webnovel

Namaku Jiang Mei Lan

Orang yang dimaksud bukan pria, melainkan wanita. Atau lebih tepatnya seorang gadis muda yang cantik jelita.

Dia terus berjalan hingga sampai ke pinggir halaman sekte.

Ratusan murid sekte yang sedang berlatih, tiba-tiba menghentikan gerakannya ketika mereka menyadari kemunculan si gadis tersebut.

Siapa dia? Kenapa dia bisa ada di sini?

Pertanyaan-pertanyaan semacam itu mendadak muncul di dalam benak masing-masing para murid. Hanya saja, di antara mereka tidak ada yang berani mengungkapkannya.

Tidak berselang lama setelah itu, dari sudut lain mendadak muncul pula seorang pria dengan jubah mewah berwarna hitam kelam. Dia bukan lain adalah Ketua dari Sekte Bulan Sabit Hitam.

Si Ketua kemudian berjalan menghampiri gadis yang sedang kebingungan itu.

"Nona, kau sudah bangun?" tanyanya dengan ramah.

"Aku, aku di mana?" jawab si gadis.

"Aku akan segera menceritakannya kepadamu. Sekarang, ikutlah denganku,"

Si Ketua berjalan kembali. Si gadis mengikutinya dari belakang. Kedua orang itu kemudian masuk ke dalam ruangan yang semalam dipakai berunding oleh Ketua Pertama bersama para Ketua lainnya.

"Duduklah!" katanya.

Gadis itu mengangguk. Dia kemudian duduk di kursi yang telah di sediakan.

Mereka berdua duduk berhadapan. Di atas meja yang terdapat di sana, kebetulan sudah tersedia banyak hidangan mewah dan lezat. Melihat hidangan tersebut, tanpa sadar gadis cantik itu menjilati bibirnya sendiri.

"Nona, apakah kau lapar?" tanya Ketua.

"Emmm … aku … aku …" gadis itu tidak mampu meneruskan jawabannya. Dia hanya bisa menggaruk-garuk kepalanya yang tidak terasa gatal.

"Kalau memang kau lapar, habiskan saja makanan itu. Tidak perlu sungkan-sungkan," potong sang Ketua dengan segera.

"Tapi … tapi …"

"Sudah, jangan banyak bicara. Makan saja,"

Gadis tersebut menganggukkan kepalanya kembali. Dia segera menyantap hidangan itu secara perlahan.

"Tuan, Tuan tidak ikut makan?" tanyanya kemudian.

"Kebetulan aku sudah makan. Jadi, kau saja yang makan sendiri,"

"Ehmm, baiklah kalau begitu,"

Gadis itu segera melanjutkan kegiatannya. Dia makan dengan lahap. Satu per satu hidangan disantapnya tanpa malu-malu.

Beberapa saat kemudian, gadis itu akhirnya selesai juga menyantap hidangannya. Sekarang, dia masih duduk dan terdiam. Perutnya terasa sangat kenyang.

Si Ketua tersenyum puas melihatnya. Begitu keadaan si gadis mulai stabil, dia segera mengajukan pertanyaan.

"Nona, bolehkah aku tahu siapa namamu?"

"Namaku Jiang Mei Lan," jawabnya mantap.

"Jiang Mei Lan?" tanya Ketua memastikan.

"Benar, Tuan. Lalu, kalau aku boleh tahu, siapakah nama Tuan ini?"

"Namaku Shi Jiu. Aku Ketua dari Sekte Bulan Sabit Hitam, kau boleh memanggilku Ketua Shi," jawabnya sambil tersenyum.

Gadis yang ternyata Jiang Mei Lan itu menganggukkan kepalanya sedikit. Dia agak kebingungan juga. Kenapa dirinya bisa ada di sini? Apa yang sebenarnya telah terjadi?

Karena tidak tahan dengan rasa penasarannya, pada akhirnya dia menanyakan juga pertanyaan yang sudah menghantui benaknya tersebut.

"Oh, baiklah, Ketua Shi. Ngomong-ngomong, kenapa aku bisa berada di sini?" tanyanya kemudian.

Ketua Shi berdiam sebentar, mencoba untuk mengingat-ingat kembali kejadian yang lalu. Setelah ingat, dia segera menceritakan bagaimana kejadiannya sehingga Jiang Mei Lan bisa berada di Sekte Bulan Sabit Hitam miliknya.

Sepanjang orang tua itu bercerita, Mei Lan hanya diam dan mendengarkan. Dia pun mencoba mengingat kembali kejadian di kediaman Tuan Besar Wang itu.

Namun, yang bisa dia ingat hanyalah ketika dirinya diserang secara bersamaan oleh lima Pendekar Surgawi tahap pertama. Setelah itu, dia tidak ingat apapun lagi.

"Jadi kalau begitu, Ketua Shi secara tidak sengaja telah menyelamatkan nyawaku," ujar Mei Lan setelah ketika Ketua Shi sudah menyelesaikan ceritanya.

"Ah, tidak begitu juga. Aku kan melakukannya tanpa sengaja," jawabnya sambil tertawa.

"Tapi, Ketua, bagaimanapun juga kau sudah menyelamatkan nyawaku. Budi baik ini, mana bisa aku balas," kata Mei Lan dengan nada sedikit sedih.

Ketua Shi hanya tersenyum. Dia tidak menjawab apapun. Setelah diam sebentar, kembali dia mengajukan pertanyaannya, "Tapi, kalau boleh tahu, kenapa kau bisa bertarung dengan orang-orangnya Tuan Besar Wang?"

Mei Lan tidak langsung menjawab pertanyaan tersebut. Dia tampak berpikir sebentar, tapi setelah dipikir kembali, rasanya tidak ada salahnya juga kalau dia memberitahukan hal yang sebenarnya.

"Semuanya berawal dari ketidaksengajaan, Ketua. Aku secara tidak sengaja telah melukai anak semata wayangnya. Tapi sungguh, aku melakukan hal itu hanya untuk membela diri sendiri," jawab Mei Lan sungguh-sungguh.

Ketua Shi manggut-manggut. Dia mengerti maksud dari ucapan gadis tersebut. Walaupun Mei Lan tidak memberitahukan ceritanya secara menyeluruh, tapi sedikit banyaknya, dia sudah mengerti.

"Kau tidak salah, Nona Lan. Kau telah melakukan apa yang seharusnya kau lakukan," jawabnya sambil tersenyum.

Sementara itu, di halaman sekte, para murid masih berlatih seperti biasanya. Murid-murid sekte itu berlatih dengan semangat.

Sayangnya, latihan tersebut harus berhenti. Sebab secara tiba-tiba, dari luar mendadak ada deru angin kencang yang melesat secepat kilat lalu langsung menghantam ratusan murid dengan telak.

Blarr!!!

Suara jeritan kaget dan tertahan seketika terdengar ke seluruh penjuru. Ratusan murid terlempar ke sana kemari. Keadaan langsung berubah total!

Puluhan murid terluka. Untunglah di antara mereka tidak ada yang sampai meregang nyawa.

Tepat setelah kejadian itu, belasan murid senior yang berperan sebagai guru segera berlompatan ke tengah halaman. Mereka berdiri berjajar dengan posisi siap siaga.

Debu di tengah halaman masih mengepul tinggi. Pandangan mata semua orang tertutup.

Pihak Sekte Bulan Sabit Hitam masih menunggu. Menunggu apa yang telah terjadi sebenarnya.

Ketika debu itu sudah sirna, semua orang yang ada di sana dibuat terkejut dengan kehadiran tiga orang pria tua yang mengenakan pakaian berbeda.

Yang berada di sebelah kanan mengenakan pakaian biru, sebatang pedang panjang digenggam dengan erat di tangan kanannya. Yang sebelah kiri mengenakan pakaian kuning menyala. Di tangan kirinya terdapat sebatang tongkat berwarna keemasan dan mengeluarkan cahaya menyilaukan mata.

Sedangkan yang paling tengah, dia mengenakan pakaian hijau tua dengan garis hitam di beberapa sisinya. Orang tua yang satu ini tidak terlihat membawa senjata apapun.

Bahkan di antara dua orang lainnya, rasanya hanya yang satu ini saja yang tampil paling tenang dan santai. Usianya juga paling tua. Kalau yang dua orang berusia sekitar lima puluhan tahun, maka yang ini sekitar tujuh puluhan tahun.

Siapa mereka? Kenapa mereka menyerang Sekte Bulan Sabit Hitam secara tiba-tiba?

Suasana makin mencekam. Meskipun ketiga orang asing itu belun melakukan apa-apa, tetapi hawa pembunuhan yang mereka bawa sudah cukup menekan semua murid sekte.

"Siapa kalian? Kenapa menyerang kami secara tiba-tiba?" tanya salah satu murid senior.

"Di mana Ketua kalian?" bukannya menjawab, orang yang berdiri di sebelah kiri justru malah mengajukan pertanyaan lainnya.