, membuat dia penasaran, dan bertanya, "Kenapa kau kelihatan kecewa begitu, Raja Bodoh? Apa kau kecewa tidak bertemu gadis cantik? Tetapi, bertemu wanita tua yang bersikap seolah masih muda.... hihi..." Saki menarik piring berisi banyak biskuit darinya, lalu mengambil beberapa biskuit dalam jumlah yang banyak, yang kemudian ditaruh di telapak tangan kirinya.
Merasa cemilan enak akan dihabiskan begitu saja, dia segera menarik piring kembali padanya, "Jangan kau habiskan sendiri." Cetusnya menyipitkan mata, menatap tajam Saki, akan tetapi diacuhkan sambil memakan biskuit.
"Cih." Decaknya kesal.
Lalu, ibu mereka datang ikut bergabung menikmati biskuit coklat kering, "Saki, apa kamu sudah bertemu dengannya?" tanya ibunya menatap penasaran pada Saki. Ia mendengus kesal, "Sudah... bahkan lebih awal, kemarin malam waktu pulang." Jawabnya datar.
"APA?! ukuk-.." sahut ibunya kaget sampai tersedak, segera menuang air ke gelas dan meminumnya, "Hah... kenapa tidak bilang pada ibu kalau sudah bertemu?" lanjut ibunya bertanya lagi, "Karena tidak ingin bilang saja. Kalau aku bilang pada ibu, pasti akan heboh." Jawabnya, "Begitu, ya... tapi, setidaknya kamu beritahu ibu kalau kalian sudah bertemu. Ibu sangat merindukannya... kamu juga 'kan?" tanya ibunya lagi dengan suara yang lirih.
Saki tidak bergeming, ia mengeram menggigit gigir bawahnya, "Tidak ada gunanya merindukan dia... dia sudah tidak mengenal kita." Ketusnya menaruh biskuit yang tersisa di tangan kirinya di atas piring. Sasha yang sedari tadi menyimak pun bertanya karena tidak mengerti apa yang mereka bicarakan, "Ibu, siapa yang kalian maksud?... siapa yang sangat ibu rindukan selain ayah? Apakah dia sangat penting bagi kalian?" mereka berdua tertegun, namun Saki segera beranjak pergi meninggalkan ruang makan, berjalan naik melalui tangga menuju kamarnya.
Tak lama kemudian, Sasha beranjak dari kursi, belum dia melangkah, ibunya memanggil, "Sasha, duduklah." Dia duduk, menatap ibunya yang tampak gelisah, "Dengarkan aku dengan baik, akan kuceritakan semuanya." Tutur ibunya.
*********
Kahime membuka sebuah kardus dari Saki, dia terperangah kagum begitu melihat isinya. Di dalam kardus terdapat dua bungkus biskuit coklat kering, tiga kotak susu coklat, sebotol sirup mawar, sebuah boneka kelinci abu-abu ukuran besar sampai kecil, dan sebuah gantungan tas dengan warna yang serupa berbentuk kepala kelinci. Dia mengambil boneka ukuran besar dengan mata yang berkaca-kaca, "Imutnya." Ucapnya, "Begitu lembut." Lanjutnya memeluk erat boneka tersebut. Dia membenamkan wajahnya ke dalam badan boneka yang sebesar orang dewasa itu.
Rasanya sangat hangat. –batinnya menggosokkan wajahnya pada bulu boneka.
DRIRIRING DRIRIRIRINGRINGG
Sebuah telepon genggam rumah yang tiba-tiba berdering mengejutkannya, dia segera berjalan menghampiri telepon yang terus berdering di dekat pintu kaca, dan mengangkatnya.
"Halo. Disini kediaman Murasaki." Ucapnya dengan datar sembari meletakkan boneka diatas meja.
"Yuri? Ada apa menelepon? Apa ada pekerjaan?" Tanyanya penasaran melihat pemandangan malam dari balik pintu kaca. "Aku sendirian? ... hee, kukira. Dimana tempatnya? Distrik 30 Blok 73... baiklah, aku akan segera kesana." Sahutnya menutup telepon dan menatap boneka.
"Saatnya bekerja." Desahnya sembari meregangkan setiap anggota dan sendi tubuhnya. Lalu dia berjalan keatas melalui tangga menuju kamarnya. Begitu sudah berada dalam kamar, dia menuju almari dekat meja belajarnya, membuka almari, kemudian mengambil sebuah kardus.
Beberapa saat kemudian, ditariknya tudung hoodie berwarna biru malam ke depan, hampir menutupi wajahnya yang juga memakai masker serbaguna hitam. Setelah selesai mengganti penampilannya, dia mematikan lampu saat keluar dari kamar, dan menutup pintu kamar. Kemudian membuka jendela yang menghadap ke arah jalan, kedua kakinya bertengger pada mulut jendela, dan melompat ke pagar.
Setelah mencapai pagar, dia terus melompat ke atap rumah yang berada di seberang jalan, tidak berhenti disitu, dia kembali melompat sampai ke puncak tiang listrik. Dan dia mempercepat langkahnya setiap kali melompat dari satu tempat ke tempat lain.
Sepuluh menit kemudian....
Dia terus melompat, berpindah tempat melalui atap bangunan yang dilaluinya, sampai di tujuan. Dia menemukan sekelompok pria tengah terpojok oleh sekelompok pria lain dengan jubah yang berbeda. "Dasar cecunguk tidak berguna." Umpatnya melompat turun dengan dinding secara horizontal berlawanan arah, dalam waktu sesaat dia berhasil turun, dan langsung menghabisi sekelompok pria yang mengerumuni kelompok yang terpojok.
Orang-orang itu berjatuhan sampai tidak berkutik, mereka terperangah kagum oleh serangannya dalam waktu yang singkat.
"M-01!!" panggil mereka bersamaan. Kelompok yang terpojok tadi adalah orangnya yang bertugas kecil sebagai pengawal bersenjata biasa, sedangkan orang-orang yang sudah dihabisi olehnya adalah musuhnya. Dia menatap sekeliling dengan tajam, kedua tangannya bersembunyi di balik saku celana, lalu muncul sambil mengeluarkan pisau bedah dan pisau makan yang terhimpit oleh sela-sela jarinya.
"Kenapa kalian disini? Seharusnya tugas kalian adalah menjaga markas." Sergahnya menengok ke arah mereka, "Itu karena kami diberi tugas lain untuk menjemput seseorang." Sahut salah seorang, "Menjemput seseorang? ... huh? .... apa orang itu sangat lemah sampai harus dijemput oleh kalian?" cibirnya heran, "Bukan begitu, dia sama kuatnya sepertimu, tapi..." lanjut seseorang yang terpotong tiba-tiba membuatnya semakin heran.
"Tapi?" tanyanya memicingkan sebelah alis, "Dia agak bodoh untuk beberapa waktu." Jawab mereka bersamaan dengan suara yang lirih.
"HAH?!" pekiknya heran diambang batas. Diapun kembali waspada pada sekitar dengan memasang kuda-kuda, "Kalian cepatlah kembali berkumpul dengan yang lain. Aku akan pergi menghabisi sisanya." Tegasnya melangkah cepat melewati gang sempit yang minim pencahayaan, "Baik." Sahut mereka segera pergi dari arah yang berlawanan. Dan dia melempar pisau atau memutarnya begitu ada musuh yang terlihat, langsung dihabisi olehnya tanpa tersisa, dengan cepat dan bersih. Darah mungkin bercipratan, tapi dia tidak akan membiarkan pakaian kotor oleh bau amis nan menyengat itu.
Orang yang menjadi bodoh untuk beberapa waktu? Orang seperti apa dia? Apakah dia kuat? Atau orang yang lemah? –pikirnya terus bergerak cepat sambil membunuh musuh yang ditemuinya tanpa henti.